Rusia akhirnya membuka keran untuk ekspor pupuk. Ada 262.000 ton pupuk yang tertahan di berbagai gudang di Eropa gara-gara sanksi ekonomi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MOSKWA, RABU – Rusia akan membuka keran ekspor pupuk ke semua mitra di dunia tanpa pengecualian. Hal itu demi memastikan suplai pupuk global kembali normal sehingga krisis pangan bisa dilalui secara bertahap. Hanya, ekspor ini memiliki satu persyaratan, yaitu proses jual-beli harus memakai mata uang China, yuan.
Rencana itu diumumkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin pada Rabu (23/11/2022) siang waktu setempat. Ia menerima Ketua Komisi Produksi dan Perdagangan Pupuk Mineral dari Perhimpunan Industrialis dan Pengusaha Pupuk Rusia (RSPP) Dmitry Mazepin. Selain pengurus RSPP, Mazepin juga merupakan pemilik dari Uralchem, pabrik pupuk terbesar di Rusia.
“Kami siap bekerja sama dengan semua mitra global tanpa kecuali,” kata Putin, dikutip kantor berita Rusia, TASS.
Ia melanjutkan bahwa sejatinya tidak ada masalah dengan produksi pupuk dari negara tersebut. Kendala ada di proses ekspor dan distribusi karena Rusia dan banyak pengusahanya terkena sanksi ekonomi dari negara-negara Barat lantaran menyerang Ukraina sejak Februari 2022. Akibatnya, Rusia “diusir” dari jaringan perbankan global serta tidak bisa bertransaksi dengan menggunakan euro maupun dollar AS.
“Halangan yang ada semuanya sintetis—buatan—karena keputusan negara-negara tertentu,” ujar Putin.
Total ada 262.000 ton pupuk buatan Rusia yang mengendap di gudang-gudang di berbagai penjuru Eropa karena tidak bisa dikirim keluar benua tersebut.
Pembukaan kembali keran ekspor itu merupakan salah satu topik pembicaraan di Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua pada 15-16 November. Permintaan itu atas desakan Program Pangan Dunia (WFP) dan Uni Afrika karena negara-negara di Afrika yang paling terdampak oleh terhentinya ekspor gandum dan pupuk akibat perang Rusia-Ukraina.
Rusia merupakan pengekspor terbesar bahan-bahan baku pupuk mineral. Negara ini mengekspor 22 persen amonia global, 14 persen amonium fosfat, dan 14 persen ureum. Apabila digabung dengan Belarus, yang sama-sama dijatuhi sanksi Barat karena mendukung invasi ke Ukraina, ekspor pupuk mereka mencapai 40 persen dari total kebutuhan dunia.
“Meskipun begitu, kami mendorong agar negara-negara anggota Uni Afrika berdikari dan membangun infrastruktur untuk memproduksi pupuk sendiri,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam jumpa pers seusai KTT G20. Perancis menyumbang dana 75 juta euro untuk membantu negara-negara berkembang mengimpor maupun membuat pupuk sendiri.
Memakai yuan
Kepada kantor berita Interfax, Mazepin menerangkan bahwa negara-negara berkembang akan membayar pembelian pupuk Rusia ini dengan menggunakan mata uang yuan dari China. Hal ini karena Rusia tidak bisa mengakses bank maupun valuta asing euro dan dollar AS. Para pengusaha Rusia, termasuk Mazepin, juga dijatuhi sanksi oleh Barat walaupun perusahaan Uralchem tidak tekena sanksi.
“Negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sudah memakai yuan untuk transaksi karena likuiditasnya tinggi. Rencananya, kami membangun kondisi agar transaksi bisa dilakukan dengan memakai rubel,” ujar Mazepin.
India merupakan penikmat utama impor pupuk dari Rusia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan India, untuk tahun keuangan 2022-2023, pupuk Rusia menempati peringkat satu di negara tersebut atau seperlima dari kuota pupuk nasional. Pada triwulan pertama 2022, India mengimpor 2,15 juta ton pupuk Rusia.
Seorang pejabat pemerintah yang dirahasiakan identitasnya membocorkan kepada kantor berita Reuters bahwa India membeli dengan harga lebih murah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Sebagai sahabat Rusia dan anggota BRICS, India membeli pupuk seharga 920-925 dollar AS per ton. Adapun negara-negara lain membeli seharga 1.000 dollar AS per ton.
Sementara itu, di Eropa, Parlemen Eropa menyatakan Rusia adalah negara pelaku terorisme. Pernyataan itu disambut dengan baik Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang mengatakan bahwa Rusia harus sebisa mungkin dikucilkan dari relasi global.
Keluarnya pernyataan Parlemen Eropa ini simbolik karena mereka sejatinya tidak memiliki kewenangan membuat peraturan berbasis hukum. Parlemen Eropa mendorong agar 27 negara anggota Uni Eropa mau mengadopsi pernyataan tersebut dan menurunkannya ke hukum nasional masing-masing. (AFP/Reuters)