PBB-Turki Coba Selamatkan Perjanjian Ekspor Gandum Pasca-mundurnya Rusia
Rusia mundur dari kesepakatan ekspor pangan via Laut Hitam. Kremlin menuding Ukraina memanfaatkan koridor ekspor itu untuk menyerang Armada Laut Hitamnya. PBB-Turki, mediator utama, berupaya menyelamatkan perjanjian itu.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
AP PHOTO/AMR NABIL
Seorang perajin roti di Mesir tengah mempersiapkan penganan tradisional yang disebut baladi di sebuah lokasi di Kairo Lama di Kota Kairo, Mesir, 8 September 2022. Mesir menjadi salah satu konsumen utama gandum Ukraina. Meningkatnya harga gandum karena perang di Ukraina menekan perekonomian Mesir, khususnya para perajin roti di negara itu.
ANKARA, SENIN — Ancaman krisis pangan dunia kembali membesar setelah Rusia, Sabtu (29/10/2022), memutuskan menarik diri dari perjanjian ekspor gandum Ukraina. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Turki, dua mediator utama dalam kesepakatan yang dibuat pada Juli 2022, berupaya menyelamatkan perjanjian tersebut.
Pada Senin (31/10), PBB bersama Turki dan Ukraina bahkan jalan terus dengan tetap menjalankan kesepakatan ekspor gandum melalui Laut Hitam. Mereka berencana mengawal 16 kapal pengangkut ekspor gandum dari Ukraina: 12 kapal keluar, sementara 4 kapal masuk.
Moskwa memutuskan, Sabtu lalu, menarik diri dari kesepakatan ekspor gandum via Laut Hitam untuk ”jangka waktu yang tak terbatas”. Mereka beralasan tidak lagi mampu ”menjamin keamanan kapal-kapal sipil” yang berlayar di bawah kesepakatan tersebut menyusul serangan terhadap Armada Laut Hitam milik Rusia di Pelabuhan Sevastopol, Crimea.
”Mulai hari ini, Rusia menangguhkan inisiatif untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Instruksi yang relevan diberikan kepada perwakilan Rusia di Pusat Koordinasi Gabungan di Istanbul,” kata Wakil Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya, dalam surat yang dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Sabtu (29/10).
Keputusan Rusia menarik diri dari Kesepakatan Laut Hitam atau Black Sea Initiative yang ditandatangani pada 22 Juli 2022 itu mengejutkan. Banyak kalangan berharap agar perjanjian tersebut diperpanjang. Perjanjian itu akan berakhir pada 19 November mendatang.
Berkat perjanjian tersebut, lebih dari 9,5 ton jagung, gandum, produk-produk bunga matahari, jelai, dan kedelai telah diekspor melalui Laut Hitam. Berdasarkan perjanjian itu, Pusat Koordinasi Bersama (Joint Coordination Centre (JCC)—beranggotakan pejabat PBB, Turki, Rusia, dan Ukraina—menyepakati adanya pergerakan kapal-kapal pengangkut komoditas pangan itu. Mereka pula yang memeriksa kapal-kapal tersebut.
AP PHOTO/EFREM LUKATSKY
Sebuah truk tengah menurunkan muatan gandum di sebuah tempat penyimpangan di Desa Zghurivka, Ukraina, Selasa (9/8/2022). Pemerintah Rusia, Sabtu (29/10/2022), memutuskan mundur dari Kesepakatan Laut Hitam yang memungkinan Ukraina bisa mengekspor gandum dan produk biji-bijian mereka.
Nebenzya, dikutip dari kantor berita TASS, mengatakan bahwa Pemerintah Rusia tidak punya pilihan lain kecuali mengakhiri kesepakatan ekspor tersebut. Menurut dia, koridor ekspor itu digunakan oleh militer Ukraina untuk menyerang Armada Laut Hitam Rusia.
Selain itu, lanjut Nebenzya, Rusia juga tidak bisa menjamin keamanan dan keselamatan kapal-kapal sipil yang berlayar berdasarkan kesepakatan itu. ”Mempertimbangkan tindakan terorisme yang dilakukan oleh rezim Kyiv dengan bantuan Inggris pada 29 Oktober 2022 terhadap kapal Armada Laut Hitam dan kapal sipil yang digunakan untuk menjaga keamanan koridor gandum, Rusia menangguhkan partisipasi dalam pelaksanaan perjanjian ekspor produk pertanian dari pelabuhan Ukraina,” kata pernyataan Nebenzya.
Uni Eropa (UE) menyayangkan keputusan Rusia untuk mundur dari perjanjian dan meminta membatalkannya. ”Keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasi dalam kesepakatan Laut Hitam membahayakan rute ekspor utama biji-bijian dan pupuk yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis pangan global. UE mendesak Rusia untuk (membalikkan) keputusannya,” cuit Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell melalui akun Twitternya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut keputusan pengunduran Rusia sebagai tindakan yang sangat keterlaluan. Menurut dia, keputusan itu akan meningkatkan potensi kelaparan di berbagai kawasan, terutama kawasan yang menggantungkan diri pada konsumsi gandum serta produk biji-bijian Ukraina.
Kementerian Pertahanan Turki menyebutkan, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menjalin kontak dengan koleganya dari Rusia dan Ukraina guna berupaya menyelamatkan kesepakatan ekspor pangan melalui Laut Hitam. Juru Bicara Sekjen PBB Stephan Dujarric mengatakan, Sekjen PBB Antonio Guterres juga ”menjalin kontak secara intensif guna membahas keluarnya Rusia dari partisipasi (pada kesepakatan tersebut)”.
Guterres menunda sehari keberangkatannya ke ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Aljazair untuk fokus mengupayakan penyelesaian masalah tersebut.
AP/DAVID GOLDMAN
Kapal Navi-Star, yang membawa muatan penuh gandum, menanti kesempatan untuk mulai berlayar di Pelabuhan Laut Odesa di Odesa, Ukraina, 29 Juli 2022.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, kejadian ini adalah sandiwara lain yang coba dimainkan oleh Kremlin. Dia menambahkan, Moskwa memanfaatkan peristiwa yang sebenarnya terjadi pada 220 kilometer koridor ekspor sebagai alasan palsu.
”Rusia telah merencanakan ini dengan baik sebelumnya. Rusia mengambil keputusan untuk melanjutkan permainan kelaparan sejak lama dan sekarang mencoba untuk membenarkannya,” cuit Kuleba di Twitter. Ia tidak memberikan bukti untuk mendukung pernyataannya.
Sehari sebelumnya, Juru Bicara Sekjen PBB Stephan Dujarric mengatakan, selama 4 bulan berjalan, jumlah ekspor gandum dan biji-bijian baru mencapai sekitar 9 juta ton dari perkiraan 22-25 juta ton yang mampu dikirim ke pasar global.
Meski begitu, dibukanya kembali keran ekspor dari Ukraina, menurut Dujarric, telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap turunnya harga gandum dan komoditas lainnya. Ia juga menyebut bahwa berdasarkan pemodelan Bank Dunia, penurunan harga bahan pangan itu telah berkontribusi tidak langsung untuk mencegah sekitar 100 juta warga global jatuh dalam kemiskinan ekstrem. (REUTERS)