Bila rasa melibati kerja, dan kerja melibati rasa, hasilnya sarat dengan cita rasa.
Oleh
DEONISIA ARLINTA, WISNU DEWABRATA
·3 menit baca
Spontan media center tempat para pewarta peliput Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, penuh dengan suara tepuk tangan. Layar raksasa di dinding timur ruang itu tengah menayangkan para pemimpin G20, termasuk antara lain Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, bersama dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menanam pohon bakau di Taman Hutan Raya Ngurah Rai.
Tentu saja, selain Presiden Jokowi, ketiga pemimpin dunia itu asing dengan cangkul. Oleh karena itu, cara mereka menggunakannya sempat mengundang tawa.
Namun, bukan itu yang memicu tepuk tangan. Diliputi rivalitas antarnegara anggota G20, forum tersebut sejak awal tahun ini seolah diliputi ”api”. Suasana itu terbawa juga hingga di meja konferensi. Upaya mencapai kesepakatan untuk melahirkan deklarasi diwarnai perdebatan keras, isu pemicunya—seperti diketahui—adalah perang Ukraina.
Namun, pada Rabu (16/11/2022), di Tahura Ngurah Rai, para pemimpin itu tampak ceria. Semua mengumbar senyum dan tawa. ”Cara pemimpin Anda mengelola perbedaan cukup mengesankan,” ujar seorang rekan pewarta dari Jepang.
Presiden Jokowi dalam ”karya wisata” VVIP di Tahura itu memperlihatkan sosoknya yang ”biasa”. Ia bahkan tampak seperti pemandu wisata, memperlihatkan dan menjelaskan proses pembibitan bakau. Pakaian yang dikenakan para pemimpin dunia pun kasual, berkaus kerah warna putih dan bercelana panjang warna gelap. Acaranya pun dihelat tanpa tambahan apa pun kecuali berjalan-jalan dan kongko bersama di pendopo.
Suasana itu tampaknya memang telah ”dibentuk” sejak malam sebelumnya, ketika Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menggelar perjamuan.
Ragam pangan yang disuguhkan bernuansa lokal. Dalam santap malam yang diselenggarakan di kawasan Garuda Wisnu Kencana pada Selasa malam itu, santapan yang disajikan berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, mulai dari Bali, Jawa, Sulawesi, Lampung, Sumatera Barat, hingga Aceh, memberikan makna perbedaan dalam persatuan.
”Silakan menikmati hidangan yang telah kami siapkan untuk Anda. Saya harap tidak terlalu pedas untuk Yang Mulia,” kata Presiden sembari mempersilakan para tamu menyantap hidangan.
Pada hidangan pembuka, para tamu disuguhi makanan dengan tema ”Aneka Ratna Mutumanikam” yang berarti perbedaan dalam persatuan. Makanan ini berisi mangga, rumput laut, salad dengan bumbu rujak Bali, dan perkedel jagung daging rajungan Manado.
Pakar kuliner William Wongso berada di balik kesuksesan acara jamuan makan malam untuk para kepala negara G20. Ia adalah orang yang bertanggung jawab merancang, mempersiapkan, dan menyajikan tiga jenis menu hidangan pada acara jamuan makan itu.
Tiap-tiap sajian disajikan dalam dua kategori, yaitu vegetarian dan non-vegetarian. ”Akan tetapi, yang sekarang karena durasinya 45 menit, jadi yang disajikan hanya bisa tiga macam tadi, yakni appetizer, main course, dan dessert. Untuk bahan baku, kami masukkan beragam elemen dari sejumlah daerah Nusantara, yang disajikan bersama di dalam satu piring,” ujar William.
Pada menu non-vegetarian, William menyajikan menu steik daging sapi wagyu Lampung bagian has. Steik empuk dan bersari itu disajikan dengan siraman saus rendang. Steik itu didampingi dengan daging ikan kod kukus. Untuk versi vegetariannya, William mengganti daging wagyu dengan daging buah nangka muda, yang juga disiram dengan saus rendang. Pendampingnya irisan tempe berbahan quinoa.
Kedua versi sama-sama dilengkapi pilihan sajian karbo berbahan singkong dan kentang, yang diolah menjadi mousseline atau mirip kentang tumbuk. Menurut William, diversifikasi bahan pangan itu merupakan ide Presiden Jokowi. William mengaku merasa sangat bangga dan sangat terhormat bisa kembali diberi kepercayaan untuk membuat konsep, menyiapkan, dan menyajikan hidangan pilihannya.
Bila rasa melibati kerja, dan kerja melibati rasa, hasilnya sarat dengan cita rasa.