Senjata Asia di Perang Ukraina
Ada ranjau darat buatan Asia Selatan, peluru buatan Asia Timur, serta pesawat nirawak buatan Iran dan Turki di palagan Ukraina.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2F0c4a71a7-9981-40d2-a1e7-f67955c331df_jpg.jpg)
Seorang milisi membawa senapan mesin kaliber .50 Browning di sebuah gudang senjata di bagian selatan Ukraina, Rabu (22/6/2022). Di gudang itu tersimpan pula beberapa ranjau darat buatan sejumlah negara Asia Selatan.
Seperti perang saudara Spanyol 1936, perang Ukraina 2022 juga jadi ladang uji coba sekaligus memacu penjualan senjata. Gudang-gudang senjata pasukan Ukraina tidak hanya berisi Javelin dan Stinger pasokan negara-negara Barat. Di sejumlah gudang ada ranjau darat buatan Asia Selatan dan segera menyusul peluru buatan Asia Timur.
Pada Selasa (6/12/2022), juru bicara Kantor Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Ukraina, Yevgeny Silkin, menyebut, Rusia semakin jarang menggunakan Shaheed. Ia merujuk pada pesawat nirawak berpeledak buatan Iran. Ia menduga ada dua penyebabnya: cuaca dan cadangan.
Pesawat buatan Iran diduganya tidak tahan pada suhu dingin saat salju mulai menutupi sebagian besar wilayah Ukraina dan Rusia. Meski di Iran juga ada salju, kondisi di sana berbeda dengan Rusia-Ukraina. Sejak pertengahan November, sebagian Ukraina dan Rusia sudah tertutup salju hingga 1,5 meter.
Baca juga : Banjir Won dari Palagan Ukraina
Soal cadangan, Silkin menduga Rusia sudah hampir kehabisan pesawat nirawak buatan Iran itu. Beberapa bulan lalu, Kyiv menuding Moskwa mendapat hingga 2.400 pesawat nirawak berpeledak dari Teheran. Pesawat itu sudah berkali-kali dipakai menyerang berbagai penjuru Ukraina. Karena itu, Kyiv menduga cadangan pesawat itu semakin berkurang drastis.
Teheran menyangkal keras tudingan itu. Iran menyebut tudingan itu sebagai informasi palsu yang disebarkan musuh-musuh Teheran. Iran berusaha menjaga jarak dan tidak terlibat dalam perang Ukraina. Meski demikian, berdasarkan puing-puing di berbagai penjuru Ukraina, sulit menyangkal Rusia telah menggunakan senjata buatan Iran. Puing-puing itu menunjukkan berbagai tanda Iran sebagai pembuat pesawat—pesawat tersebut.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2Fd396fc39-ab21-4d87-bde3-790afb523c7d_jpg.jpg)
Danilo (27) memegang senjata antitank di sebuah gudang senjata di Ukraina bagian selatan, Rabu (22/6/2022). Di gudang itu tersimpan pula beberapa ranjau darat buatan sejumlah negara Asia Selatan.
Pesawat-pesawat nirawak yang dinamai Shaheed itu adalah salah satu penanda terbesar persenjataan Asia di perang Ukraina. Sebelum Shaheed, ada Bayraktar TB-2 yang mengangkasa di Ukraina. Lagu berjudul ”Bayraktar” amat populer di Ukraina sejak perang meletus. Lagu itu memuja kehebatan pesawat nirawak buatan Turki tersebut.
Meski melamar ke Uni Eropa dan bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), secara geografis Turki dekat dengan Asia. Turki berbatasan dengan Suriah, Iran, dan Irak. Meski lebih kerap disebut sebagai Timur Tengah, Iran, Irak, dan Suriah jelas digolongkan sebagai negara Asia.
Asia Timur
Pada hari Silkin mengumumkan soal Shaheed, di Polandia juga ada peristiwa terkait senjata Asia dan perang Ukraina. Di Pangkalan Laut Gdynia, Polandia menerima 10 unit pertama tank Black Panther K2 dari Korea Selatan. Warsawa juga menerima 24 meriam K9 Thunder dari Seoul pada hari itu.
Baca juga : Pertarungan dan Adu Pengaruh di Balik Penjualan Senjata Global
”Kecepatan pengiriman ini amat penting di tengah serbuan Rusia dan perang di Ukraina. Inilah masa depan, inilah penguatan keamanan Polandia. Untuk menghentikan agresi, menghentikan musuh, penting bagi tentara untuk memiliki peralatan modern,” kata Presiden Polandia Andrzej Duda kala menyambut kedatangan persenjataan itu.
Polandia merupakan salah satu anggota NATO yang getol memberi persenjataan ke Ukraina. Gara-gara itu, cadangan persenjataan Polandia berkurang drastis. Puluhan meriam dan tank itu bagian dari upaya Polandia mengisi ulang gudang persenjataannya.
Sebagai pengganti, Polandia memesan 980 tank K9 Black Panther, 48 pesawat KF-50, 648 meriam swagerak K9, dan 288 peluncur roket K239 dari Korsel. Dipesan pada Juli lalu, sebagian persenjataan itu diterima Polandia sebelum 2022 berakhir. Hyundai Rotem mematok rata-rata 7,5 juta dollar AS untuk setiap unit K2 yang dijual ke Polandia. Perusahaan itu berjanji mengirimkan 180 unit ke Polandia dalam tiga tahun mendatang.

Tank Black Panther dan meriam swagerak K9 Thunder buatan Korea Selatan tiba di Pangkalan Laut Gdynia, Polandia, Selasa (6/11/2022). Polandia membeli 980 tank serta ratusan meriam dan peluncur roket dari Korea Selatan.
Sejauh ini belum ada informasi Polandia membeli amunisi pula dari Korsel. Justru Ukraina akan menerima 100.000 butir peluru artileri buatan Korsel. Pada awal November 2022, pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengungkap rencana pembelian 100.000 butir peluru artileri dari Korsel. Dalam pernyataan pada Jumat (11/11/2022), Kementerian Pertahanan Korsel membenarkan hal itu. Oleh AS, peluru-peluru itu akan dikirimkan ke Ukraina.
Kemenhan Korsel berkeras Seoul tak akan mengirim senjata ke Ukraina. Seoul berpendapat, pengguna 100.000 butir peluru itu adalah Washington. Terserah Washington akan menggunakannya dengan cara apa.
Amunisi artileri bukan satu-satunya peralatan perang Korsel di perang Ukraina. Sejak perang meletus, Seoul telah mengirimkan ribuan helm dan rompi antipeluru. Pengiriman itu wujud solidaritas Korsel sekaligus kepatuhan pada keputusan tidak mengirimkan senjata mematikan kepada pihak lain.
Baca juga : Senjata untuk Ukraina, Rumit sejak Pangkal
Keputusan sejenis dibuat Jepang. Sejak perang meletus, Jepang telah mengirimkan 40 pesawat nirawak untuk pengintai, 1.900 rompi antipeluru, dan 6.900 helm antipeluru. Tokyo juga memberikan seragam, telepon satelit, teropong, tenda, hingga baju anti-serangan kimia-biologi. Jepang mengirimkan 110.000 paket ransum darurat dari cadangan persiapan bencana mereka.
Jepang menerima surat dari Ukraina pada awal Maret 2022. Seperti kepada negara lain, termasuk Indonesia, Ukraina meminta Jepang mengirimkan senjata untuk melawan Rusia. Seperti juga Indonesia, Jepang tidak mungkin mengabulkan permintaan itu. Konstitusi dan aneka peraturan Jepang melarang Tokyo melakukan itu. Kemenhan dan markas besar Pasukan Bela Diri Jepang harus memeriksa berbagai aturan sebelum akhirnya memutuskan mengirimkan selain senjata.
Tidak diakui
Meski tidak mengirim senjata, setidaknya Korsel dan Jepang mengakui memasok pasukan Ukraina. Sementara Bangladesh, Iran, India, dan Pakistan tidak pernah mengakui pasokan senjata ke Ukraina. Padahal, di sejumlah gudang senjata Ukraina ada ranjau darat dengan tulisan ”Bangladesh”, ”India”, ”Pakistan”. Tulisan itu berwarna kuning di ranjau darat berwarna hijau. Ranjau-ranjau itu disusun di antara peluru yang di petinya ada tulisan nama negara-negara Eropa.

kawanan burung terbang di atas langit ibu kota Ukraina, Kyiv, Selasa (6/12/2022) petang. Musim dingin telah membuat suhu di banyak kota di Ukraina menurun drastis di tengah perang yang belum kunjung usai.
Dhaka, New Delhi, dan Islamabad tidak pernah berkomentar soal pasokan senjata ke Kyiv. Sementara pasukan Ukraina tidak pernah mau menyebut dari mana sumber ranjau-ranjau itu. ”Kami mendapat kiriman dari teman di banyak negara,” kata seorang komandan milisi yang ditemui di palagan selatan Ukraina.
Bersama sejumlah bawahannya, komandan itu menunjukkan ranjau-ranjau buatan Asia Selatan. Ia juga menunjukkan peluru-peluru buatan Swiss, Ceko, Polandia, dan tentu saja Ukraina. Komandan itu tidak menjawab hubungan keberadaan aneka persenjataan dari sejumlah negara dengan sindikat perdagangan senjata ilegal di Ukraina. Sejak 2014, sejumlah pihak mendesak perhatian pada perdagangan senjata ilegal di sana.
Peneliti Program Pertahanan Konvensional Stimson Center, Elias Yousif, mengatakan, Ukraina punya sejarah panjang penyelundupan senjata. Pada 1991-1998, persenjataan senilai 32 miliar dollar AS hilang dari Ukraina. Sebagian besar persenjataan itu warisan Uni Soviet. Sebagian persenjataan dari Ukraina dipakai dalam perang di Liberia, Afghanistan, Libya, hingga Suriah. ”Jaringan penjahat Ukraina kaya raya dari penyelundupan senjata,” katanya.
Sementara pada 2013-2015, setidaknya 300.000 senjata ringan standar militer di Ukraina hilang atau tidak terlacak keberadaannya. Ada pula rudal panggul dan aneka senjata menengah yang hilang begitu masuk Ukraina. Belakangan, sebagian persenjataan itu dipakai untuk menyasar aset-aset milik AS dan sekutu serta mitranya yang memasok persenjataan ke Ukraina.
Sejak Rusia menduduki Semenanjung Crimea pada 2014, AS dan sekutu serta mitranya mulai gencar mempersenjatai Ukraina. Sayangnya, kendali atas distribusi persenjataan itu tidak jelas. Dalam pernyataan pada pertengahan Juli 2022, Inspektorat Jenderal Departemen Pertahanan AS merekomendasikan pembentukan badan khusus untuk mengawasi pasokan persenjataan ke Ukraina. Sebagai pemasok terbesar, Washington berkepentingan memastikan setiap senjata terawasi. (AFP/REUTERS)