Paul J Davies, kolumnis Bloomberg, menyebutkan, keberadaan utang-utang tersembunyi tersebut merupakan bom waktu. Utang tersembunyi itu membuat para penyusun kebijakan sulit mengantisipasi krisis keuangan berikutnya.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
AP/RODRIGO ABD
Seorang perempuan meneriakkan yel-yel anti-pemerintah sambil memegang payung di tengah kepulan asap tebal dalam unjuk rasa di Buenos Aires, Argentina, 10 Maret 2022. Unjuk rasa tersebut digelar untuk memprotes kesepakatan antara Pemerintah Argentina dan Dana Moneter Internasional (IMF) guna membayar utang sekitar 45 miliar dollar AS.
Di seluruh dunia kini ada utang tersembunyi lebih dari 80 triliun dollar AS. Sebagian besar utang tersebut berjangka pendek, yakni kurang dari setahun. Keberadaan utang tersembunyi ini berpotensi merapuhkan sektor keuangan global karena melanggar rambu-rambu keamanan keuangan. Kenaikan suku bunga dollar AS menambah kerawanan daya bayar pemilik utang-utang tersebut.
Demikian peringatan yang disampaikan Bank for International Settlement (BIS) dalam laporan berjudul ”Dollar debt in FX swaps and forwards: huge, missing and growing”, 5 Desember 2022.
Dikatakan tersembunyi karena utang tersebut berbentuk FX swaps/forwards and currency swaps dan datanya tak terlacak. Sebagai contoh, sebuah lembaga pensiunan Belanda meminjam dalam denominasi dollar AS, lalu mengucurkan dana dalam denominasi euro. Pembayaran atas utang tersebut harus dalam denominasi dollar AS, sementara penerimaannya dalam denominasi euro. Uniknya, meminjam dalam dollar AS dan pengucuran dalam euro ini tidak tercatat dalam neraca keuangan.
Jumlah utang jenis ini melampaui kombinasi utang dalam bentuk obligasi Pemerintah AS serta repo and commercial paper.
Bagian dari utang 80 triliun dollar AS yang tersembunyi itu dimiliki lembaga keuangan nonbank di luar AS sebesar 26 triliun dollar AS. Utang ini juga tersembunyi dari neraca keuangan dan jumlahnya dua kali dari jumlah utang yang tercatat resmi dalam neraca.
Bagian lain dari utang tersembunyi tersebut juga dipegang perbankan di luar AS sebesar 39 triliun AS. Jumlah utang kategori ini juga dua kali dari jumlah utang yang tercatat resmi serta lebih 10 kali dari jumlah modal bank non-AS tersebut. Sisa utang tersembunyi itu dipegang lembaga bank dan nonbank AS.
AFP/GETTY IMAGES/DREW ANGERER
Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell berbicara dengan Gubernur Bank Sentral Inggris Andrew Bailey (kanan) dalam pertemuan International Monetary and Financial Committee (IMFC) pada rangkaian pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di kantor pusat IMF di Washington DC, AS, 14 Oktober 2022.
Posisi utang tersembunyi tersebut sudah melanggar rambu-rambu keamanan sektor keuangan. BIS menyatakan, ketiadaan informasi lengkap tentang utang tersembunyi itu membuat para penyusun kebijakan sulit mengantisipasi krisis keuangan berikutnya.
Keberadaan utang-utang serupa itu mencuat pada krisis keuangan 2008 dan masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Sejumlah bank sentral terpaksa menyuntikkan dana untuk menolong para pengutang. Akan tetapi, menurut para peneliti BIS (Claudio Borio, Robert McCauley, dan Patrick McGuire), dengan jumlah utang tersembunyi yang meningkat dan besar sekarang ini, para pembuat kebijakan tidak bisa menentukan arah dan langkah,
Posisi utang tersembunyi tersebut sudah melanggar rambu-rambu keamanan sektor keuangan.
”Bahkan para analis mungkin tidak paham keberadaan utang-utang yang tidak tercatat dalam neraca keuangan tersebut,” lanjut para peneliti BIS itu.
Claudio Borio dari Departemen Moneter dan Ekonomi BIS mengingatkan kompleksitas dari utang tinggi tersebut. Ia juga menyinggung tentang betapa rawannya para pengutang terhadap kenaikan suku bunga dollar AS dan kenaikan kurs dollar AS. Kenaikan suku bunga dollar AS serta apresiasi dollar AS sudah pasti menaikkan utang jika dihitung dalam denominasi nondollar AS.
Bom waktu
Paul J Davies, kolumnis Bloomberg, menyebutkan, keberadaan utang-utang tersembunyi tersebut merupakan bom waktu.
BIS menuliskan, utang lembaga bank dan nonbank di luar AS ini layak mendapatkan perhatian karena memiliki akses terbatas terhadap fasilitas diskonto dari bank sentral AS, Fed, atau fasilitas untuk mendapatkan kurs dollar berharga diskonto. Pada Maret 2020, saat awal pandemi, Fed menyalurkan dollar AS ke sejumlah bank sentral di dunia.
REUTERS/CHRIS WATTIE
Pengendara sepeda melewati gedung bank sentral AS, Federal Reserve, di Washington DC, AS, 22 Agustus 2018.
Namun, tidak jelas apakah fasilitas serupa akan berlaku untuk potensi ledakan utang berikutnya. Walaupun fasilitas serupa akan ada, menurut BIS, persoalannya adalah ketidakjelasan lokasi negara pemilik utang tersembunyi tersebut. Sejauh ini secara geografis sulit melacak domisili para pengutang tersembunyi itu.
Induk segala krisis
Senada dengan itu, ekonom AS, Nouriel Roubini, kembali menuliskan di situs Project Syndicate pada 2 Desember 2022 bahwa dunia segera menghadapi krisis utang disertai stagflasi. Hal itu dia sebut sebagai induk dari segala krisis.
Roubini tidak hanya melihat tumpukan utang swasta, tetapi juga utang pemerintah dan individu. Utang-utang ini dipicu suku bunga murah dan stimulus pada era Covid.
Secara global, utang swasta dan utang publik mencapai 200 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 1999. Namun, porsi utang itu telah meningkat menjadi 350 persen terhadap PDB pada 2021. Bahkan, di AS, kombinasi utang telah mencapai 420 persen terhadap PDB, melampaui posisi utang pada era Malaise (1929) dan juga melampaui segala utang setelah Perang Dunia II.
Senada dengan Davies, Roubini juga mengingatkan perihal bom waktu utang yang tidak saja akan menerpa pihak swasta. Roubini tidak meragukan akan adanya ledakan rasio utang yang sifatnya memang tidak berkelanjutan. Situasi itu menyiratkan bahwa banyak peminjam adalah zombi yang bangkrut dan selama ini ditopang dengan utang berbunga rendah. (REUTERS)