KTT G20 Dibuka, Presiden Jokowi Serukan Perang Diakhiri
Di hadapan para kepala negara G20 yang hadir di pembukaan KTT G20, Presiden Jokowi mengatakan, setiap negara punya tanggung jawab besar untuk menghentikan perang. Jangan sampai dunia jatuh ke Perang Dingin selanjutnya.
NUSA DUA, KOMPAS — Konferensi Tingkat Tinggi G20 resmi dibuka Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/11/2022) di Nusa Dua, Badung, Bali. Dalam pidatonya di hadapan para pemimpin negara anggota G20 dan negara undangan, Presiden dengan tegas meminta agar perang dan polarisasi geopolitik yang saat ini meruncing segera diakhiri.
Presiden awalnya membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dengan menggunakan bahasa Indonesia. Setelah mengetuk palu tanda membuka sidang, ia menyoroti kondisi dunia yang saat ini sedang menghadapi krisis bertubi-tubi, mulai dari pandemi Covid-19 yang belum selesai hingga rivalitas global, perang, hingga krisis-krisis baru di sektor pangan, energi, dan keuangan.
Berikutnya, Presiden menyoroti kondisi tatanan dunia yang saat ini sedang diuji dengan polarisasi yang meruncing setelah meledaknya perang Rusia-Ukraina. Presiden mengatakan, saat ini mata dunia sedang tertuju pada pertemuan KTT G20. Oleh karena itu, menurut dia, forum G20 tidak boleh gagal. ”Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau, apakah kita akan menambah satu lagi tantangan pada kondisi dunia saat ini?” ujarnya.
Ia menuturkan, selama beberapa bulan terakhir, Indonesia sebagai Ketua G20 telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjembatani perbedaan yang sangat tajam. Namun, tanpa komitmen dan kerja keras untuk menyisihkan perbedaan itu, keberhasilan tidak akan bisa dicapai.
Saat menyampaikan pesan terkait perang dan perdamaian dunia, Presiden beralih berbicara dalam bahasa Inggris. Di hadapan para pemimpin negara G20, ia mengatakan, setiap pemimpin yang hadir di Bali saat ini memiliki tanggung jawab yang besar, tidak hanya untuk warganya masing-masing, tetapi juga terhadap warga dunia. Saat ini, tidak ada pilihan lain selain mengedepankan dialog dan kolaborasi untuk menyelamatkan dunia dari krisis bertubi-tubi yang menimpa semua negara, khususnya negara miskin dan berkembang.
”Tanggung jawab itu artinya kita harus menciptakan situasi yang win-win, tidak zero sum game. Menjadi pemimpin yang bertanggung jawab itu juga artinya kita harus menghentikan perang. Jika perang tidak berhenti, akan sulit untuk dunia bergerak maju ke depan. Kita seharusnya tidak terbelah ke dalam dua faksi. Kita tidak boleh membiarkan dunia kembali jatuh ke Perang Dingin selanjutnya,” kata Jokowi.
Optimisme deklarasi
Indonesia memegang presidensi G20 di tengah situasi yang tidak mudah ketika dunia sedang mengalami kecamuk geopolitik dan ekonomi. Namun, sejauh ini, ada nuansa optimisme yang berhasil dicapai terkait arah konsensus dalam deklarasi para pimpinan negara (leaders’ declaration).
Kita tidak boleh membiarkan dunia kembali jatuh ke Perang Dingin selanjutnya.
Pertemuan final di tingkat sherpa G20 pada Minggu (13/11/2022) malam untuk menyusun draf deklarasi pimpinan memunculkan harapan bahwa setiap kepala negara bisa melahirkan deklarasi bersama. Semula, potensi lahirnya deklarasi ini sempat diragukan mengingat tingginya tensi geopolitik dunia saat ini.
Di luar sikap politik, berbagai program konkret (concrete deliverables) juga sudah lebih dulu berhasil disepakati di berbagai kelompok kerja dan pertemuan tingkat menteri. Kesepakatan itu tinggal diperkuat melalui pernyataan bersama para kepala negara.
Saat ditanyakan mengenai perkembangan pembahasan penyusunan draf naskah deklarasi pimpinan, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, setiap perwakilan sherpa negara G20 telah sepakat untuk mengupayakan menghasilkan output dokumen deklarasi pimpinan. ”Memang nanti ketuk palunya di tingkat KTT. Namun, sejauh ini pembahasan sangat kondusif,” kata Susiwijono.
Memang nanti ketuk palunya di tingkat KTT. Namun, sejauh ini, pembahasan sangat kondusif.
Ia meyakini pernyataan Presiden Jokowi saat membuka KTT G20 telah menggambarkan nuansa kebatinan yang saat ini terbangun di antara para pemimpin negara. Deklarasi pimpinan akan terdiri dari paragraf pembuka yang berisi sikap negara-negara G20 terhadap isu geopolitik dan ekonomi global saat ini serta paragraf berikutnya berupa kesepakatan para pemimpin G20 untuk menjalankan aksi dan inisiatif konkret di berbagai bidang.
”(Sikap terhadap kondisi geopolitik) itu pasti ada di paragraf pembuka. Ini hasil dari perjuangan keras selama beberapa bulan terakhir ini,” kata Susiwijono.
Sebelumnya, saat wawancara khusus dengan Kompas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini, deklarasi para pemimpin G20 di Bali bisa tercapai di tengah fragmentasi global yang sedang runcing. Untuk mencapai kesepahaman tanpa menyinggung situasi geopolitik yang tegang itu, Indonesia akan mendorong pemakaian bahasa yang moderat atau halus. Misalnya, menghindari kesan mengecam pihak tertentu dan lebih menekankan kepada pertanggungjawaban.
”Moderasi ini penting supaya G20 tak ditarik-tarik oleh kubu-kubu geopolitik. Deklarasi harus menunjukkan netralitas Indo-Pasifik dan berpihak kepada negara berkembang,” kata Airlangga.