Pemilihan umum Malaysia akan digelar Sabtu (19/11/2022). Ini menjadi kontestasi politik ketiga dalam dua tahun terakhir. Masyarakat jengah dengan politik yang tidak stabil di tengah tekanan ekonomi yang berat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Sebanyak 21,1 juta warga Malaysia, Sabtu (19/11/2022), akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih 222 wakil rakyat yang akan duduk di parlemen. Pemimpin partai atau koalisi partai pemenang biasanya akan menjadi perdana menteri.
Pemilu kali ini berlangsung di saat masyarakat lelah dengan pertarungan sengit para elit politik yang tak berkesudahan selama dua tahun terakhir. Selama periode ini, Malayia sudah bongkar pasang rezim dua kali.
Masyarakat berpandangan bahwa kesibukan berebut kekuasaan telah mengalihkan fokus politisi dari persoalan riil yang dihadapi warga, terutama masalah ekonomi. Nilai tukar mata uang ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat berada di level terendah dalam 24 tahun terakhir. Ekonomi Malaysia juga diperkirakan mengalami perlambatan, tumbuh hanya 4-5 persen tahun depan.
“Hal yang tersirat dalam pemilu ini adalah tunjukkan uangnya,” kata Bridget Welsh, peneliti Asia Tenggara pada Institut Penelitian Asia-Malaysia Universitas Nottingham yang berada di Kuala Lumpur, Jumat (18/11/2022).
Hal yang disampaikan Welsh sejalan dengan hasil survei Suara Kita yang dilakukan oleh Rev Media Group. Dikutip dari laman News Straits Times, survei yang melibatkan 2.074 responden itu memperlihatkan, masalah kenaikan biaya hidup menjadi perhatian utama dari 27,4 persen responden.
Di posisi kedua adalah persoalan upah minimum yang tidak mengalami perbaikan dengan 14,3 persen responden. Berikutnya adalah pendidikan (13,3 persen), krisis pangan (12,7 persen), keamanan (11,7) dan masalah angkutan atau transportasi (9,5 persen). Hasil survei itu juga menyebut, 32,2 persen responden berharap pemerintahan baru fokus memperbaiki situasi ekonomi dan biaya hidup warganya.
Survei lain yang dilakukan lembaga survei independen Merdeka Center menyebut, 74 persen warga Malaysia mengidentifikasi masalah ekonomi sebagai masalah terbesar negara. Laju inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian utama pemilih. Survei dilakukan pada Oktober 2022.
"Biaya hidup pasti akan menjadi sesuatu yang harus menjadi fokus pemerintah baru," kata Arinah Najwa Ahmad Said, analis senior di konsultan risiko politik Bower Group Asia.
Zamri Haron, salah satu warga Malaysia pemilik usaha ternak mengatakan, dirinya kehilangan 400.000 ringgit atau sekitar Rp 1,37 miliar karena hujan dan banjir menerjang peternakan miliknya. Dia mengaku tidak menerima bantuan dari pemerintah untuk bisa bangkit kembali. Untuk bangkit, ia meminjam uang dri teman dan keluarganya.
Zamri mengatakan, dia dalam pemilu akan memilih kandidat yang bisa membantu mengatasi kerugian finansial serta masalah ekonomi yang melambat. “Sebagai pedagang mandiri, kami tidak melihat pemerintah membantu atau memberikan (bantuan). Yang kami harapkan dari calon yang akan memimpin daerah ini adalah jujur dan membantu masyarakat,” kata Zamri.
Jason Wee, Pendiri Organisasi nirlaba Architects of Diversity, dikutip Dari laman Channel News Asia, berpendapat, masalah ekonomi menghantui para pemilih muda. Selain biaya hidup yang makin tinggi, tingginya biaya kepemilikan rumah dan minimnya lapangan pekerjaan adalah hal-hal yang menjadi perhatian pemilih muda.
Pemilih muda menjadi incaran para kandidat yang akan bersaing di pemilu kali ini. Data Komisi Pemilihan Malaysia menyebut, ada kenaikan 40 persen calon pemilih pada pemilu ini, yaitu sekitar 5,1 juta pemilih yang didominasi pemilih muda berusia 18-21 tahun. Pemilih muda dinilai akan menjadi penentu kemenangan para kandidat jika mereka memiliki program yang tepat untuk mengakomodasi aspirasi mereka.
James Chai, Peneliti tamu di Insitut ISeas-Yusof Ishak, dikutip dari laman Channel News Asia menyebut partai sadar bahwa program yang terkait langsung dengan pemilih muda akan sangat manjur. Janji penyediaan peralatan kuliah, termasuk laptop gratis, hingga pendidikan bersubsidi, adalah salah satu yang saat ini muncul dalam kampanye.
P Nagathan, kandidat dari Parti Warisan menyadari peluang itu. “Perhatian pertama setiap pemuda adalah mendapatkan pekerjaan yang relevan dengan kualifikasi mereka dan yang memberi mereka standar hidup minimum,” katanya.
Pertarungan Tiga Koalisi Partai
Pemilu kali ini akan menjadi pertarungan yang sangat kompetitif antara tiga koalisi besar yang dipimpin oleh Perdana Menteri petahana Ismail Sabri Yaakob, pemimpin oposisi lama Anwar Ibrahim, dan mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin.
Koalisi Barisan Nasional Ismail, yang kalah dalam pemilu 2018 karena tuduhan korupsi, berusaha mengembalikan citranya sebagai pilihan paling aman untuk mengelola ekonomi di tengah situasi ekonomi global dan regional yang bergejolak.
Barisan telah berjanji untuk memberikan bantuan bulanan kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, pengasuhan anak gratis dan pendidikan usia dini, serta pengurangan pajak dalam upaya mengatasi kekhawatiran inflasi para pemilih.
Pemimpin oposisi Anwar juga berjanji untuk memprioritaskan ekonomi dan penanggulangan inflasi. Koalisinya mengatakan akan menawarkan insentif produksi dan menghilangkan kartel untuk mengurangi kenaikan harga bahan makanan pokok. "Pemerintah baru juga harus menangani tunjangan pengangguran karena perusahaan memberhentikan karyawan untuk mengantisipasi masa-masa sulit di masa depan," katanya.
Tidak seperti pesaingnya, Pakatan Harapan Anwar berkampanye pada platform multiras yang menjanjikan bantuan berbasis kebutuhan,bukan berdasarkan ras. Ini menjadi perhatian khusus bagi warga Melayu pedesaan yang menikmati hak istimewa dalam pekerjaan, kontrak, pendidikan, dan perumahan di bawah kebijakan tindakan afirmatif yang telah berlangsung puluhan tahun.
Analis mengatakan, para pemilih Melayu, yang tidak puas dengan para pemimpin UMNO yang tercemar korupsi, malah mungkin mendukung blok Melayu Perikatan Nasional pimpinan mantan PM Muhyiddin Yassin. Pakatan Harapan Anwar, yang mendapat dukungan luas, termasuk dari etnis minoritas China dan India, merupakan sasaran empuk bagi UMNO yang seringkali menggunakan isu primordialisme berbasis kesukuan. (AP/REUTERS)