Tarikan geopolitik antarkekuatan utama dunia sempat ”mengganjal” lahirnya deklarasi. Konsistensi, upaya keras, dan kepercayaan kepada Indonesia membuka ruang titik temu.
NUSA DUA, KOMPAS – Setelah melewati perdebatan panjang dan rumit, Presidensi G20 Indonesia 2022 akhirnya berhasil mencapai deklarasi yang disepakati bersama. Keraguan bahwa kesepakatan bersama dapat dicapai pupus. Saat menutup Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, Rabu (16/11/2022), Presiden Joko Widodo menyatakan, Presidensi G20 Indonesia dimulai dengan harapan dan niat baik bersama untuk mewujudkan pemulihan dunia dari pandemi Covid-19 dengan cara inklusif.
Presiden Jokowi mengapresiasi lahirnya deklarasi yang dinilainya merupakan keberhasilan luar biasa dari beragam upaya bersama. ”Ini adalah deklarasi pertama yang dapat diwujudkan sejak Februari 2022. Saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya sehingga deklarasi dapat disepakati dan disahkan,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden menyampaikan, di tengah ketegangan geopolitik sekarang, banyak pihak awalnya meragukan deklarasi dapat dihasilkan dalam Presidensi G20 Indonesia. Deklarasi yang terdiri atas 52 paragraf tersebut sempat menimbulkan perdebatan sengit, terutama pada paragraf terkait sikap atas perang di Ukraina.
”Diskusi mengenai hal ini berlangsung sangat-sangat alot dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati deklarasi, yaitu condemnation (kecaman) perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah,” ujar Presiden Jokowi.
Proses diplomasi dilakukan secara maraton. ”Sampai tengah malam, kami berbicara mengenai ini dan akhirnya Deklarasi Bali bisa dicapai melalui konsensus. Kami sepakat perang berdampak negatif pada ekonomi global. Dan, ada perwakilan Rusia yang hadir di KTT saat itu. Meski alot, (deklarasi) telah disahkan,” kata Presiden Jokowi.
Paragraf yang dimaksud ialah paragraf ketiga. Dalam paragraf tersebut disampaikan, sebagian besar anggota mengecam perang di Ukraina. Perang itu menyebabkan penderitaan dan memperburuk ekonomi global yang sudah rapuh.
Disebutkan pula, G20 bukan forum menyelesaikan masalah keamanan. Namun, para anggota mengakui masalah keamanan dapat berkonsekuensi secara signifikan bagi ekonomi global.
Presiden Jokowi pun menegaskan bahwa G20 merupakan forum ekonomi, bukan forum politik. Maka, forum ini seharusnya tak perlu dikaitkan dengan kondisi politik global. Menurut Presiden, pemulihan ekonomi global tidak akan tercapai tanpa ada perdamaian.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menambahkan, negosiasi mencapai kesepakatan deklarasi dilakukan dengan proses yang tak mudah. Komunitas antarmenteri luar negeri membahasnya secara intensif, terutama pada hari-hari sebelum puncak KTT G20 berlangsung. Keberhasilan atas deklarasi ini tak terlepas dari kepercayaan semua negara G20 kepada Indonesia.
”Kita mencoba menggaet satu per satu. Ini menggunakan aset diplomasi yang sudah cukup lama. Ini adalah kepercayaan yang selalu menjadi warna Indonesia untuk menjembatani semua perbedaan sedalam dan selebar apa pun,” tutur Retno.
Ia menyampaikan, meski kesepakatan untuk paragraf terkait masalah geopolitik paling sulit dicapai, hal itu bukan berarti paragraf lain mudah disepakati.
Alot
Alotnya pembahasan deklarasi juga diungkapkan secara terpisah oleh Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau dan PM Inggris Rishi Sunak. Menurut mereka, sejak awal, semua negara tahu bahwa tak akan mudah untuk melahirkan deklarasi bersama antarpemimpin G20.
Trudeau mengatakan, forum G20 berbeda dengan forum lain, seperti G7 yang semua anggotanya memiliki perspektif selaras. ”Dalam situasi normal pun, upaya mencapai konsensus di G20 tak mudah, apalagi sekarang saat ada banyak isu besar menimpa perpolitikan dan ekonomi global,” katanya.
Trudeau mengapresiasi presidensi Indonesia dan kepemimpinan Presiden Jokowi yang mampu mempertemukan berbagai kepentingan berbeda. ”Tak mudah menghasilkan naskah teks deklarasi yang bisa diterima semua negara anggota G20, yang kemudian disepakati bersama sebagai pernyataan yang kuat, seperti terlihat di Deklarasi Bali,” katanya.
Trudeau menilai, deklarasi yang dihasilkan presidensi Indonesia merupakan salah satu yang paling ambisius dalam perhelatan G20. Meski implementasi komitmen dan aksi konkret yang sudah disepakati dibayangi kondisi geopolitik yang menghangat serta ancaman resesi global, ia meyakini negara-negara G20 tetap berkomitmen menjalankannya.
”Presiden Jokowi memasang target sangat tinggi dan ambisius. Namun, memang sudah demikian seharusnya, terutama untuk menjawab tantangan global sekarang,” ujar Trudeau.
Panas
Sebagaimana PM Trudeau, Sunak mengakui, sejak awal banyak pihak skeptis, apalagi situasi dunia sedang pelik. Ia menggambarkan suasana ruang KTT yang sempat panas.
Sunak mengungkapkan, begitu KTT dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/11), ia beserta para pemimpin tujuh negara terkaya di dunia (G7) dan sekutu mereka ”mengeroyok” Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov terkait invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini membuat sesi satu tegang dan berlangsung lebih lama dari jadwal.
Setelah itu, pada sesi dua, pembahasan lebih lancar dan lugas karena menyangkut permasalahan universal berupa arsitektur kesehatan global, inflasi, krisis pangan, dan peralihan ke energi terbarukan. ”Anda bisa melihat semangat KTT ini. Kami mengecam tindakan Putin (Presiden Rusia Vladimir Putin), tetapi tetap bisa duduk bersama membahas hambatan global,” ucap Sunak.
Menurut dia, deklarasi yang dihasilkan bagus karena berorientasi pada aksi. Pembahasan mengenai persoalan ekonomi dan energi terbarukan jelas. Komitmen untuk mengatasi krisis pangan pun ditekankan pada dorongan membuka keran impor gandum serta pupuk dari Rusia dan Ukraina.
”Sebagian besar negara G20 mengalami inflasi lebih dari 7 persen. Inggris berjanji memperkuat koordinasi dan kerja sama mengatasi resesi, terlepas landasan politik masing-masing,” ucap Sunak.