Musk ”Bersih-bersih Eksekutif” Twitter, Isu Ancaman Disinformasi Jadi Sorotan
Perusahaan pengelola Twitter resmi menjadi kepunyaan Elon Musk. Melihat pandangan-pandangannya selama ini, ada kekhawatiran di bawah Musk, Twitter menjadi longgar pada ancaman penyebaran hoaks dan disinformasi.

Foto ilustrasi yang dibuat di Washington DC, Amerika Serikat, pada 14 April 2022 ini memperlihatkan layar telepon genggam dengan tampilan akun Twitter Elon Musk dan foto dirinya. Musk resmi mengakuisisi perusahaan Twitter, Kamis (27/10/2022).
SAN FRANCISCO, JUMAT — ”Burung telah dibebaskan”, demikian cuitan pertama Elon Musk, orang terkaya di dunia, di Twitter beberapa jam setelah ia resmi menjadi pemilik media sosial Twitter, Kamis (27/10/2022) waktu Amerika Serikat atau Jumat (28/10/2022) pagi WIB.
Tidak ada yang tahu secara pasti tentang maksud cuitan itu selain Musk sendiri. Musk juga mengubah biodata profilnya dengan sebutan ”Chief Twit”.
”Burung” yang dia sebut bisa dipahami mengacu pada burung, logo Twitter. Namun, apa maksud sebenarnya, hingga saat ini publik baru bisa meraba-raba. Kantor berita Reuters menulis, maksud cuitan tersebut diperkirakan menjadi sinyal tunduknya Twitter saat ini pada keinginan Musk yang menginginkan platform media sosial (medsos) itu agar mengurangi pembatasan atas konten-konten yang bisa diunggah di Twitter.
Musk membeli Twitter seharga 44 miliar dollar AS meskipun sempat terjadi hambatan. Pada hari Kamis, ia mendatangi kantor pusat Twitter di San Francisco, AS. Langkah pertama yang diambilnya ialah bersih-bersih dengan cara mendepak beberapa petinggi perusahaan. Ia memberhentikan Direktur Eksekutif Twitter Parag Agrawal, Direktur Keuangan Ned Segal, dan Kepala Urusan Hukum dan Kebijakan Vijaya Gadde. Bahkan, Agrawal dan Segal dikawal oleh petugas keamanan keluar dari gedung.
Hubungan Musk—yang juga pendiri Tesla, SpaceX, dan Starlink—dengan ketiga mantan petinggi Twitter tersebut tidak baik. Musk menuduh mereka membohongi dia dalam proses pembelian karena jumlah pengguna Twitter yang disebut sebanyak 300-397 juta orang per hari itu ternyata banyak dari akun bodong. Akun-akun ini tidak memberi pendapatan. Bahkan, Twitter menombok karena biaya pengeluaran mereka melebihi omzet.
Setelah Musk menguasai Twitter, banyak pihak menanyakan rencana konkretnya untuk medsos dengan pengguna terbanyak ke-16 di dunia itu. Ia pernah menyampaikan akan memangkas 75 persen jumlah staf dan karyawan Twitter. Sebanyak 7.500 karyawan Twitter juga masih dirundung kekhawatiran. Jika Musk serius dengan rencananya, berarti akan ada sekitar 5.000 orang staf dan karyawan Twitter di-PHK.
Baca juga: Elon Musk Dikabarkan Akan Mem-PHK 75 Persen Karyawan Twitter
Belum diketahui rencana selanjutnya, apakah Musk ingin merekrut karyawan baru atau justru menaikkan beban kerja karyawan yang tersisa. Ia pernah mengutarakan, ia ingin menaikkan jumlah pengguna Twitter menjadi 1 miliar orang per hari. Jika ia tetap melaksanakan rencana itu, hal ini akan menjadi kerja keras tanpa sumber daya yang memadai.

Gabungan foto yang dibuat, Kamis (27/10/2022), ini memperlihatkan (dari kiri ke kanan) foto CEO Twitter Parag Agrawal dalam foto yang dirilis pada 29 November 2021, logo Twitter, dan Elon Musk saat berbicara pada konferensi pers di fasilitas SpaceX's Starbase, dekat Boca Chica Village, South Texas, AS, 10 Februari 2022.
Rencana konkret Musk belum terbuka. Ia beberapa kali mengatakan hendak membuat Twitter menjadi medsos bebas sensor. Hal ini mencemaskan para pengamat demokrasi karena tanpa moderasi konten, Twitter bisa menjadi pusat ujaran kebencian, hoaks, dan indoktrinasi kelompok ekstrem.
Baca juga: Apakah Elon Musk Masih Bisa Dipercaya?
Seusai memecat Agrawal, Segal, dan Gadde, Musk berusaha menenangkan publik. ”Melonggarkan aturan moderasi konten tidak berarti Twitter menjadi lahan tak bertuan,” ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakannya.
Moderasi dan isu kebebasan
Mengutip sumber yang mengetahui persoalan ini, Bloomberg melaporkan, Musk juga ingin menjadi CEO Twitter. Ia juga berencana menghapus pencekalan permanen terhadab sejumlah pengguna Twitter. Musk pernah menyebut dirinya sebagai ”pembela absolut kebebasan berbicara (free speech absolutist).
Ia juga menginginkan platform medsos lebih memberi kebebasan pada semua jenis komentar. Ia pernah menyatakan akan ”mencabut pencekalan permanen” Twitter terhadap mantan Presiden AS Donald Trump.
Pendekatan terbuka yang akan ditempuh Musk terkait kebebasan berekspresi di Twitter bisa memperuncing kembali perdebatan lama seputar isu-isu konten toksik dan misinformasi. Harian The New York Times (NYT) menulis, ujian awal mengenai hal tersebut akan bisa terlihat dalam beberapa hari ke depan pada kasus pemilihan umum presiden di Brasil dan pemilu sela di AS, 8 November mendatang.

Logo platform medsos Twitter terpampang di lantai bursa saham New York, Senin (29/10/2021).
Twitter menegaskan, pihaknya akan mencegah unggahan-unggahan klaim yang mengecoh serta menyesatkan terkait pemilihan umum dan hasilnya. Namun, penegasan itu disampaikan sebelum Musk menguasai perusahaan pengelola platform medsos tersebut. Akuisisi Musk pada Twitter disambut gembira oleh sejumlah anggota partai Republik di AS, yang merasa selama ini Twitter kerap menyensor pandangan-pandangan konservatif mereka.
Baca juga: Whatsapp Mengalami Gangguan, Warganet Menjerit
”Bakal ada konsekuensi-konsekuensi di dunia nyata atas kepemimpinan dia (Musk),” kata David Kaye, profesor hukum di Universitas California, Irvine, yang bekerja sama dengan PBB dalam isu-isu kebebasan berbicara, mengenai akuisisi Musk di Twitter, seperti dikutip NYT.
”(Konsekuensi-konsekuensi itu meluas) hingga para pemimpin dunia melihat bahwa mereka memiliki ruang ini dan tidak dimoderasi, mereka bisa melihat sampai sejauh mana akan melangkah,” kata Kaye.
Menurut para peneliti, aturan-aturan di Twitter sangat penting guna menangkis ujaran kebencian secara daring dan disinformasi. Sebagian pemasang iklan juga telah menyampaikan kekhawatiran jika merek (brand) mereka muncul di Twitter berdampingan dengan cuitan-cuitan kontroversial.
Peringatan dari India
Menteri Teknologi Informasi India Rajeev Chandrasekar cepat memberi tanggapan. Ia menekankan, terlepas siapa pemilik Twitter, perusahaan medsos itu tetap harus menaati peraturan di India mengenai hal-hal yang boleh dan dilarang untuk disebarluaskan di publik.
Musk turut mengatakan, ia ingin membuat layanan premium di Twitter. Ia mengincar pengguna serius Twitter yang jumlahnya 10 persen dari pengguna total. Meskipun relatif kecil, mereka menghasilkan 90 persen unggahan dan mendatangkan setengah dari omzet perusahaan tersebut. Adanya layanan berbayar ini dimaksudkan untuk mengurangi tampilan iklan di Twitter. Musk dikabarkan tidak menyukai banyak tampilan iklan.

Foto dokumentasi tanggal 26 April 2022 ini memperlihatkan kantor pusat perusahaan Twitter di pusat kota San Francisco, California, AS.
Melalui surat terbuka, Kamis (27/10/2022), Musk berupaya menenangkan para pengiklan. Ia menyebutkan, kritikan dirinya terhadap aturan-aturan moderasi konten di Twitter tidak akan mencederai kekhawatiran mereka. ”Twitter jelas tidak bisa menjadi ruang tumpahan semua ketidaknyamanan, tempat semua hal bisa disampaikan tanpa ada konsekuensi-konsekuensinya!” tegas Musk dalam surat terbukanya.
Tak lama setelah beredar kabar Musk menguasai Twitter, sebagian pengguna Twitter segera melontarkan sinyal keinginan untuk meninggalkan platform medsos tersebut. ”Saya akan senang bisa segera meninggalkan (Twitter) jika Musk bertindak seperti yang kita semua perkirakan akan dilakukannya,” cuit pemilik akun @mustlovedogsxo.
Cegah hoaks-ujaran kebencian
Kepada media Sky News, salah satu pendiri Twitter yang juga mantan Penasihat Digital Gedung Putih, Jason Goldman, menjelaskan, apabila Twitter ingin menarik pengguna premium, mereka harus bisa memberi nilai tambah. Iklim Twitter juga harus bisa menjamin bahwa ini medsos yang bermutu dan terhormat sehingga pemakai premium memperoleh gengsi. Hal ini diperoleh dengan adanya moderasi konten yang baik sehingga unggahan bersifat hoaks dan ujaran kebencian tidak beredar.
Baca juga: Cuitan Elon Musk Bikin Berang Pemerintah Ukraina
Ada pula niat Musk menciptakan aplikasi super dengan berlandaskan Twitter. Ini adalah kelanjutan dari cita-citanya pada tahun 2016. Musk mengaku terilhami China yang memiliki aplikasi super WeChat. Di medsos ini, tidak hanya bisa mengunggah konten dan mengobrol, pengguna juga bisa berbelanja, memesan makanan, membayar tagihan, dan memperoleh layanan taksi daring.
Dosen pemasaran dari Universitas New York, Scott Galloway, menerangkan dalam siaran media Pivot bahwa konsep aplikasi super ini bisa berkembang di negara yang tidak demokratis, seperti China. Alasannya, pemerintah setempat membatasi jenis-jenis medsos yang boleh diakses masyarakat sehingga satu aplikasi harus bisa menampung segala kebutuhan publik.
”Berbeda dengan negara demokratis, seperti AS, industri perusahaan rintisan dan medsos berkembang subur. Setiap orang bebas menentukan aplikasi sesuai kebutuhan masing-masing dan setiap aplikasi memiliki syarat serta cara pemakaian yang berbeda-beda karena memiliki pangsa pasar tersendiri,” ujarnya. (REUTERS)