Dilema Rakyat Taiwan, antara Kestabilan dan Kemerdekaan
Masyarakat Taiwan menginginkan suasana negara yang stabil. Mereka tidak mau hidup di dalam situasi yang tegang dan mengganggu perekonomian.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
AFP/SAM YEH
Para pendukung oposisi utama, Kuomintang (KMT) dan kandidat Chiang Wan-an (tidak terlihat) mengikuti kampanye pemilihan wali kota di Taipei, Taiwan, 26 November 2022.
Pemilihan umum kepala daerah dan legislatif di Taiwan pekan lalu setidaknya bisa menjadi cerminan pemilu presiden dua tahun mendatang. Partai Progresif Demokrat atau DPP harus menelan kekalahan, meskipun saat ini mereka menguasai pemerintah pusat. Mayoritas kursi dimenangi oleh Kuomintang atau KMT.
Selama ini, dunia internasional mengira persoalan pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) Taiwan sangat dipengaruhi oleh isu kemerdekaan. Narasi ini keras digaungkan oleh DPP yang selalu mengatakan bahwa suatu saat Taiwan akan menjadi negara tersendiri. Bukan bagian dari China, seperti yang tertera di dalam Prinsip Satu China.
Namun, isu di akar rumput bisa dibilang lebih kompleks sekaligus lebih pragmatis. Memang, di satu sisi ada kekhawatiran apabila Taiwan semakin ngotot dengan narasi kemerdekaan, China juga semakin intrusif di Selat Taiwan. Selain itu, juga ada kejenuhan warga dengan sistem politik dwipartai yang membuat mereka hanya bisa mencoblos salah satu atau menjadi 'golongan putih' sekalian.
"Saya mencoblos 'biru' (KMT) bukan karena saya mendukung mereka. Tetapi, di kota tempat saya tinggal 'hijau' (DPP) tidak punya program kerja sama sekali," kata CJ Wu, tenaga pendidikan di Taichung, Taiwan, ketika dihubungi, Kamis (1/12/2022).
Wu mengaku tidak tertarik pada politik. Ia memilih pemimpin karena mementingkan kestabilan di negara maupun di daerah. Bahkan, pada dua pilpres sebelumnya, ia mencoblos hijau yang berhasil membawa Tsai Ing-wen ke kursi kepresidenan.
AFP/SAM YEH
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen (tengah) meninggalkan tempat pemungutan suara setelah menggunakan hak pilihnya dalam pemilu wali kota di New Taipei City, Taiwan, 26 November 2022.
Ketika itu, kenang Wu, ia sudah jenuh dengan kepemimpinan Presiden Ma Ying-jiu dari KMT yang memenangi pilpres 2008 dan 2012. Kelakuan politikus KMT di parlemen dan di pemerintah daerah, menurut dia, tidak membawa kemajuan apapun.
Kehadiran DPP yang dipimpin Tsai Ing-wen setidaknya membawa angin segar. KMT dikenal lebih adem terhadap China. Mereka tidak menginginkan bergabung kembali dengan China, tetapi juga tidak gencar menginginkan kemerdekaan. Bagi KMT, yang penting hubungan China-Taiwan stabil sehingga perekonomian lancar. Apalagi, China adalah pasar terbesar produk-produk Taiwan.
Ada kekhawatiran apabila Taiwan semakin ngotot dengan narasi kemerdekaan, China juga semakin intrusif di Selat Taiwan.
Kampanye pilpres DPP saat itu menjanjikan membuka kesempatan bagi produk-produk Taiwan untuk merambah dunia sehingga tidak tergantung pasar China. Bagi Wu yang berasal dari keluarga pengusaha kecil, janji itu menarik.
"Saya membayangkan produk Taiwan ada di mana-mana. Ini kan sama dengan pengakuan global, makanya saya mencoblos 'hijau'," ujarnya.
Kemajuan jadi ukuran
Setelah mengalami dua periode pemerintahan DPP, Wu menilai, ternyata tidak ada kemajuan bermakna. Bahkan, banyak politikus 'hijau' bersikap defensif ketika kebijakan pemerintah dikritik. Mereka juga memiliki pasukan pendengung (buzzer) yang agresif di internet. Hal ini membuat Wu tidak simpatik kepada partai yang dipilihnya itu.
Apalagi, lanjut Wu, dalam kampanye pileg dan pilkada 2022 ia menilai politikus DPP terlalu angkuh. "Mereka tidak punya program kerja karena yakin akan dipilih warga. Partai 'biru' saya punya, walaupun tidak bagus-bagus amat," kata Wu yang menekankan bahwa ia mencoblos demi memenuhi hak demokrasinya.
KOMPAS
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mundur dari jabatannya sebagai Ketua Democratic Progressive Party (DPP), setelah partainya kalah dalam pemilu pada Sabtu (26/11/2022). Meski mundur, Tsai tetap menjabat sebagai presiden.
Donny Lin, seorang mahasiswa pascasarjana di Taipei juga mencoblos KMT. Ia menyebut alasannya murni sebagai protes terhadap kebijakan DPP. "Mau bagaimana lagi? Kami cuma punya dua partai politik," tuturnya.
Lin yang berusia pertengahan 30-an tahun mengungkapkan, di keluarganya, anggota berumur 18-30 tahun justru menolak mencoblos. Mereka marah dengan rencana pemerintah meningkatkan masa wajib militer dari empat bulan menjadi 12 bulan.
Alasan rencana pemerintah itu ialah meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan. DPP yang mengobarkan rencana memerdekakan diri membuat Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) semakin sering menggelar latihan militer di Selat Taiwan maupun wilayah pertahanan udara Taiwan. Berbagai analisis negara-negara Barat bahkan menyebut China memiliki kekuatan menginvasi Taiwan per tahun 2027.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden bertemu Presiden China Xi Jinping di Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali. Biden mengatakan, tidak ada tanda-tanda China akan menginvasi Taiwan dan AS tetap berpegang pada prinsip Satu China. Meskipun begitu, rakyat Taiwan masih ketar-ketir.
Apalagi, China juga memblokir 100 komoditas pertanian Taiwan dengan berbagai alasan. "Bukannya saya tidak ingin menjadi warga negara yang merdeka, tetapi kelihatannya lebih banyak dampak negatifnya sampai ke kehidupan pribadi. Saya ingin situasi kembali stabil," tutur Lin.
AFP/SAM YEH
Foto yang diambil pada 23 November 2022 ini memperlihatkan kandidat Wali Kota Taipei, Huang Shan-shan (tengah), berpose dengan apa yang disebut sebagai keranjang "buah keberuntungan", yang diterima oleh para pendukungnya, dalam kampanye pilkada di Pasar Huannan, Taipei, Taiwan.
Adapun Huang Hsiao Ming dari Tainan lebih pragmatis. Ia mencoblos DPP karena sepak terjang partai itu di wilayahnya lebih baik dibandingkan KMT. "Di pileg dan pilkada kali ini saya menutup mata dari isu nasional. Saya cuma berpikir soal kebijakan pemerintah di kota Tainan. Kebetulan, selama ini DPP lebih lumayan," ujarnya.
Kunjungan ke Taiwan
Sementara itu, dilansir media Deutsche Welle, delegasi anggota parlemen dari Inggris tengah berkunjung ke Taiwan dengan dipimpin oleh Alice Kearns. Ia adalah Ketua Komisi Hubungan Internasional Parlemen Inggris. Menurut Kearns, mereka bertemu dengan Presiden Tsai Ing-wen untuk membicarakan kerja sama pertahanan.
"Taiwan tidak sendirian. Taiwan punya teman. Diskusi lebih berat kepada kerja sama pertahanan siber, tetapi disinggung juga mengenai kerja sama militer," kata Kearns.
Mulai hari Minggu (4/12/2022), enam anggota parlemen Australia juga akan memulai lawatan lima hari ke Taiwan. Mereka terdiri antara lain dari politisi partai Liberal Nasional (LNP) dan Buruh. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, yang juga Ketua Partai Buruh, menyatakan dirinya tidak ikut dalam lawatan itu.
Salah seorang anggota rombongan, Scott Buchholz, menyebut Canberra tetap mengakui China. Canberra perlu menjalin hubungan baik dengan Beijing maupun Taipei. “Berteman dengan Taiwan tidak berarti tidak bisa berteman dengan China,” kata politisi LNP itu, sebagaimana dikutip Weekend Australia.
Tsai berterima kasih kepada negara-negara yang mendukung demokrasi di Taiwan. Ia menuturkan, penting untuk meningkatkan kemampuan Taiwan mempertahankan dan membela diri. Akan tetapi, tampaknya harus ada cara menjembatani semangat perjuangan ini dengan kemauan dan harapan rakyat. (RAZ)