Raja diusulkan menetapkan keadaan darurat dan mengambil alih kendali pemerintahan. Raja dapat juga menunjuk perdana menteri tanpa harus memenuhi kriteria selama ini.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, RABU — Petinggi partai-partai yang mengaku memperjuangkan etnis Melayu dituding mengabaikan Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI. Raja diusulkan mengambil alih sementara kendali pemerintahan.
Tudingan itu dilontarkan mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) Annuar Musa. Annuar menyoroti sikap Ketua Perikatan Nasional Muhyiddin Yassin dan keputusan Majelis Tertinggi Barisan Nasional. ”Mereka (BN) menyulitkan Baginda,” ujarnya, Rabu (23/11/2022), di Kuala Lumpur sebagaimana dikutip HarianMetro dan Berita Harian.
Raja telah memanggil Muhyiddin ke Istana Negara pada Selasa sore. Sementara BN dipanggil pada Rabu ini. Muhyiddin dipanggil bersama Ketua Pakatan Harapan Anwar Ibrahim. Kepada Anwar dan Muhyiddin, Raja meminta pembentukan pemerintahan gabungan PH-PN. Muhyiddin, yang juga Ketua Umum Partai Pribumi Bersatu Malaysia, menolak permintaan itu.
Sementara dalam rapat Majelis Tertinggi BN pada Selasa malam diputuskan, BN memohon penundaan bertemu Raja. Sedianya, 30 anggota parlemen dari BN dipanggil bergantian ke Istana mulai pukul 10.00 waktu setempat. Hingga pukul 11.00 waktu Kuala Lumpur, belum satu pun petinggi dan anggota parlemen koalisi yang dimotori UMNO itu muncul di Istana. ”Seharusnya BN tidak menyulitkan Yang Dipertuan Agung melaksanakan tugasnya,” kata Annuar.
Annuar menuding ada pihak tertentu mencoba merintangi BN memenuhi panggilan Raja. Permohonan penundaan pertemuan membuat Raja dalam posisi sulit. Jika mengabulkan, Raja bisa dianggap bersekongkol dengan pihak tertentu untuk menunda pembentukan pemerintahan. ”Padahal, jelas Baginda mau sebaliknya (pemerintah segera dibentuk),” ujarnya.
Hal yang jelas, menurut Annuar, kini BN tengah menghancurkan diri sendiri. BN dipandang sebagai kumpulan politisi yang tidak peduli pada kepentingan rakyat. BN juga dianggap mengabaikan Raja sebagai sosok yang paling dihormati di Malaysia. ”Jangan biarkan partai dirusak oleh ulah orang tertentu,” katanya.
Solusi darurat
Sejak pemungutan suara selesai pada Sabtu (19/11), Raja berusaha mencari solusi kebuntuan politik. Rabu ini, Raja tidak hanya memanggil anggota parlemen dari BN. Raja juga meminta 29 anggota parlemen dari partai-partai Sabah-Serawak menghadap ke Istana. Belum diketahui kapan 29 politisi itu akan ke Istana.
Tokoh UMNO, Tengku Razaleigh Hamzah, mengusulkan Raja menetapkan keadaan darurat dan mengambil alih pemerintah. Menurut Pangeran Kesultanan Kelantan itu, konstitusi Malaysia memberikan kewenangan tersebut pada Raja. ”Tergantung kebijakan Baginda akan berapa lama keadaan darurat dan mengendalikan langsung pemerintahan,” ujarnya.
Pakar hukum Malaysia Mujibu Abdul Muis menyebut, kondisi sekarang memang dapat saja dianggap keadaan darurat. Sebab, pemerintahan definitif tidak jelas kapan akan dibentuk. ”Sampai kapan kita harus menunggu? Ini soal nasib semua orang Malaysia,” katanya.
Pemerintahan harus segera dibentuk karena rencana kerja 2023 harus segera diselesaikan. ”Anggaran belanja, rencana kerja, dan berbagai hal terkait nasib Malaysia harus diputuskan Desember ini. Harus ada terobosan untuk mengatasi kebuntuan ini,” ujarnya.
Mujibu mengusulkan Raja menggunakan kewenangan yang sudah dijamin konstitusi soal penunjukan perdana menteri. ”Panggil semua pimpinan utama, berikan perintah siapa yang jadi PM. Dulu Thailand pernah melakukan itu,” ucapnya.
Dosen Fakultas Hukum University Malaya, Magesan R Ayaloo, mengatakan, sebenarnya tidak ada panduan spesifik di konstitusi soal penunjukkan PM. Konstitusi hanya menyebut Raja dapat menunjuk anggota parlemen yang dinilai bisa meraih dukungan terbanyak. ”Jadi, bisa saja Baginda menunjuk PM yang membentuk pemerintahan minoritas. Setelah itu, PM dibiarkan menguji kemampuannya (menggalang dukungan) di parlemen,” ujarnya kepada The Star.
Praktik itu dilakukan di sejumlah negara penerap sistem parlementer. Oleh karena itu, Malaysia bisa saja menerapkan praktik tersebut untuk mengatasi kebuntuan politik selepas pemilu.
Pakar hukum lainnya, Abdullah Abdul Azhar, sepakat pemerintahan minoritas bisa dibentuk. Raja bisa melantik pimpinan partai atau koalisi mana pun yang punya kursi terbanyak saat ini.
Selepas pemilu 2022, PH mendapatkan 82 kursi dan PN 73 kursi. Adapun BN meraih 30 kursi dan Gabungan Partai Serawak (GPS) 23 kursi. Sementara Gabungan Rakyat Sabah (GRS) meraih 6 kursi. Sisanya dikuasai partai lain dan calon perseorangan.
Di tingkat partai, Partai Aislam Se-Malaysia (PAS) meraih kursi terbanyak, yakni 49. PAS disusul Partai Aliansi Demokratik (DAP) dengan 40 kursi. Untuk pertama kali dalam beberapa pemilu terakhir, PAS meraih lebih banyak dibandingkan dengan DAP. Kursi DAP termasuk dalam 82 yang diperoleh PH, sementara kursi PAS termasuk 73 yang diraih PN.