China Raup 46 Perjanjian dengan Saudi, Ajak Negara-negara Arab Dagang dengan Yuan
Arab Saudi-China menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif dan 46 perjanjian. Kepada para pemimpin Arab, China memastikan akan terus mengimpor minyak mereka dan menawarkan transaksi dalam mata uang yuan.
RIYADH, JUMAT — Tidak sekadar merangkul lebih erat Arab Saudi, Presiden China Xi Jinping memperlebar jaring kerja sama di Timur Tengah dengan negara -negara kaya di Teluk Arab dalam diplomasi ke kawasan itu. Dalam pertemuan dengan para pemimpin dan perwakilan negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk di Riyadh, Arab Saudi, Jumat (9/12/2022), Xi menawarkan berbagai area kerja sama dalam jangka tiga hingga lima tahun ke depan.
Dalam pidatonya, Xi menyebut tawaran kerja sama itu antara lain meliputi keuangan dan investasi, inovasi dan teknologi baru, luar angkasa, serta bahasa dan kebudayaan. Pada hari yang sama, Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah China mengumumkan telah menandatangani 46 perjanjian dan nota kesepahaman.
Media pemerintah Arab Saudi, Kamis, mengumumkan, kesepakatan-kesepakatan itu senilai sekitar 30 miliar dollar AS atau setara Rp 467,6 triliun. Xi dan Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud juga menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif.
Dalam pernyataan bersama, kedua pihak "menekankan pentingnya melanjutkan langkah kerja sama di seluruh bidang, memperdalam hubungan dalam kerangka kemitraan strategis komprehensif antara kedua negara dan menggapai cakrawala baru dan menjanjikan".
Pemimpin kedua negara juga menyatakan bahwa dalam kerja sama mereka menekankan prinsip kedaulatan dan non-intervensi, sambil menegaskan pentingnya dialog dan diplomasi sebagai upaya menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk dalam isu Iran hingga perang di Ukraina.
Setelah menyelesaikan perundingan bilateral dengan Arab Saudi, Jumat kemarin, Xi juga menghadiri pertemuan puncak dengan pemimpin dan perwakilan enam negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan para pemimpin Arab lainnya.
Emir Qatar, putra mahkota Kuwait, raja Bahrain dan Jordania, presiden Mesir, Tunisia, Djibouti, Somalia, dan Mauritania adalah beberapa pemimpin yang hadir, selain perdana menteri dari Irak, Maroko, Aljazair, Sudan, dan Lebanon.
Menjelang pertemuan mereka, Xi menggelar pembicaraan bilateral dengan Putra Mahkota Kuwait Pangeran Sheikh Meshal al-Sabah, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, PM Irak Shia al-Sudani, pemimpin Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Dalam pertemuan dengan para pemimpin negara kaya Arab Teluk, yang tergabung dalam GCC, Xi bertekad untuk mengimpor lebih banyak minyak dan gas alam dari negara-negara Arab Teluk tanpa mengintervensi urusan dalam negeri mereka. Ia mengajak negara-negara Arab menjalankan perdagangan di bidang energi itu dengan mata uang China, yuan, sekaligus meninggalkan mata uang dollar AS dalam transaksi perdagangan mereka.
"China akan terus secara teguh mendukung negara-negara GCC dalam menjaga keamanan masing-masing... dan membangun kerangka keamanan kolektif bagi Teluk," kata Xi pada awal KTT China-GCC. "China akan terus mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar dari negara-negara GCC berdasarkan yang saat ini berjalan."
China akan terus mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar dari negara-negara GCC berdasarkan yang saat ini berjalan.
Xi memuji negara-negara GCC, yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA), atas upaya mereka "secara aktif mengupayakan solusi-solusi politik bagi titik panas kawasan". Kepada mereka, Xi mengajak astronot-astronot negara itu untuk memanfaatkan stasiun luar angkasa China yang baru, Tiangong.
Xi juga mengungkapkan rencana China untuk bekerja sama membangun Pusat Demonstrasi Keamanan Nuklir China-GCC, yang akan melatih 300 personel mengenai keamanan dan teknologi nuklir. Sebelumnya, UEA telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Barakah. PLTN ini hasil kerja sama dengan Korea Selatan yang dibangun berdasarkan kerja sama untuk tidak memperkaya uranium, bahan pembuat senjata nuklir.
Dalam pernyataannya, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menjanjikan "keberlanjutan kerja sama Arab-China guna memenuhi tujuan bersama dan aspirasi rakyat kami". "Kerajaan (Arab Saudi) yakin, sumber-sumber energi hidrokarbon akan tetap menjadi sumber penting yang memenuhi kebutuhan dunia dalam dekade-dekade mendatang," katanya.
Kemitraan strategis komprehensif
Sehari sebelumnya, pemimpin Arab Saudi dan China menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis. Penandatangan ini dilaksanakan di Istana Al Yamama, Riyadh. Sejumlah pejabat dari kedua negara hadir, termasuk Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis China Ding Xuexiang, dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Baca juga : China Memperkuat Pengaruh di Timur Tengah
Dalam pernyataan bersama yang dikutip dari kantor berita Arab Saudi, SPA, pemimpin kedua pemerintahan menegaskan, mereka memiliki keinginan dan visi yang sama untuk mengharmonisasi visi masa depan kedua negara: Visi Arab Saudi 2030 dan visi pemerintah China dengan Prakarsa Sabuk dan Jalan China.
“Kedua belah pihak menekankan pentingnya perluasan hubungan Saudi-China Dalam kerangka internasional. Kerja sama, solidaritas, dan upaya saling menguntungkan bagi negara-negara berkembang,” demikian pernyataan mereka.
Xi, seperti dikutip kantor berita Xinhua, menyebut beberapa hal yang ingin diwujudkan dalam kerja sama komprehensif dengan Arab Saudi. Kerja sama itu, antara lain, Proyek Kompleks Sino-Saudi Gulei Ethylene, Kompleks Industri China-Arab Saudi dan berbagai proyek infrastruktur besar lain.
Untuk mewujudkan hal itu, kedua negara menandatangani total 46 perjanjian dan nota kesepahaman. Beberapa sektor kerja sama itu, di antaranya, adalah pengembangan hidrogen hijau, perjanjian bidang hukum hingga rencana aksi untuk pengembangan infrastruktur dan perumahan.
Baca juga : Perteguh Hubungan Lama, Saudi-China Teken Puluhan Perjanjian Kerja Sama
Dalam bidang teknologi, pemerintah Arab Saudi juga menandatangani perjanjian kerja sama dengan perusahaan teknologi China, Huawei Technologies, untuk mengembangkan komputasi awan (cloud computing) serta pengembangan kota-kota cerdas berbasis teknologi informasi di seluruh negeri.
Arab Saudi menyambut terbuka partisipasi perusahaan-perusahaan China untuk ambil bagian dalam industrialisasi Arab Saudi. Pangeran Mohammed juga berharap para pebisnis China bisa ikut serta dalam mengembangkan megaproyek Neom yang diperkirakan menelan dana 500 miliar dolar AS.
Isu kawasan
Perundingan antara kedua pemerintah tidak sebatas pada permasalahan bilateral kedua negara semata, tetapi juga pada isu kawasan dan tantangan global yang harus dihadapi bersama. Kedua negara sepakat untuk saling mendukung upaya menciptakan keamanan di kawasan, termasuk di Timur Tengah. Mereka juga menyepakati pentingnya memperkuat kerja sama dan kemitraan guna mendukung stabilitas dan pembangunan di benua Afrika.
Baca juga : Timur Tengah Tetap Jadi Pusat Konflik Sepanjang 2022
Dalam isu Iran, kedua negara dalam pernyataan bersamanya sepakat tentang perlunya kerja bersama untuk memastikan program nuklir Iran bersifat damai. Mereka meminta Iran untuk bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk mempertahankan rezim non-proliferasi.
Mengenai masalah Palestina, kedua negara menekankan perlunya intensifikasi penyelesaian konflik Palestina-Israel yang komprehensif dan berkeadilan dengan didasari prinsip solusi dua negara.
Sementara mengenai isu Afghanistan, dalam pernyataan bersamanya, kedua negara sepakat untuk terus mendukung upaya menciptakan keamanan dan stabilitas di negara tersebut. Selain itu, kedua negara juga menekankan keinginannya agar Afghanistan tidak menjadi surga bagi kelompok teror.
Tepis kekhawatiran Barat
Kedekatan hubungan antara China dan Arab Saudi serta negara-negara Teluk dan Arab yang dipertontonkan sepanjang pekan ini, dipandang oleh sebagian analis Barat sebagai sebuah hal yang mengkhawatirkan. Akan tetapi, dalam pandangan analis Timur Tengah, hal itu sebenarnya tidak ditakutkan.
Ramzy Baroud, peneliti tamu pada Center for Islam and Global Affairs (CIGA) yang berkantor di Turki mengatakan, hubungan antara Arab Saudi dan China atau bahkan lebih luas dengan negara-negara Arab lainnya tidak terbentuk hanya dalam satu malam, terutama ketika AS dan Arab Saudi bersitegang. Hubungan antara kedua negara atau lebih luas dengan kawasan sudah berlangsung sejak lama.
Baroud, yang juga editor Palestine Chronicle, mengatakan bahwa hubungan ekonomi China dan negara-negara Arab Sudah terjalin sejak tahun 2000-an, ketika mereka mendirikan China-Arab States Cooperation Forum pada tahun 2004. Sejak itu, hubungan China dengan negara-negara Arab semakin membaik.
Baca juga : Perseteruan AS-Saudi Memanas, dari Buka Kartu hingga Saling Menelanjangi
Menurut Baroud, analisis yang muncul selama ini sarat dengan kepentingan negara-negara Barat semata. Dalam konteks hubungan Arab Saudi dan China, menurut Baroud, para analis menggunakan peristiwa seperti penolakan Arab Saudi untuk memangkas produksi minyak permintaan AS, netralitas dalam perang Rusia-Ukraina, hingga masalah pembelian senjata, semata-mata seperti tengah mengirim pesan bahwa Arab Saudi tengah mengkalibrasi ulang hubungannya dengan AS atau barat secara umum. “Atau menghukum Barat karena terlalu ikut campur dalam urusan Arab Saudi,” katanya.
Padahal, menurut Baroud, bila menggunakan sudut pandang yang lebih luas, kebijakan yang dipilih Arab Saudi dibuat berdasarkan pilihan rasional. Misalnya, dia mencontohkan, masalah produksi minyak. “Menurunkan produksi minyak adalah strategi yang masuk akal di saat permintaan energi di pasar global tengah menurun,” kata Baroud.
Dia juga mengatakan, kedekatan Arab Saudi atau negara-negara Arab dengan Asia (China) sudah berlangsung sejak beberapa dekade lalu, dan tidak terjadi dengan tiba-tiba.
Carlotta Rinaudo dan Zeno Leoni, dua analis kawasan Timur Tengah, dikutip dari laman MIddleeasteye, negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, mungkin harus menyesuaikan kembali kebijakan luar negerinya ke kawasan ini untuk membangun kembali pengaruhnya yang saat ini mulai terkikis. (AP/AFP/REUTERS)