Pesan Penting dari Bali Democracy Forum: Pulihkan Demokrasi Myanmar
Menlu Retno Marsudi menyatakan nilai demokrasi harus menjadi dasar hubungan antarbangsa. Demokrasi juga ditegaskan dalam Piagam ASEAN. Situasi di Myanmar tak sejalan dengan prinsip demokrasi.
Oleh
KRIS MADA, COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·5 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Kudeta di Myanmar hampir dua tahun lalu tetap menjadi masalah bagi ASEAN. Indonesia bersama ASEAN akan terus berusaha membantu Myanmar memulihkan demokrasi. Upaya itu memerlukan komitmen junta Myanmar.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, demokrasi ditegaskan dalam Piagam ASEAN. Perkembangan di Myanmar sampai sekarang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. ”Situasi Myanmar tidak akan menjadi lebih baik,” katanya di sela-sela pembukaan Bali Democracy Forum (BDF) ke-15, Kamis (8/12/2022), di Badung, Bali.
Mengusung tema ”Democracy in Changing World: Leadership and Solidarity”, BDF dihadiri 323 peserta dari 112 negara. Di antara peserta, 52 orang hadir secara virtual.
Duta Besar Ukraina Vasyl Hamianin dan Duta Besar Palestina Zuhair Alsshun termasuk peserta yang hadir di lokasi. Sementara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyampaikan sambutan secara virtual. Adapun Myanmar, seperti pada BDF tahun 2021, kembali tidak diundang Indonesia.
Retno menyebut, kondisi di Myanmar tidak kunjung menunjukkan perbaikan. Sampai sekarang, junta menolak menjalankan lima butir kesepakatan pemimpin ASEAN. Kesepakatan itu dibuat para pemimpin ASEAN dalam pertemuan yang juga dihadiri pemimpin junta Myanmar, Ming Aung Hlaing, di Jakarta, April 2021.
Lima butir kesepakatan itu meliputi penghentian kekerasan dan sikap menahan diri oleh semua pihak, dialog konstruktif melibatkan semua pihak, pengiriman bantuan kemanusiaan yang dikoordinasi oleh ASEAN, penunjukan utusan khusus ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar.
Sampai sekarang, baru penunjukan utusan khusus terlaksana. Kunjungan utusan khusus pun belum benar-benar sesuai dengan kehendak ASEAN. ”Jika junta tidak mengimplementasikan 5point consensus, situasi Myanmar tidak akan membaik,” kata Retno.
Sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia akan berusaha menjalankan lima butir kesepakatan itu. Sebelum ada keputusan baru dari para pemimpin ASEAN, Indonesia akan menjadikan kesepakatan itu sebagai panduan membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya.
Retno menekankan, ASEAN hanya bisa membantu Myanmar menyelesaikan masalahnya. Penyelesaian krisis Myanmar hanya bisa dilakukan oleh para pihak di Myanmar, termasuk junta.
Sikap ASEAN terhadap junta semakin keras. ASEAN sudah dua kali tidak mengundang pemimpin Myanmar di konferensi tingkat tinggi (KTT). Myanmar hanya boleh diwakili pejabat setingkat direktur jenderal dalam forum-forum ASEAN.
Indonesia pun secara terbuka menunjukkan kekhawatiran pada perkembangan di Myanmar. Pada KTT ASEAN, November lalu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekhawatiran kekerasan di ASEAN mengganggu kestabilan kawasan.
Hubungan lintas negara
Retno juga membahas penerapan nilai demokrasi dalam hubungan lintas negara. Bagi Indonesia, nilai demokrasi harus menjadi dasar hubungan antarbangsa. Indonesia terus mendorong nilai-nilai demokrasi dalam hubungan antarbangsa. ”Norma internasional serta tata kelola global tak boleh hanya ditentukan oleh segelintir negara,” ujarnya.
Demokrasi tidak hanya perlu disemai di dalam negeri. Nilai demokrasi harus diterapkan dalam hubungan antarnegara. ”Jangan memakai (pendekatan) take it or leave it. (Pendekatan) itu bukan demokrasi,” kata Retno.
Ia meyakini, penerapan demokrasi yang konsisten dalam hubungan antarnegara bisa meredakan ketegangan geopolitik. Penerapan demokrasi di aras hubungan antarnegara, antara lain, dilakukan Indonesia selama menjadi ketua G20. ”Nilai-nilai demokratis, seperti inklusivitas dan dialog, menjadi pegangan Indonesia dalam menjalankan Presidensi G20 sehingga hasilnya baik di tengah tingginya pesimisme pada saat itu,” ujar Retno.
Di kawasan, menurut Retno, prinsip demokrasi dibutuhkan untuk menjaga Asia Tenggara selalu damai dan tanpa konflik. Kedamaian Asia Tenggara akan memungkinkan ASEAN membawa perdamaian ke lingkup lebih luas, yakni Indo-Pasifik.
Menurun
Sementara Guterres menyoroti tren penurunan demokrasi. ”Kita hidup di masa penuh guncangan dan ketegangan. Perpecahan melebar, warga tersakiti, demokrasi menurun, kebebasan warga terpangkas. Kita wajib bertindak,” ujarnya melalui sambungan virtual.
Guterres mengajak warga dunia mempertahankan dan menggairahkan ulang demokrasi. Warga dunia diajak mendorong penghormatan pada hukum dan hak asasi manusia, termasuk hak ekonomi, sosial, politik, dan budaya. ”Kita perlu menjunjung prinsip demokratis seperti insklusivitas dan dialog, yang menjadi acuan dalam memperbarui kesepakatan bersama dan kunci bagi pembangunan berkelanjutan, kedamaian, dan kestabilan,” ujarnya.
Tidak kalah penting, diperlukan solidaritas untuk menghapuskan ketidakadilan dan ketimpangan. Kepemimpinan dan solidaritas global diperlukan untuk memastikan setiap orang mendapat dukungan bagi masa depannya.
Retno juga menyinggung penurunan demokrasi yang disoroti Guterres. Berbagai lembaga independen mencatat penurunan demokrasi. Bahkan, penurunan terjadi pula di negara-negara yang telah menerapkan demokrasi.
Pernyataan Retno selaras dengan kesimpulan Freedom House, salah satu lembaga yang memantau perkembangan demokrasi global. Lembaga itu mencatat Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan penurunan demokrasi terburuk. Kekuatan antidemokrasi di AS semakin gencar melemahkan demokrasi di negara itu.
Kini, poin demokrasi AS sama dengan Panama, Romania, dan Korea Selatan. Nilai AS lebih rendah dibandingkan Jerman dan Inggris. Untuk masalah kebebasan berpendapat, AS lebih rendah dibandingkan, antara lain, dengan Afrika Selatan, India, dan Romania. Kondisi itu ironis karena AS paling getol mengampanyekan demokrasi di negara lain.
Bahkan, pemerintah di berbagai negara bagian AS gencar membuat aturan yang melemahkan demokrasi. Ada aturan yang bisa membatasi hak pilih seseorang hanya karena warna kulitnya.
Freedom House mencatat, tren penurunan demokrasi AS sudah terjadi sejak masa pemerintahan George Bush. Pemerintahan dan legislatif AS saling sandera. Ada pula rekayasa daerah pemilihan demi kemenangan calon tertentu di pemilu. Selain itu, politik AS semakin dipengaruhi kepentingan tertentu. Masalah yang tidak kalah pelik di AS adalah diskriminasi rasial yang masih terus terjadi. Ada pula penyebaran masif informasi palsu.
Pada masa pemerintahan Donald Trump dan Joe Biden, kebebasan di AS menurun, antara lain, karena kampanye antikorupsi yang salah penerapan. Selain itu, ada pula kesewenang-wenangan oleh aparat. Sampai di masa pemerintahan Biden sekalipun, masalah-masalah itu tidak kunjung teratasi. (AFP/REUTERS)