Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma menyerukan agama-agama di dunia agar bekerja sama menciptakan perdamaian di antara umat manusia di dunia.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
MANAMA, JUMAT — Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus (85) menyerukan agar agama-agama bekerja sama menciptakan perdamaian di antara umat manusia di dunia. Agama tidak boleh digunakan untuk membenarkan kekerasan. Para pemimpin agama berkewajiban melawan nafsu penguasa untuk berperang dengan terus mempromosikan dunia yang lebih adil dan damai secara berkelanjutan.
Paus berbicara pada penutupan Forum Dialog Bahrain di Istana Shakir, Manama, Jumat (4/11/2022). Forum dialog Timur-Barat yang disponsori Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa itu dihadiri lebih dari 200 pemimpin agama dunia, termasuk Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb dan Patriark Ekumenis Konstantinopel Bartolomeus.
Forum para pemuka umat Islam, Kristen, dan Yahudi ini merupakan yang kedua dalam dua bulan setelah Kongres VII Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional di Astana, Kazakhstan, awal September. Seruan Paus kali ini terjadi di tengah kian parahnya dampak perang yang terus berkecamuk di Ukraina sejak Rusia memulai invasi pada 24 Februari 2022.
Paus tiba di Bahrain pada Kamis (3/11/2022) sore untuk lawatan hingga Minggu (6/11/2022) atas undangan Raja Hamad dan pemimpin gereja lokal, Administrator Apostolik Arab Utara Uskup Paul Hinder. Selain mempererat hubungan dengan Islam dan memperkuat dialog Timur-Barat, Paus juga melawat Bahrain untuk menyapa sekitar 80.000 umat Katolik di negara Teluk tersebut.
Mantan Uskup Agung Buenos Aires, Argentina, itu dalam sambutan pada penutupan Forum Dialog Bahrain meyakini, pertemuan di antara orang-orang dari agama yang berbeda dapat membantu memulihkan konflik atau perang. Para pemimpin agama diyakini dapat menghentikan perang, mempromosikan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan, serta menghargai kemanusiaan.
Saat perang Rusia-Ukraina terus berkecamuk dan tak ada tanda-tanda akan segera berakhir, Paus menyerukan agar agama-agama di dunia bekerja sama untuk perdamaian. Dalam pertemuan puncak antaragama di Bahrain itu, dia mengatakan, agama tidak boleh digunakan untuk membenarkan kekerasan. Para pemimpin agama harus melawan nafsu penguasa untuk berperang.
Duduk di sekeliling Paus di halaman Istana Sakhir adalah para imam Muslim terkemuka, pemimpin spiritual Kristen Ortodoks dunia, para rabi Yahudi yang telah lama terlibat dialog antaragama, dan Raja Hamad. Pembicara demi pembicara menyerukan diakhirinya perang Rusia-Ukraina dan dimulainya negosiasi damai. Gereja Ortodoks Rusia menyatakan dukungan terhadap invasi Kremlin ke Ukraina.
Paus Fransiskus mengatakan, dunia tampaknya semakin terbelah, ibarat dua samudera yang berlawanan. Namun, kehadiran para pemimpin agama dunia di Manama adalah bukti bahwa mereka ”berniat berlayar di perairan yang sama, memilih rute pertemuan ketimbang konfrontasi”. Paus sangat bersemangat setiap berbicara tentang pentingnya dialog antargama untuk perdamaian.
”Ada paradoks yang mencolok. Saat mayoritas penduduk dunia bersatu dalam menghadapi kesulitan yang sama, menderita akibat krisis makanan, krisis ekologi, dan pandemi, serta ketidakadilan global yang semakin memalukan, beberapa penguasa justru terperangkap dalam perjuangan untuk kepentingan partisan,” katanya
Paus mengatakan, ”Kita tampaknya menyaksikan skenario dramatis dan kekanak-kanakan: di taman kemanusiaan, alih-alih mengolah lingkungan, kita malah bermain dengan api, rudal dan bom, senjata yang membawa kesedihan dan kematian, menutupi rumah kita bersama dengan abu dan kebencian.”
Raja Hamad mendesak pentingnya upaya yang koheren untuk menghentikan perang Rusia di Ukraina dan mempromosikan negosiasi damai demi kebaikan seluruh umat manusia. Al-Tayeb dalam sambutannya juga menyerukan agar perang Rusia diakhiri demi menyelamatkan nyawa orang-orang tak berdosa yang tidak memiliki andil dalam tragedi kekerasan itu.
Imam Besar Al-Azhar Kairo, Mesir, itu menyerukan Muslim Sunni dan Syiah di mana saja, termasuk di Bahrain, untuk terlibat dalam proses dialog serupa. Dua aliran Islam itu diminta memulihkan kembali perpecahan yang telah berlangsung berabad-abad di antara mereka dengan mengatakan bahwa Al-Azhar siap menjadi tuan rumah pertemuan semacam itu.
Bahrain diperintah minoritas Sunni. Kelompok hak asasi manusia menuduh elite kekuasaan melakukan diskriminasi sistematis terhadap mayoritas Syiah. Tuduhan ini ditolak pemerintah dan menyebutnya sebagai tidak berdasar dan fitnah keji. ”Mari kita mengusir semua nada kebencian, provokasi, pengucilan, dan mengesampingkan semua bentuk konflik kuno dan modern,” kata Al-Tayeb.
Al-Tayeb kemudian bertemu secara pribadi dengan Paus. Mereka sering bertemu, diperkirakan sudah lebih dari lima kali jika dihitung sejak pertama kali pada 23 Mei 2016 di Kairo, Mesir. Pertemuan berikutnya terjadi pada April 2017 di Kairo, Oktober 2018 di Vatikan, Februari 2019 di Abu Dhabi, September 2022 di Astana, dan sekarang di Manama. Mereka bersahabat karib.
Pertemuan mereka pada Februari 2019 di Abu Dhabi ditandai penandatanganan manifesto persaudaraan Muslim-Kristen bertajuk ”Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama”. Hubungan pribadi yang kuat di antara keduanya diharapkan memupuk persaudaraan antardua agama samawi itu.
Setelah pertemuan pribadi itu, Paus diundang berpartisipasi dalam sebuah pertemuan besar di masjid di lingkungan istana kerajaan dengan Dewan Tetua Muslim untuk forum dialog Timur-Barat. Al-Tayeb adalah pemimpin Dewan Tetua Muslim yang berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Menurut Vatican News, Paus akan menghadiri pertemuan ekumenis dan doa untuk perdamaian di Katedral Bunda Maria dari Arab di Awali, gereja katedral terbesar di Semenanjung Arab. Gereja ini berkapasitas sekitar 2.300 orang dan dibuka sejak 9 Desember 2021.
Pada Sabtu (5/11/2022), Paus akan memimpin misa di Stadion Nasional Bahrain yang akan dihadiri sekitar 160.000 orang. (AP/AFP/REUTERS)