KTT G20 Berakhir, Deklarasi Bali Soroti Perang Ukraina dan Dampaknya pada Ekonomi
Presiden Joko Widodo resmi menutup Konferensi Tingkat Tinggi G20. Presidensi Indonesia dapat melahirkan Deklarasi Bali, pernyataan bersama para pemimpin G20, yang di dalamnya turut menyoroti kondisi perang di Ukraina.
Oleh
agnes theodora, DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
AFP/POOL/MAST IRHAM
Presiden Indonesia Joko Widodo (kanan) berjalan bersama Presiden AS Joe Biden (kiri depan), Kanselir Jerman Olaf Scholz (kiri belakang), Perdana Menteri India Narendra Modi (belakang tengah) dan para pemimpin lainnya saat acara penanaman pohon di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, di sela-sela pertemuan KTT G20 di Nusa Dua, Bali pada 16 November 2022.
NUSA DUA, KOMPAS -- Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, resmi berakhir pada Rabu (16/11/2022) siang waktu setempat. Di tengah tensi geopolitik yang sedang memanas, pertemuan para pemimpin negara dengan ekonomi terkuat di dunia itu mencapai deklarasi bersama yang menyoroti kondisi perang di Ukraina serta menyuarakan pentingnya perdamaian dan multilateralisme.
Dokumen deklarasi yang disebarluaskan ke kalangan media itu terdiri dari total 1.186 halaman. Deklarasi itu antara lain berisi 52 poin paragraf deklarasi para pemimpin G20 (leaders' declaration). Sisanya berisi lampiran komunike, rangkuman pemimpin sidang (chair summary), dan laporan akhir dari seluruh pertemuan kelompok kerja (working group), pertemuan tingkat menteri (ministerial meetings), dan kelompok diskusi (engagement groups) selama satu tahun terakhir.
Di tengah kondisi geopolitik yang menghangat, deklarasi para pemimpin G20 turut menyoroti situasi perang di Ukraina dan dampak signifikannya terhadap pelemahan ekonomi global. Pernyataan itu tertuang dalam paragraf ketiga naskah deklarasi yang menyatakan bahwa sebagian besar negara anggota G20 mengecam perang di Ukraina.
Mereka menekankan bahwa perang itu mengakibatkan penderitaan manusia dan memperparah kerapuhan ekonomi global. Mulai dari menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi, mendisrupsi rantai pasok, memperburuk krisis energi dan pangan, serta meningkatkan risiko ketidakpastian pada sistem keuangan global.
Deklarasi itu juga mencatat bahwa sejumlah negara anggota G20 memiliki pandangan dan penilaian lain yang berbeda terkait situasi geopolitik saat ini serta kaitannya dengan perang sanksi ekonomi antara negara-negara Barat dan Rusia.
MEDIA CENTER G20/ADITYA PRADANA PUTRA
Presiden Joko Widodo (kiri) menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di lokasi persemaian dan penanaman pohon mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada hari kedua KTT G20 Indonesia di Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022). Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra
"Sembari tetap menyadari bahwa G20 bukanlah forum untuk menyelesaikan isu seputar keamanan, kami menggarisbawahi bahwa isu-isu keamanan itu bisa membawa konsekuensi yang signifikan terhadap perekonomian global," demikian isi paragraf ketiga naskah deklarasi itu.
Paragraf keempat berikutnya melanjutkan pernyataan terkait isu geopolitik saat ini. Deklarasi para pemimpin menyatakan, di tengah situasi saat ini, sistem hukum internasional dan multilateralisme untuk menjaga perdamaian dan stabilitas perlu dijunjung tinggi. Termasuk di dalamnya membela prinsip-prinsip yang tertuang dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum perikemanusiaan internasional, seperti melindungi keamanan warga sipil dan infrastruktur dalam konflik bersenjata.
"Ancaman dan penggunaan senjata nuklir tidak bisa ditoleransi. Resolusi konflik yang damai, upaya untuk mengatasi krisis, serta cara-cara diplomatis melalui dialog, menjadi sangat penting. Ini bukanlah era perang," demikian bunyi deklarasi.
Resolusi konflik yang damai, upaya untuk mengatasi krisis, serta cara-cara diplomatis melalui dialog, menjadi sangat penting. Ini bukanlah era perang.
Selain pernyataan terhadap situasi geopolitik saat ini, Deklarasi Bali juga berisi komitmen para pemimpin negara G20 untuk mengambil langkah yang tepat dan penting untuk mengatasi berbagai tantangan dunia saat ini, termasuk melalui kooperasi kebijakan makro internasional serta kolaborasi konkret. Para pemimpin G20 berkomitmen untuk terus mendukung negara-negara berkembang, khususnya negara kepulauan kecil yang rentan, untuk menghadapi tantangan global dan mencapai target pembangunan berkelanjutan.
Saat menutup KTT G20, Presiden Joko Widodo mengatakan, presidensi Indonesia di G20 dimulai dengan harapan untuk menyatukan niat bersama dalam mewujudkan pemulihan dunia yang inklusif dari pandemi. Namun, berbagai tantangan muncul di tengah jalan, yang tidak hanya menghambatkan prospek pemulihan ekonomi, tetapi juga mengancam dunia terjerumus ke krisis yang lebih dalam.
AFP/LUDOVIC MARIN
Presiden Amerika Serikat Joe Biden (tengah) bersama Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, PM Kanada Justin Trudeau, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Perancis Emmanuel Macron, PM Italia Giorgia Meloni, PM Jepang Fumio Kishida, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel, PM Spanyol Pedro Sanchez dan PM Belanda Mark Rutte, Rabu (16/11/2022) menggelar pertemuan darurat membahas serangan rudal ke Ukraina dan ledakan di sebuah desa di Polandia yang berbatasan dengan Ukraina. Pertemuan digelar di sela-sela KTT G20 di Nusa Dua,
Selama satu tahun kepemimpinannya, Indonesia telah mengupayakan berbagai solusi terbaik. "Hari ini, kita dapat mengadopsi dan mengesahkan G20 Bali Leaders' Declaration. Ini adalah deklarasi pertama yang dapat diwujudkan sejak Februari 2022 lalu (sejak invasi Rusia ke Ukraina)," kata Presiden, Rabu.
Hari terakhir KTT G20 dibayangi ketegangan geopolitik yang menghangat pasca terjadinya ledakan di sebuah desa di Polandia yang berbatasan di Ukraina. Sejauh ini, belum ada kepastian bahwa ledakan itu berasal dari rudal Rusia, walaupun pada hari yang sama, Rusia menembakkan 90 rudal ke arah Kyiv dan Lviv. Di sela-sela agenda KTT G20 di Bali, Rabu pagi, anggota tujuh negara terkaya di dunia atau G7, negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atalantik Utara, dan Uni Eropa, menggelar rapat darurat untuk menyikapi kejadian di Polandia.
Presiden pun mengapresiasi seluruh pihak yang mau duduk bersama dan mengesampingkan perbedaan untuk mencapai satu kesepakatan dalam Deklarasi Bali. "Saya ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada semua yang hadir yang telah memberi fleksibilitasnya, sehingga deklarasi dapat disepakati dan disahkan," katanya.
Hari terakhir KTT G20 dibayangi ketegangan geopolitik yang menghangat pasca terjadinya ledakan di sebuah desa di Polandia yang berbatasan di Ukraina.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyerahkan tampuk kepemimpinan pada Perdana Menteri India Narendra Modi, yang akan memegang presidensi G20 pada tahun 2023. Indonesia berkomitmen untuk ikut mengawal kesuksesan presidensi India. Presiden Jokowi juga mengajak para pemimpin G20 yang hadir untuk mendukung India dalam menjalankan presidensi tahun depan.
Tampuk kepemimpinan G20 ke depan akan dipegang oleh negara-negara berkembang. Setelah Indonesia, presidensi tahun 2023 akan dipegang oleh India, kemudian dilanjutkan oleh Brasil pada tahun 2024.
MEDIA CENTER G20 INDONESIA/SIGID KURNIAWAN
Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kedatangan Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi di lokasi KTT G20 Indonesia, Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). Media Center G20 Indonesia/Sigid Kurniawan
"Amanah untuk menjaga dan mewujudkan pemulihan global serta pertumbuhan yang kuat dan inklusif selanjutnya ada di tangan Yang Mulia Perdana Menteri Narendra Modi. Sebagai sahabat India dan bagian dari troika, Indonesia siap mendukung kesuksesan presidensi India," kata Presiden.
Selain melahirkan Deklarasi Bali, forum G20 juga berhasil menghasilkan aksi konkret (concrete deliverables) yang berisi daftar proyek kerja sama antara negara anggota G20 dan negara undangan. Presiden Jokowi mengatakan, proyek kerja sama itu akan membantu setiap pemimpin negara untuk membumikan hasil kerja G20 agar lebih dekat dengan rakyat. "Untuk memastikan G20 bermanfaat, tidak saja untuk anggotanya, namun juga bagi dunia, terutama negara berkembang," kata Presiden.