Spirit Kolaborasi G20 Runtuhkan Ego dan Sekat
Di tengah tepuk riuh dan apresiasi pada Presidensi G20 Indonesia, Deklarasi Bali lahir tidak dengan cara yang mudah. Tanggung jawab pada dunia memupus ego dan rivalitas.

Presiden Joko Widodo menyerahkan Presidensi G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi ditandai dengan penyerahan palu pimpinan sidang pada penutupan KTT G20, Rabu (16/11/2022), di Nusa Dua, Bali.
Senin (14/11/2022) malam adalah malam ketika para negosiator dapat bernapas lega, sekaligus diliputi kecemasan. Sekitar pukul 20.00, naskah akhir deklarasi memang telah disepakati di tingkat serpa. ”Walaupun begitu, delegasi Indonesia masih tegang karena belum tentu naskah disetujui di tingkat kepala negara dan pemerintahan. Perkembangan baru bisa terus terjadi,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi kepada Kompas dalam sebuah wawancara khusus, Sabtu (19/11).
Baca Juga: Kesuksesan KTT G20 Lebihi Perkiraan
Benar saja, setelah sempat berdebat hangat pada sesi pertama, pasca-KTT dibuka Presiden Joko Widodo, Selasa (15/11) pagi, menjelang tengah malam dunia dihebohkan dengan berita tentang ”insiden ledakan” di perbatasan Polandia-Ukraina. Pada Rabu (16/11) pagi, para wartawan peliput KTT G20 saling bertukar informasi karena anggota G7, NATO, dan Uni Eropa menggelar pertemuan darurat di Bali.
Semua menunggu, apa yang akan menjadi pernyataan dan tindak lanjut dari insiden itu. Suasana yang sempat ”tegang” akhirnya mengendur.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden (tengah) bersama Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, PM Kanada Justin Trudeau, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Perancis Emmanuel Macron, PM Italia Giorgia Meloni, PM Jepang Fumio Kishida, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel, PM Spanyol Pedro Sanchez, dan PM Belanda Mark Rutte, Rabu (16/11/2022), menggelar pertemuan darurat membahas serangan rudal ke Ukraina dan ledakan di sebuah desa di Polandia yang berbatasan dengan Ukraina. Pertemuan digelar di sela-sela KTT G20 di Nusa Dua.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan keterangan pers di Media Center Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (16/11/2022). Erdogan menyatakan Indonesia sukses menjalankan kepemimpinan G20 sepanjang tahun ini di tengah berbagai tantangan global.
”Saya berbicara dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz dan kami menyepakati agar tidak termakan provokasi pihak-pihak mana pun yang ingin memperkeruh keadaan. Presiden Joe Biden dari Amerika Serikat juga mengatakan demikian. Intinya, NATO menunggu penyelidikan peristiwa ini tuntas sebelum mengambil langkah selanjutnya,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam jumpa pers yang digelar di sela-sela KTT G20, Rabu pagi di Nusa Dua, Bali.
Baca Juga: Apresiasi atas Penyelenggaraan KTT G20 di Bali
Aura kelegaan kian kuat setelah dari layar besar di media center para pemimpin G20 bersenda gurau dan berbicara akrab saat mengunjungi Tahura Ngurah Rai. Presiden AS Joe Biden, misalnya, asyik mendengarkan penjelasan Presiden Joko Widodo tentang pembibitan bakau. Seusai dari Tahura, mereka kembali ke ruang sidang. Sesi tiga dibuka dan sesaat kemudian dikabarkan bahwa semua pemimpin G20 menyepakati deklarasi yang telah tuntas di serpa.
Pencapaian
Dunia mengapresiasi pencapaian itu. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan, di bawah presidensi Indonesia dan kepemimpinan Joko Widodo, G20 mampu menjadi forum yang mampu mempertemukan berbagai kepentingan berbeda.

Managing Director IMF Kristalina Georgieva (kedua kiri) berbincang dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (ketiga kiri) dan sejumlah kepala negara/organisasi internasional saat mengunjungi tempat persemaian dan pembibitan mangrove dalam rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022).
”Tak mudah menghasilkan naskah teks deklarasi yang bisa diterima semua negara anggota G20, yang kemudian disepakati bersama sebagai pernyataan yang kuat, seperti terlihat di Deklarasi Bali,” katanya. ”Dalam situasi normal pun, upaya mencapai konsensus di G20 tak mudah, apalagi sekarang saat ada banyak isu besar menimpa perpolitikan dan ekonomi global,” katanya.
Pesimistis
Awalnya, menurut Retno, presidensi dan KTT G20 diliputi pesimisme. Bakal sulit mencapai konsensus karena dunia tengah berada dalam situasi pelik. Rivalitas dan polarisasi menguat. Ketika baru berupaya bangkit dan memulihkan diri dari dampak pandemi, dunia kembali ”ditimpa” beban baru, yaitu perang di Ukraina.
”Oleh sebab itu, kita mulai menyiapkan berbagai desain untuk menghidupkan semangat kerja sama G20. Ini tidak mudah karena dari komunikasi dengan para mitra G20 terlihat sekali perbedaan pandangan yang lebar dan mendalam. Akan tetapi, juga ada kenyataan bahwa mereka tetap mau mencari solusi bagi dunia meskipun semangat itu masih dikaitkan dengan situasi geopolitik,” tutur Retno.


Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kanan) menyambut kedatangan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (8/7/2022).
Yakin pada ”jendela kecil” itu, Indonesia lantas mengapitalisasi niat untuk tetap mau mencari solusi. ”Hal itu terlihat dari pertemuan para menteri luar negeri di bulan Juli ketika perang Rusia-Ukraina sedang panas dan sentimen satu sama lain sangat tinggi. Sebelumnya, saya tur ke beberapa negara anggota G20 untuk mendengarkan pendapat dari sisi mereka dan menjelaskan misi Indonesia. Kita harus memastikan bahwa dalam pertemuan menlu penting mengirimkan pesan di atas segala perbedaan ada kemauan bekerja sama,” kata Retno menambahkan.
Baca Juga: Manuver Diplomasi Indonesia di KTT G20
Sebagaimana diketahui, tidak ada menlu G20 yang absen dari pertemuan pada Juli, termasuk Menlu Inggris Liz Truss yang lantas pulang lebih awal karena ada persoalan di dalam negeri. Fakta itu memperlihatkan komitmen semua anggota G20.
Co-Sherpa G20 Indonesia Dian Triansyah Djani menceritakan, setelah iklim berubah pada Juli pascapertemuan para menlu, pertemuan serpa segera digelar untuk menindaklanjutinya. Sempat alot, pertemuan demi pertemuan berhasil digelar. ”Indonesia berargumen, jika para menlu mau duduk bersama, tidak ada alasan bagi para serpa menolak,” kata Dian. ”Serpa sebagai diplomat dan negosiator harus duduk bersama untuk berembuk.”
Dalam proses dialog yang digelar dengan gaya cair, duduk di sofa tanpa meja pembatas, Indonesia terus menekankan ada banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan untuk perekonomian global.
Indonesia, kata Dian, dalam dialog menegaskan diri sebagai mitra yang tidak memihak. Permulaan negosiasi dimulai di Yogyakarta pada pertemuan ketiga para serpa.
Di situ, Indonesia menyajikan naskah deklarasi yang substantif dari hasil pertemuan menteri-menteri teknis. Hal-hal substantif ini mengamankan proses diskusi antarsesi. Hasilnya adalah 80 persen naskah dengan pasal-pasal yang padat berorientasi pada komitmen dan praktik berisi isu pendidikan, kesetaraan jender, kedaulatan pangan, dan pertanian.

Indonesia memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan, Investasi, dan Industri G20 di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Bali. Suasana pembukaan TIIMM G20 2022 di Nusa Dua, Badung, Kamis (22/9/2022).
Naskah ini dibawa lagi untuk perundingan pada 10-14 November. Indonesia pun, menurut Retno, lantas menyusun strategi, naskah awal deklarasi disusun dengan isi berupa hal-hal yang sudah kokoh disepakati dari pertemuan berbagai menteri. Belum ada isi mengenai isu geopolitik.
”Sengaja isu geopolitik kita masukkan belakangan. Hal yang sangat menentukan ialah putaran terakhir, yakni tanggal 10-14 November. Itu putaran terakhir negosiasi yang sangat menentukan lahir atau tiadanya deklarasi di KTT yang berlangsung tanggal 15-16 November,” kata Retno.
”Kita sengaja atur periode 10-14 November sebagai tenggat deklarasi yang tidak bisa ditawar. Alasannya karena, pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, negosiasi masih berlangsung ketika KTT berlangsung. Pokoknya, ketika KTT G20 dimulai pada tanggal 15 November, naskah deklarasi harus sudah tuntas. Jika tidak, perhatian semua orang terpecah, sementara di ruang sidang KTT butuh konsentrasi semua pakar,” papar Retno.
Baca Juga: Kabar Buruk untuk KTT G20
Di sisi lain, Indonesia juga selalu memastikan memiliki ruang untuk mendengar masukan anggota G20 sekaligus memberi mereka pemahaman mengenai tujuan presidensi Indonesia. Dalam dialog, pandangan setiap anggota diterakan di naskah deklarasi, termasuk isu pupuk dan gandum yang diakomodasi dalam paragraf delapan. Akhirnya, paragraf-paragraf yang alot dibahas, seperti paragraf tiga, empat, dan delapan, serta berhasil dituntaskan.
”Pertama kali di deklarasi ada kata-kata nominal, yaitu kebanyakan anggota mengecam. Faktanya memang demikian, ada perbedaan pandangan di setiap anggota terkait konflik Rusia-Ukraina. Setelah itu, Indonesia kembali mengajak semua anggota untuk mencetak keberhasilan di G20 tahun ini, bukan kegagalan,” tutur Retno.
Baca Juga: KTT G20 Berakhir, Deklarasi Bali Soroti Perang Ukraina dan Dampaknya pada Ekonomi
Akhirnya, naskah akhir deklarasi disepakati. Hal itu bisa dicapai karena Indonesia, menurut Retno, dipercaya mampu menjembatani beragam kepentingan. ”Kalau dari awal negara-negara ini tidak memercayai Indonesia, mustahil bisa terjadi,” kata Retno.


Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan keterangan pers di Media Center Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (16/11/2022). Presiden melaporkan hasil KTT G20 yang menghasilkan Deklarasi Pemimpin G20 yang antara lain berisi mengecam perang Rusia-Ukraina, pembiayaan dana pandemi (pandemic fund), dan transisi energi hijau.
Pada Selasa (15/11) pagi, sehari sebelum deklarasi secara resmi diumumkan, aura positif itu sejatinya sudah menguat saat Presiden Dewan Eropa Charles Michel menggelar jumpa pers. Jumpa pers digelar sekitar satu jam sebelum sesi pertama dibuka.
Michel menuturkan, ia mendukung Indonesia dan tidak ingin merepotkan Presiden Joko Widodo. Ia memahami tekad Indonesia tidak mengeluarkan Rusia dari G20 dan mengubah pendekatan. Ia memercayai diplomasi sebagai jalan untuk berdiskusi mengenai berbagai persoalan.
Seusai KTT G20 ditutup, PM Inggris Rishi Sunak mengatakan, deklarasi yang dihasilkan bagus karena berorientasi pada aksi. ”Anda bisa melihat semangat KTT ini. Kami mengecam tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi tetap bisa duduk bersama membahas hambatan global,” kata Sunak.
Menurut dia, pembahasan mengenai persoalan ekonomi dan energi terbarukan jelas. Komitmen untuk mengatasi krisis pangan pun ditekankan pada dorongan membuka keran impor gandum serta pupuk dari Rusia dan Ukraina. Baik Trudeau maupun Sunak yakin negara-negara G20 tetap berkomitmen menjalankannya.