Menteri Keuangan Sri Mulyani: Menjaga Marwah G20, Memastikan Agenda Berjalan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dinamika perjalanan pembahasan isu-isu G20 di bawah kepemimpinan Indonesia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F08%2F81fd5839-fb72-4ba3-9a68-bf7b6b439410_jpg.jpg)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat wawancara khusus dengan Kompas di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (8/11/2022). Wawancara terkait pelaksanaan puncak acara G20 yang akan berlangsung minggu depan.
Pertemuan G20 untuk Bank Sentral dan para menteri keuangan telah diadakan delapan kali. Seperti apa sebenarnya situasi dunia dari persepsi G20 di bawah Presidensi Indonesia?
Indonesia menerima keketuaan dari Italia pada 1 Desember 2021 dengan dihadapkan pada tantangan. Pandemi Covid-19 belum usai. Akan tetapi, tahun 2022 dianggap sebagai tahun ketiga pandemi sehingga semestinya perekonomian dunia mulai bangkit karena masyarakat global telah divaksin.
Memang, ada negara-negara yang kesulitan memperoleh vaksin. Alasannya bermacam-macam, antara lain karena memang susah memesan kuota vaksin. Akan tetapi, ada juga yang karena tidak punya infrastruktur pendukung vaksin dan vaksinasi, seperti peralatan kesehatan, logistik penyimpanan vaksin, dan tenaga vaksinator. Jadi, slogan Recover Together, Recover Stronger ini bukan cuma solidaritas dengan sesama anggota G20, melainkan juga terhadap negara-negara di luar G20 yang kesulitan untuk bangkit.
Oleh sebab itu, temanya adalah mencari jalan keluar (exit strategy) karena selama pandemi kita memakai kebijakan yang tidak lazim. Misalnya, dari sisi fiskal, semua negara menambah defisit. Contoh ekstremnya adalah Amerika Serikat yang bisa menambah 20 persen defisitnya terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) sehingga utang negara bertambah.
Namun, negara-negara lain umumnya menambah 15-18 persen defisit terhadap PDB hanya dalam waktu dua tahun fiskal. Indonesia mencoba sangat berhati-hati. Memakai pendekatan luar biasa ini tidak boleh lama-lama. Tahun ketiga kita harus membicarakan jalan keluar dari situasi ini.
Kita juga melihat scarring effect (dampak jangka menengah dan panjang) dari pandemi Covid-19. Kita melakukan pemetaan sektor yang paling terdampak. G20 di akhir tahun 2021 belum membicarakan krisis pangan dan energi karena belum ada perang, termasuk di Deklarasi Roma, November 2021.

Serangan Rusia
Baru pada Januari 2022 tiba-tiba AS mengeluarkan banyak berita mengenai akumulasi pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina. Pada awal Februari, baru atmosfer mulai tegang walaupun tidak ada pembicaraan mengenai konflik akan pecah. Dalam pertemuan menteri keuangan terlihat posisi hampir setiap anggota mengeras. Banyak imbauan kepada Rusia agar tidak menggerakkan pasukan lebih lanjut.
Dua pekan setelah pertemuan pertama menkeu dan gubernur bank sentral, perang Rusia-Ukraina pecah. Dinamika pertemuan selanjutnya pun berubah. Ini masa dengan tantangan tersulit. Segala semangat untuk pulih bersama dan pulih lebih kuat hilang. Anggota-anggota lebih fokus kepada mengecam Rusia karena menginvasi Ukraina dan condong mendorong agar Rusia dikeluarkan dari G20.
Negara-negara lain umumnya bersimpati kepada Indonesia karena mereka tahu bahwa perkara ini bukan salah kita. Mereka mengatakan Indonesia ada di posisi yang sulit. Oleh karena itu, Indonesia menekankan kembali marwah G20 sebagai forum ekonomi global premium.
Indonesia mengingatkan sejarah lahirnya konferensi tingkat tinggi G20 pada krisis keuangan global 2008. Negara-negara yang mendorong Indonesia mendepak Rusia adalah sejatinya pendiri G20 di tahun 1999. Indonesia mengingatkan, forum ini dibuat sebagai tanggapan atas situasi yang sangat mengancam dan akan menghancurkan tatanan ekonomi dunia. Pada saat itu, para pemimpin negara-negara yang merupakan 80 persen PDB dunia membuat inisiatif berkumpul.

Aset global
Dunia ke depan akan menghadapi krisis berkali-kali. Sekarang permasalahnya adalah pandemi yang tidak bisa ditangani sendiri-sendiri. G20 adalah forum yang merupakan aset global. Keketuaan Indonesia bertekad G20 tidak boleh pecah. Forum ini memang abu-abu karena tidak memiliki sekretariat ataupun anggaran rumah tangga. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa G20 ini cair dan di saat yang sama juga amat kuat.
G20 bisa membuat berbagai keputusan dan komitmen berdampak global. Kita bisa lihat dari tahun 2008 ketika para pemimpin G20 pertama kali berkumpul. Reformasi finansial digerakkan oleh G20. Satuan Tugas Aksi Finansial (FATF) yang mencegah pencucian uang internasional juga sebagian kebijakannya lahir dari G20.
G20 adalah forum yang kuat untuk segera membuat keputusan apabila dunia dihadapkan pada ancaman. Hasil di G20 memengaruhi lembaga-lembaga multilateral beranggotakan lebih banyak, misalnya Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, sampai dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Fleksibel, tetapi efektif. Tidak ada ikatan kewajiban yang erat karena justru akan menimbulkan ketidakmampuan merespons masalah dunia yang begitu kompleks.

Bangunan rumah sakit jiwa di Kramatorsk, Donetsk, Ukraina timur, yang rusak masih mengepulkan asap, Rabu (7/8/2022).
Jika setiap presidensi boleh mendepak anggota, G20 akan melemah. Misalnya, jika ada satu negara yang dikeluarkan oleh G20, ada efek domino. Negara-negara lain yang bersahabat dan setia kepada negara tersebut kemungkinan juga memilih keluar dari G20. Bisa-bisa nanti forum berubah menjadi G16.
Apabila wujudnya G16, negara-negara berkembang yang masih bergabung nanti merasa tidak nyaman. Ujung-ujungnya mereka juga mengundurkan diri. Akhirnya, forum ini menjadi G11 yang merupakan gabungan tujuh negara terkaya di dunia (G7) ditambah segelintir teman mereka. Tidak akan ada gunanya forum ini karena G7 sudah punya forum sendiri. G20 itu menjangkau dunia karena mewakili negara-negara yang tidak ada di dalam G7. Ini kenyataan politik dunia.
Ancaman
Isu yang mengancam semua negara, tidak hanya pada aspek ekonomi, ada tiga. Pertama adalah pandemi yang tidak akan berakhir dengan Covid-19. Di masa depan akan ada pandemi-pandemi baru. Kedua adalah krisis iklim yang berpengaruh kepada semua aspek kehidupan manusia. Ketiga adalah kubu-kubu geopolitik.
Indonesia menawarkan tetap mengundang Rusia, tetapi anggota lain bisa keluar dari ruangan (walk-out) ketika Rusia berbicara. Ini adalah mekanisme yang sah di forum global sebagai wujud menunjukkan protes. Kita mewadahi semua pihak. Hasilnya tampak di pertemuan ketiga yang sudah kembali membahas isu ekonomi.
Di pertemuan ketiga pada bulan Juli itu kita menghadapi harga minyak 105-120 dollar AS per barel. Inflasi di AS sudah tembus 9 persen, Inggris 9 persen, dan Eropa masih 8 persen dengan perkiraan tembus ke dua digit. Inflasi yang liar di negara-negara maju itu gara-gara masalah pangan, energi, dan pupuk akibat perang.


Seorang perempuan dengan payung berdiri di depan Bank of England di kawasan keuangan di London, Kamis (3/11/2022). Bank of England mengumumkan kenaikan suku bunga acuan tertinggi dalam tiga dekade terakhir guna mengatasi inflasi yang meroket.
Diskusi kembali mengenai cara merespons inflasi dengan memasukkan ketahanan pangan dan energi. Exit strategy menjadi lebih sulit karena pembahasan di awal adalah jalan keluar dari pandemi dan kini ditambah dengan dampak perang. Kalau solusi dari pandemi ialah mencegah perekonomian ambruk dengan intervensi fiskal dan monitor. Ketika ekonomi mulai pulih dan masyarakat mulai bisa belanja, fiskal dan moneter mundur bertahap.
Namun, sekarang ada inflasi tinggi. Moneter yang seharusnya mundur bertahap harus mengerem mendadak. Ini adalah komplikasi baru. Inflasi diakibatkan disrupsi dari sisi suplai. Gandum dan pupuk tidak bisa keluar dari Ukraina dan Rusia, embargo minyak, dan lain-lain.
Barang-barangnya ada, tetapi tidak bisa masuk ke pasar. Akhirnya, harga naik tinggi, padahal sesudah pandemi permintaan meningkat. Inflasi jadi sangat tinggi, tetapi alat untuk menurunkannya adalah kebijakan moneter yang mengerem permintaan pasar. Padahal, pokok persoalannya kebuntuan jalur suplai. Kita tidak bisa menunggu jalur suplai dibuka karena perang belum selesai.
Selama perang belum selesai dan menimbulkan disrupsi, permintaan pasar harus ditahan. Makanya, terjadi pelemahan ekonomi dan resesi. Di bulan April kita masih mengumumkan inflasi sementara karena orang-orang gaya hidupnya mulai normal kembali, seperti belanja dan makan di restoran.

Namun, di tengah itu, suplai komoditasnya bermasalah karena jalur ditutup ataupun tidak ada ketersediaan logistik untuk mengangkut barang. Kebijakan moneter masih agak lunak dengan harapan suplai segera normal dan harga barang turun dengan sendirinya.
Ternyata, inflasi menanjak terus karena perang tidak selesai-selesai. Periode Juli-Oktober di pertemuan keempat, negara-negara menarik rem kebijakan moneter drastis. Kebijakan moneter menjadi lebih hawkish. Kalibrasi dan komunikasi tidak sempat. Ada penyempitan kebijakan, yaitu langkah yang diambil oleh suatu negara akan menyakiti atau merugikan pihak lain.
Kita mencoba agar ruang pengambilan kebijakan diperluas. Misalnya, jangan sampai mengakibatkan krisis utang. Kalau harus mengetatkan pengeluaran, jangan sampai berpengaruh kepada roda ekonomi karena perputarannya sudah cukup kuat. Pada Juli, ruang untuk kebijakan moneter memang terbatas sekali.
Atmosfer geopolitik Juli-Oktober juga menegang. Ada faktor perang yang belum berhenti dan ditambah politik domestik berbagai negara juga memengaruhi. Contohnya di China ada penetapan masa jabatan ketiga Presiden Xi Jinping, persiapan pemilihan umum sela di AS, dan gejolak internal Partai Konservatif di Inggris. Politik domestik mereka berkelindan dengan isu global.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F16%2Fa4356018-2458-499c-8ff2-a59e102240ec_jpeg.jpg)
Presiden China Xi Jinping saat hendak berpidato menyampaikan capaian-capaian partai dan pemerintahannya selama lima tahun terakhir di Kongres Partai Komunis China ke-20, Minggu (16/10/2022), di Balai Agung Rakyat, Beijing, China.
Ekonomi-moneter
Setiap keputusan moneter akhirnya juga memengaruhi isu ekonomi dan politik. Menaikkan suku bunga, walaupun perlu, bukan keputusan yang populer sehingga berdampak kepada kondisi politik dalam dan luar negeri. Dugaannya, tahun 2023 akan lebih buruk dari sekarang karena dampak kelangkaan pupuk adalah panen di tahun depan. Eropa menumpuk bahan bakar demi menghadapi musim dingin tahun ini, tetapi tahun depan tidak ada jaminan. Kita harus memetakan sektor-sektor ekonomi yang terkena rembesan masalah ini.
Indonesia membicarakan tiga topik, yakni pandemi, krisis iklim, dan geopolitik. Ketiganya tidak bisa dikendalikan secara individual oleh setiap negara. Khusus pandemi ada banyak kemajuan. Ada dana perantara keuangan (financial intermediaryfund/FIF). Sudah terkumpul 1,4 miliar dollar AS dari 15 kontributor yang mencakup tidak hanya negara maju, tetapi juga negara berkembang dan tiga filantropis. FIF akan diluncurkan pada 14 November di KTT G20 Nusa Dua.
Indonesia dan Rwanda dipercaya sebagai pengelola FIF. Dari Indonesia adalah Chatib Basri dan dari Rwanda Menteri Kesehatan Daniel Ngajime. Inklusivitas diwujudkan dengan melibatkan negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan. Ini memengaruhi tata kelola kesehatan dunia. FIF bukan untuk menyaingi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melainkan memperkuatnya.

Jembatan Sungai Pit membentang di atas Danau Shasta yang mengalami penyusutan debit air di Lakehead, California, Amerika Serikat, Minggu (17/10/2022). Kekeringan ekstrem akibat krisis iklim tersebut membuat danau-danau di wilayah bagian barat mengalami penyusutan debit air yang drastis, bahkan mengalami kekeringan.

Para pengendara melintas di tengah kondisi kabut asap yang tebal di Kota New Delhi, Selasa (16/11/2021). Mahkamah Agung India meminta kepada pihak berwenang untuk menutup kantor pemerintah di Ibu Kota New Delhi dan sejumlah kota terdekat karena polusi udara yang kian memburuk.
Krisis iklim
Di isu krisis iklim selalu berkaitan dengan COP. Pembahasan adalah memetakan pencemar terbesar, baik negara maupun industri. Negara-negara yang tidak bersalah, tetapi menderita karena imbas krisis iklim, harus ditolong. Kini, semua negara menderita akibat perubahan iklim. Bisa dilihat bahwa negara maju ataupun berkembang sama-sama terkena kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta banjir.
Di G20, kita menyelesaikan krisis iklim dengan pendanaan. Menerjemahkan prinsip keadilan dan kesetaraan akses di dalam skema peralihan ke energi terbarukan. Pembuatan kebijakan, penerapan aturan, dan penarikan dana dari sektor swasta. Ada komplikasi karena beberapa negara keberatan jika transisi terlalu cepat bisa berdampak ke meroketnya harga minyak ataupun komoditas fosil lain. Semua anggota sepakat dengan sumber masalah, tetapi berbeda pandangan dalam solusi.
Soal geopolitik derivasinya pangan dan energi. Presiden Joko Widodo nanti akan berbicara soal itu. Inisiatif membuat kemitraan sektor finansial dengan pertanian. Bank Dunia dan Program Pangan Dunia (FAO) yang membuat peta krisis pangan, gizi, dan pupuk global. Laporan keluar pada pertemuan musim semi April 2023. Keketuaan G20 sudah dipegang oleh India.

Presiden Joko Widodo meninjau secara langsung sejumlah tempat yang akan dijadikan lokasi penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, Selasa (8/11/2022).
Ketiga agenda butuh pendanaan. Dulu, kita menunggu uluran tangan negara kaya melalui kerja sama bilateral. Dunia kan punya lembaga-lembaga multilateral, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Negara-negara kaya juga menghadapi masalah ekonomi dan politik dalam negeri.
Jadi, topik pendanaan sekarang adalah mendorong lembaga multilateral menggunakan neraca mereka yang sudah ada untuk meminjamkan dana secara konsesional kepada negara-negara yang memerlukan. Memang, Bank Dunia ataupun lembaga multilateral ini akan merugi. Mereka bisa pinjam di pasar dengan biaya rendah dan biaya tersebut dipinjamkan ke negara miskin dengan bungan rendah, hampir nol persen. Ini berarti disubsidi.
Di saat yang sama, lembaga multilateral meminjamkan dana ke negara berkembang dengan suku bunga sesuai pasar ditambah 70 poin basis. Jadi, meminjam ke Bank Dunia masih lebih menguntungkan daripada meminjam di pasar. (DNE/LAS/FAJ/HAS/Ditto/SUT/JOS)