Selain kelancaran acara, Indonesia dinilai terampil mengelola tantangan pada masa krisis. Netralitas dan kelenturan diplomasi Indonesia berperan penting bagi G20.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, LARASWATI ARIADNE ANWAR, KRIS MADA
·4 menit baca
MEDIA CENTER G20 INDONESIA/PRASETYO UTOMO
Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya saat pembukaan KTT G20 Indonesia di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022).
Nusa Dua, Kompas – Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang turut menyukseskan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali. Deklarasi yang telah dihasilkan dalam KTT G20 menjadi bekal bagi Indonesia untuk mendesakkan terlaksananya agenda global, termasuk dalam pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Presiden mengungkapkan, seluruh kepala pemerintahan dan pemimpin lembaga internasional yang hadir turut menyampaikan apresiasi kepada Indonesia. Semua acara berjalan lancar dan kondusif. “Saya ingin menyampaikan penghargaan yang luar biasa atas kerja keras semuanya. TNI, Polri, BIN, pemerintah daerah, kementerian, lembaga, pendukung acara, kru hotel. Saya melihat manajemen integrasinya dan organisasinya di lapangan sangat rapi. Rapi di jalan, hotel, rapat, pertemuan, pertemuan puncak, acara makan malam, acara hutan mangrove,” kata Presiden dalam acara Syukuran Panitia Nasional Pelaksanaan G20, Kamis (17/11/2022) di Bali.
Cuaca selama penyelenggaraan KTT juga dinilai baik berkat kerja sama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan sejumlah lembaga untuk melaksanakan teknologi modifikasi cuaca. Presiden juga meminta maaf kepada masyarakat Bali atas segala ketidaknyamanan selama KTT G20 berlangsung. Para jurnalis dari berbagai negara yang meliput KTT G20 turut mendapat dari apresiasi Presiden.
Setelah KTT G20, Presiden bertolak ke Bangkok, Thailand, untuk mengikuti KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Menurut Presiden, berkaca dari deklarasi KTT G20, Indonesia akan mendorong pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dalam KTT APEC. Transformasi digital, ekonomi hijau, dan hilirisasi menjadi prioritas Indonesia.
Terampil
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Rombongan mobil penjemput delegasi peserta KTT G20 memasuki Terminal VVIP Bandara Ngurah Rai, Bali, Minggu (13/11/2022). Delegasi dari sejumlah negara mulai berdatangan ke Bali untuk mengikuti puncak KTT G20.
Pengamat geopolitik di berbagai negara setuju, netralitas dan kelenturan diplomasi Indonesia berperan penting bagi G20. Sebagai ketua, Indonesia membuat seluruh anggota tetap fokus pada target-target nyata organisasi itu. “Indonesia sangat terampil mengelola tantangan pada saat kritis. Para pejabat Indonesia diplomat berpengalaman,” kata mantan Sekretaris Jenderal ASEAN Ong Keng Yong.
Indonesia, seperti dinyatakan Presiden Jokowi, memberi ruang kepada anggota G20 mengutarakan perbedaan dan persoalannya. Setelah itu, mereka diajak membahas agenda bersama. “Indonesia berhak mendapat pujian untuk kesuksesan ini tanpa terjadi hal serius. Setelah semua letupan politis, mereka (perwakilan anggota G20), mau membahas hal yang benar-benar diinginkan Indonesia: keamanan pangan, perusahan iklim, dan keamanan energi,” kata Direktur Kajian Asia Tenggara pada Center for Strategic and International Studies Amerika Serikat Greg Poling, kepada Bloomberg.
Direktur Kelompok Riset G20 Denisse Rudich mengaku kagum KTT G20 bisa menghasilkan komunike panjang. “Mereka (Indonesia) bisa menghasilkan komunike 16 halaman meski ada berbagai isu geopolitik adalah hal fenomenal,” ujarnya kepada Deutsche Welle.
Sementara pengajar pada Waterloo University Andrew Cooper mengatakan, Indonesia sangat rendah hati. Indonesia tidak pernah terlihat berusaha meninggikan posisinya, meski berperan penting di berbagai peristiwa internasional. “Indonesia sangat penting di belahan selatan. Diplomasi diam-diam mereka amat bagus,” kata dia.
Isu pangan
Meski diwarnai ketegangan saat membahas isu geopolitik, para pemimpin negara anggota G20 justru memiliki keprihatinan senada terkait isu pangan. Ditemui dalam kesempatan terpisah pada Rabu (16/11/2022) malam, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Perancis Emmanuel Macron memperlihatkan dukungan mereka untuk isu tersebut.
Dalam jumpa pers terbatas, Sunak mengatakan, proses pembicaraan untuk isu kesehatan, pangan, inflasi, dan transisi energi berjalan mulus. "Anda bisa melihat semangat KTT ini. Kami mengecam tindakan Putin, tetapi masih bisa duduk bersama membahas hambatan global," kata Sunak.
Menurut dia, dalam deklarasi yang disepakati tekanan pada aksi nyata untuk isu-isu di atas sangat kuat. Pembahasan mengenai persoalan ekonomi dan energi terbarukan jelas. Komitmen untuk mengatasi krisis pangan juga ditekankan dengan dorongan membuka keran impor gandum maupun pupuk dari Rusia dan Ukraina.
Dalam jumpa pers yang berbeda, Macron menjelaskan lebih rinci mengenai skema ekspor pupuk. Ia menerangkan, sejak Forum Perdamaian Paris pada September - bekerja sama dengan Program Pangan Dunia (WFP)- mulai pekan depan pupuk dari Rusia dan Ukraina dikirimkan. Berdasarkan data WFP, pengiriman pertama berupa 260.000 ton pupuk NPK dari Rusia.
Macron menuturkan, Rusia sempat meminta pajak pengiriman pupuk. Hal tersebut ditolak oleh G20 karena akan semakin memukul negara-negara berkembang maupun miskin. Mereka meminta agar mekanisme Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) diterapkan karena menjamin transparansi perdagangan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Personel TNI berjaga di perempatan Desa Adat Peminge, Kuta Selatan, Badung, Bali, Sabtu (12/11/20220.
Dalam kesempatan terpisah, Erdogan mengatakan, ia akan berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sekembali dari Indonesia. Sejauh ini, sudah 11 juta ton gandum yang keluar dari Laut Hitam dan masuk ke pasar dunia, demikian pula pupuk dan amonia."Presiden Putin memberi lampu hijau dan kami semua berharap inisiatif ini bisa diperpanjang hingga satu tahun," tuturnya.