OPEC+ Sepakat Kurangi Produksi Minyak gara-gara Sanksi terhadap Rusia
Sanksi Uni Eropa dan G7 atas minyak Rusia resmi berlaku. Negara-negara penghasil minyak pun sepakat mengurangi kapasitas produksi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/VLADIMIR SIMICEK
Perwakilan 13 anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melakukan jumpa pers di kantor pusat OPEC di Vienna, Austria, Senin (5/10/2022).
MOSKWA, SENIN — Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC bersama negara-negara mitra menyetujui pemangkasan produksi minyak hingga akhir tahun 2023. Langkah ini dilalukan karena merosotnya harga minyak dunia, terutama setelah sanksi dari Uni Eropa, tujuh negara terkaya di dunia atau G7, dan Australia berlaku per Senin (5/12/2022).
OPEC yang terdiri dari 13 negara anggota dan ditambah 10 negara mitra yang mencakup Rusia melakukan rapat daring, Minggu (4/12/2022). Mereka memantapkan keputusan mengurangi produksi minyak. Artinya, setiap anggota dan mitra hanya memproduksi 2 juta barel per hari hingga akhir tahun 2023.
“Keputusan ini murni berdasarkan keadaan pasar yang terus kami pantau perubahannya. Ini langkah berat yang harus diambil demi menjaga kestabilan harga minyak,” kata Menteri Energi Aljazair Mohamed Arkab. Aljazair adalah salah satu anggota OPEC dengan produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari, jauh di bawah angka pemangkasan.
Sebenarnya, penurunan produksi ini sudah dibahas sejak Oktober. Alasannya, negara-negara Barat bersama sekutu mereka memukul Rusia dengan berbagai sanksi ekonomi. Ketika keputusan pemangkasan itu diumumkan, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengutarakan kemarahan terhadap Arab Saudi yang merupakan sahabat AS. Biden mengancam Arab Saudi akan menerima akibat dari perbuatan ini.
Analis senior untuk firma ABN AMRO, Han van Cleef, mengatakan tidak terkejut dengan pengumuman pemangkasan produksi minyak. Menurut dia, hal itu sudah bisa diduga mengingat harga minyak Brent yang menjadi acuan dunia turun 6 persen menjadi 80 dollar AS per barel. “Berbagai sanksi ini membuat dunia terbelah karena mereka membutuhkan minyak Rusia, tetapi di saat yang sama tidak mau ikut ‘dihukum’ oleh Barat,” tuturnya.
Awalnya, ketika OPEC+ memutuskan mengurangi produksi pada Oktober, para pakar ekonomi memperkirakan harga minyak akan melambung. Ternyata perkiraan ini keliru karena harga minyak justru jatuh. Surat kabar The Washington Post mengemukakan beberapa alasan, yaitu permintaan minyak justru bertambah sehingga harga menurun, kenaikan suku bunga di AS, dan kilang-kilang minyak di AS yang selama pandemi mengurangi produksi sekarang kembali aktif. Sebagai gambaran, harga minyak per galon di AS pada Juni 2021 adalah 5 dollar AS. Pada Desember 2022, harganya hanya 3,41 dollar AS per galon.
Tambang minyak lepas pantai yang dioperasikan perusahaan Lukoi Oil dari Rusia terletak di ladang minyak Korchagina di Laut Kaspia. Foto diambil pada 17 Oktober 2018.
Sanksi UE, G7, dan Australia resmi berlaku pada Senin. Mereka menetapkan harga tertinggi untuk minyak Rusia ialah 60 dollar AS per barel. Adanya sanksi itu berarti negara-negara lain boleh menerima pengiriman minyak Rusia yang diangkut oleh kapal-kapal Eropa maupun G7 selama mereka membeli sesuai harga tersebut.
Sanksi ini bertujuan mengurangi pendapatan Rusia dari minyak. Apalagi, dua pertiga minyak Rusia sebelum terjadi konflik dengan Ukraina dibeli oleh negara-negara Eropa. Akibat sanksi, Rusia menurunkan harga minyak menjadi 67 dollar AS per barel sejak pertengahan tahun 2022. Sejumlah pakar ekonomi global berpendapat, sanksi terbaru ini tidak terlalu berpengaruh karena Rusia telah memotong sendiri harga minyak mereka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam keterangan pers mengatakan, pemberian sanksi ini kurang ketat. Menurut dia, akan lebih baik jika harga maksimal minyak Rusia adalah 30 dollar AS per barel. Harga ini baru bisa memastikan Rusia tidak akan mengeruk untung dari penjualan minyak sehingga tidak akan bisa membiayai peperangan di Ukraina.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak menolak sanksi UE dan G7 itu. ”Rusia akan mencari negara-negara yang mampu membeli minyak kami sesuai harga pasar, walaupun itu berarti Rusia harus mengurangi produksi,” ujarnya. Dilansir dari kantor berita RIA Novosti, China melalui pernyataan pers Kementerian Luar Negeri mengatakan tetap akan membeli minyak dari Rusia. (AFP/REUTERS)