Lawatan Presiden Xi Jinping ke Asia Tenggara dianggap perjalanan monumental dalam diplomasi China. Beijing diharapkan berperan penting meningkatkan tata kelola global dan menawarkan solusi untuk aneka persoalan dunia.
Oleh
LUKI AULIA, DARI BEIJING, CHINA, MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
AP/POOL/AJENG DINAR ULFIANA
Presiden China Xi Jinping melambaikan tangan setelah turun dari pesawat di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, Senin (14/11/2022), untuk menghadiri KTT G20.
BEIJING, KOMPAS – Perjalanan Presiden China Xi Jinping ke Asia Tenggara untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Indonesia, dan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) dianggap sebagai perjalanan monumental dalam diplomasi China. Pasalnya, ini menandai kunjungan Xi ke luar negeri pertama sejak Kongres Nasional Ke-20 Partai Komunis China (PKC).
Dalam kongres tersebut, Xi memperpanjang masa jabatannya untuk periode ketiga sebagai Sekretaris Jenderal PKC. China diharapkan akan berperan penting dalam meningkatkan tata kelola global dan menawarkan solusi untuk persoalan genting, termasuk perubahan iklim, ketahanan pangan, dan energi.
Xi dijadwalkan berada di Bali hingga Kamis (17/11/2022). Selain menghadiri KTT G20, ia mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden AS Joe Biden, Senin sore ini, di Hotel Mulia, Nusa Dua. Saat bertemu, kedua pemimpin berjabat tangan di depan deretan bendera China dan AS.
Kepada Biden, Xi mengingatkan, sebagai pemimpin dua negara besar, keduanya harus membawa hubungan dua negara ke arah yang benar dan menemukan arah yang tepat dalam hubungan bilateral serta meningkatkan hubungan tersebut. Xi juga menyebutkan, kedua negara harus mengambil sejarah sebagai cermin dan hal itu untuk memandu ke arah masa depan.
Hal itu dikatakan Xi merespons pernyataan Biden yang mengandung pesan senada. "Sebagai pemimpin dua negara, kita sama-sama memiliki tanggung jawab, menurut saya, untuk memperlihatkan China dan Amerika Serikat mampu mengelola perbedaan-perbedaan kita, mencegah persaingan... agar tidak menjadi konflik serta menemukan cara-cara untuk bekerja bersama dalam isu-isu global yang mendesak yang membutuhkan kerja sama bersama," kata Biden.
Biden menyebut perubahan iklim dan kerawanan pangan sebagai masalah yang diharapkan oleh dunia agar ditangani oleh AS dan China.
AFP/SAUL LOEB
Presiden AS Joe Biden (kanan) dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan saat keduanya bertemu di sela KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).
Selain dengan Biden, selama di Bali Xi juga mengadakan pertemuan bilateral dengan beberapa pemimpin negara G20. Salah satunya adalah Perdana Menteri Australia Anthony Albanese. Pertemuan keduanya dijadwalkan, Selasa (15/11/2022) besok.
Pertemuan tersebut bakal menjadi pertemuan tatap muka pertama antara pemimpin kedua negara dalam lima tahun. Dalam beberapa tahun terakhir hubungan Beijing-Canberra diwarnai ketegangan, yang berdampak pada tersumbatnya ekspor produk-produk Australia ke China senilai 13 miliar dollar AS per tahun.
"Kami memasuki pembicaraan ini dengan niat baik. Tidak ada prakondisi dalam pembicaraan ini," ujar Albanese.
Jubir Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, hubungan yang meningkat akan membantu kepentingan-kepentingan kedua negara. Ia tidak mengonfirmasi bakal adanya pertemuan Xi-Albanese.
“Kami berharap Australia akan.. membangun kembali saling percaya dan memulihkan hubungan bilateral kembali ke jalur yang tepat," ujar Mao dalam keterangan rutin harian di Beijing.
Sebelumnya, perdana menteri terakhir Australia yang bertemu dengan Xi adalah Malcolm Turnbull. Turnbull bertemu dengan Xi di sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, Juni 2017.
Prioritas Xi
Direktur Pusat Studi Asia Tenggara dari Akademi Ilmu Sosial China, Xu Liping, kepada harian China Daily, Senin (14/11/2022), mengatakan bahwa salah satu prioritas perjalanan Xi ke KTT G20 dan APEC adalah membantu menyelesaikan beragam persoalan global dengan cara China. "China menjadi kekuatan stabilisasi untuk pemulihan ekonomi global. China harus memberikan kepercayaan lebih kepada dunia dalam konteks potensi krisis ekonomi," ujarnya.
Xu menambahkan, Xi akan memanfaatkan kehadirannya di KTT G20 dan APEC untuk mengemukakan rencana dan proposisi baru dalam diplomasi China serta mengadvokasi pembangunan masa depan bersama.
AFP/POOL/AJENG DINAR ULFIANA
Presiden China Xi Jinping dan istrinya, Peng Liyuan, turun dari pesawat di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, Senin (14/11/2022), untuk menghadiri KTT G20.
Salah satu dari tiga prioritas KTT G20 tahun ini adalah transformasi digital, isu yang pertama kali diajukan di KTT G20 Hangzhou pada 2016. Xu juga menilai China telah memberikan contoh dalam menegakkan regionalisme terbuka, multilateralisme, dan kerja sama perdamaian. "Krisis Ukraina, krisis pangan, dan energi global menunjukkan perlunya meningkatkan solidaritas antarnegara," kata Xu.
Wakil Direktur dari Departemen Studi Amerika Institut Studi Internasional China, Su Xiaohui, kepada harian China Daily, Sabtu lalu, memperkirakan Xi akan memanfaatkan kunjungan luar negerinya untuk menerjemahkan visi keterbukaan dan kerja sama--yang didefinisikan di Kongres Nasional CPC ke-20 dalam menangani hubungan antara China dan dunia-–menjadi tindakan nyata.
Selama ini, China sudah bermain penting dalam tata kelola global melalui mekanisme G20. Karena ekonomi global saat ini menghadapi beraneka masalah, seperti lonjakan inflasi, meningkatnya proteksionisme, dan pemisahan yang didorong ideologi, Su menilai G20 harus terus bertindak sebagai platform untuk memajukan tata kelola global dan bersama-sama menangani tantangan yang dihadapi dunia. China juga akan menyerukan keterbukaan dan kerja sama yang sangat penting bagi banyak negara berkembang.
China dan sejumlah negara G20 memberi komitmen keuangan lebih dari 1,4 miliar dollar AS untuk dana penanganan pandemi yang akan menawarkan pembiayaan untuk memperkuat kemampuan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. (AFP/REUTERS)