China Punya "Kue" Menggiurkan, Tinggal Berebut di Pasarnya
Memenuhi komitmen membuka diri pada dunia, China kembali menggelar pameran impor. Melalui pameran di Shanghai, 5-10 November ini, berbagai negara diharapkan bisa memanfaatkan pasar China yang berpopulasi 1,4 miliar jiwa.
”Saya mau mencoba ini juga,” kata seorang nenek sambil menunjuk headset dan wireless controllers yang dipakai cucunya yang sedang asyik bermain di dunia virtual reality di stan pameran Meta Platform, perusahaan teknologi dari Amerika Serikat atau induk dari Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Messenger. Dari layar 55 inci di depannya terlihat si cucu seakan-akan sedang memegang lightsaber atau pedang yang dipakai di film Star Wars untuk menghancurkan batu-batu yang menyerangnya.
Wajah perempuan penjaga stan Meta tampak bingung, tetapi tak kuasa menolak permintaan si nenek. Setelah headset terpasang, penjaga stan itu mengingatkan jika nenek merasa pusing, headset itu harus segera dilepas.
Begitu terpasang, si nenek langsung heboh mengayunkan wireless controllers ke sana-kemari. Gim yang dimainkan sama, menghancurkan batu. Si penjaga stan sampai harus menarik badan si nenek yang lama- lama mendekati layar di dinding sambil menghindari ayunan tangan si nenek.
Setelah bermain tak sampai 10 menit, si nenek meminta headset dilepas. Sambil tertawa, ia memegangi kepalanya. Pusing sepertinya. ”Xie xie (terima kasih),” katanya kepada penjaga stan, lalu berpindah mengantre lagi, mencoba gawai lain.
Baca juga : China Dorong Investasi Asing
Bukan hanya stan Meta yang dipadati pengunjung tua muda sejak hari pertama pameran, Minggu (6/11/2022), melainkan juga seluruh stan di area khusus yang mendemonstrasikan produk dan teknologi terkait kecerdasan buatan (AI) di China International Import Expo (CIIE).
Setelah empat tahun penyelenggaraan, baru pada tahun kelima ini CIIE menyiapkan area khusus itu. Area baru ini memberikan pengalaman mendalam dengan skenario aplikasi, seperti olahraga, pendidikan, seni, katering, dan hiburan. Area itu terlihat paling ramai selain area otomotif yang memamerkan kendaraan masa depan dan kendaraan yang masih konsep berbentuk prototipe.
Baca juga : Xi Jinping Janjikan Pasar China Lebih Terbuka bagi Produk Asing
Semua barang yang dipamerkan tersebut serba baru. Semua pengunjung ingin mencicipi kecanggihannya, bahkan ingin memilikinya. Sayang, tak ada satu pun produk canggih yang dipamerkan bisa dibeli karena semua produk itu hanya barang pajangan untuk promosi.
”Saya kira kita bisa beli gawai terbaru di sini. Ternyata hanya bisa melihat-lihat dan mencoba. Pameran ini berbeda dengan pameran pada umumnya,” kata Vincent, wartawan dari Malaysia.
Pameran di Shanghai ini memang berbeda. Ini pameran tingkat nasional bertema impor pertama di dunia. Melalui pameran itu, China memberikan kesempatan kepada siapa saja yang hendak memanfaatkan pasar China dengan penduduk 1,4 miliar jiwa.
Ini salah satu wujud ”keterbukaan” China, seperti yang selalu ditekankan Presiden China, Xi Jinping. China berkomitmen terus membuka dirinya serta bekerja sama dengan semua negara dan pihak untuk berbagi peluang di pasar China.
Baca juga : Indonesia Berupaya Kurangi Defisit Perdagangan dengan China
Ide perhelatan CIIE ini datang dari Xi. Diharapkan, pameran itu menjadi contoh paradigma pembangunan baru China, platform untuk keterbukaan berstandar tinggi untuk seluruh dunia.
CIIE menampilkan enam area pameran dengan ratusan produk baru, teknologi baru, dan layanan baru. Misalnya, barang-barang konsumen dan produk pertanian serta peralatan medis canggih bermutu dan berpresisi tinggi yang menampilkan sains dan teknologi terdepan. Banyak produk yang baru diperkenalkan dan diluncurkan pertama kali di sini.
Data Kementerian Perdagangan China menunjukkan pada 2018-2021, peserta pameran telah meluncurkan lebih dari 1.500 produk, teknologi, dan layanan baru, dengan total pendapatan yang diharapkan sekitar 270 miliar dollar AS. Banyak yang semula hanya ”peserta pameran” berubah menjadi ”investor”. Salah satunya, perusahaan biofarmasi Takeda yang sudah memproduksi sembilan produk di China.
Baca juga : Ekspor China Bisa Tertekan Tarif Impor
Meski situasi ekonomi berbagai negara sedang kurang baik, CIIE bisa menarik minat 145 negara, kawasan, dan organisasi internasional, serta 284 perusahaan Fortune Global 500.
Di gedung pameran seluas lebih dari 300.000 meter persegi itu, pameran dibagi dalam enam bagian, mulai dari teknologi hingga produk unggulan setiap negara. Untuk negara-negara kecil dan negara berkembang, ditawarkan kesempatan ikut pameran tanpa perlu membayar sewa stan. Pameran ini mempertemukan pembeli dan penjual serta menginformasikan peluang investasinya.
Ada stan mainan dari Peru, perhiasan dari Pakistan, karpet dari Afghanistan, dan lampu hias dari Yaman. Negara kecil dengan populasi hanya 1,4 juta, Trinidad-Tobago, juga ikut memamerkan sambal dan aneka bumbu. Pada tahun ini, Nikaragua, Djibouti, Irak, dan Komoro untuk pertama kalinya ikut pameran.
Untuk kawasan Asia Tenggara, terlihat stan Filipina bersebelahan dengan Malaysia yang sama-sama memamerkan produk makanan dan minuman unggulan.
Baca juga : Peluang Ekspor ke China Masih Terbuka
Indonesia juga membawa produk hasil pertanian unggulan di anjungan berkonsep galeri terbuka seluas 100 meter persegi. Ada makanan, minuman, kerajinan tangan, dan produk unggulan pertanian, seperti kopi, rempah-rempah, sarang burung walet, dan buah segar.
Konsul Jenderal RI di Shanghai, Deny Kurnia, kepada kantor berita Antara, 5 November lalu, menyebut 49 perusahaan Indonesia—mayoritas berskala kecil dan menengah—ikut pameran. Ekspor Indonesia ke China sepanjang 2021 meningkat 70 persen. Selama periode Januari-Oktober 2022 ekspor Indonesia ke China meningkat 31,32 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Tetap butuh
Meski secara politik hubungan Amerika Serikat dan China selalu tegang, hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara itu tetap saja manis. Di CIIE ada 200 perusahaan AS yang ikut memamerkan teknologi dan produk terbaru, mulai dari solusi perawatan kesehatan dengan dukungan AI, teknologi hijau mutakhir, hingga mobil mewah terbaru. Microsoft dan Intel ikut memamerkan teknologi terbarunya, seperti metaverse.
Menurut US Congressional Research Service tahun 2021, total perdagangan bilateral meningkat 17,6 persen selama 2020. China adalah mitra dagang barang AS terbesar keempat, pasar ekspor AS terbesar keempat, dan sumber impor AS terbesar. Ekspor barang utama AS ke China termasuk cip dan peralatan semikonduktor, produk pertanian, pesawat terbang, turbin gas, dan peralatan medis canggih. Adapun impor utama AS dari China adalah elektronik konsumen dan barang konsumsi lainnya.
Baca juga : Ekspor Tumbuh, China Dorong Kemandirian Ekonomi Domestiknya
Selain AS, produk-produk Jepang juga bertebaran. Menurut harian The Mainichi, 6 November, ada 280 perusahaan Jepang ikut mempromosikan minuman sake, kendaraan listrik, dan peralatan kemah. Bahkan, untuk urusan peralatan kemah ini dibuat stan khusus karena permintaan konsumen China untuk produk itu sangat tinggi.
Untuk mobil canggih, Honda Motor Co, memamerkan konsep model untuk edisi kedua seri mobil listriknya ke pasar China. Menurut rencana, pada 2027 akan dirilis 10 model baru ke pasar Asia. Honda juga akan membangun pabrik mobil listrik di China.
Ada yang menarik di CIIE. Di antara gemerlap teknologi terbaru, produk pertanian, dan rancangan busana terbaru, ada tiga rumah lelang terkenal di dunia, yakni Christie’s, Sotheby’s, dan Phillips, yang memamerkan karya seni. Mereka menyasar kolektor seni milenial China karena pasarnya tumbuh 35 persen menjadi 13,4 miliar dollar AS pada 2021.
Mereka membuka atau memperluas kantor pusat serta kerap berpameran, mengadakan lelang dan mengurasi karya seni untuk melayani kebutuhan kolektor dari kalangan milenial.
Baca juga : Ambisi China Tingkatkan Impor Jadi Peluang bagi Indonesia
Phillips, rumah lelang Inggris berusia 226 tahun, memamerkan beberapa lukisan, salah satunya karakter kartun SpongeBob karya seniman AS, Brian Donnelly. Karya seniman muda AS lain, Lucy Bull, dan seniman kontemporer Jepang, Yayoi Kusama, yang dikenal dengan labu polkadotnya, juga dipamerkan.
Christie’s dari London juga memamerkan lukisan dari Kusama bersama dengan karya seniman China-Kanada, Matthew Wong, dan seniman Perancis, Marc Chagall.
Anti-proteksionisme
Peneliti senior di Akademi Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi China di Beijing, Zhou Mi, menilai pameran seperti ini penting karena ini bentuk China menolak proteksionisme yang meningkat di sejumlah negara. Proteksionisme itu hanya merusak kerja sama dan kepercayaan internasional.
”CIIE memperluas keterbukaan China, meningkatkan perdagangan dua arah, memfasilitasi pembangunan berkualitas tinggi, dan menambah kepercayaan pada multilateralisme,” kata Zhou kepada harian China Daily, 4 November 2022.
Wakil Presiden Universitas Bisnis dan Ekonomi Internasional di Beijing Hong Junjie juga menilai CIIE telah menunjukkan ketahanan yang kuat dari ekonomi China, serta daya tarik besar dari pasar negara yang sangat besar.
Baca juga : Perkuat Poros ASEAN Menghadapi China, Jepang Ekspor Persenjataan ke Vietnam
Hanya saja, menurut sejumlah peserta pameran, pengunjung CIIE tahun ini tak seramai tahun lalu. Hal ini diduga karena kebijakan Covid-19 China dan protokol kesehatan yang masih ketat. Semua peserta harus divaksinasi lengkap dan memberikan catatan tes asam nukleat negatif yang diambil dalam 24 jam sebelum masuk ke gedung pameran.
Pemakaian masker juga wajib. Wartawan peliput pameran yang datang dari luar Shanghai pun harus menjalani semi-karantina selama dua hari dan tak diperbolehkan keluar hotel. Tes juga wajib setiap hari.
Manajer penjualan Sun Yik Food dari Hong Kong yang ikut pameran, Bing Ha, mengeluhkan tidak banyaknya pembeli potensial yang berkunjung karena kebijakan Covid-19. Beberapa peserta pameran dari Jepang juga mengeluh tak banyak petinggi perusahaan Jepang mau datang karena tak mau mengikuti proses di China yang rumit dan merepotkan.
”Kebijakan nol-Covid tetap rintangan besar bagi perusahaan luar negeri untuk memperluas bisnis di pasar China,” kata Bing.