Indonesia Serukan Agar ASEAN Buka Komunikasi ke Oposisi Myanmar
Indonesia mendorong ASEAN membuka komunikasi dengan kelompok oposisi di Myanmar. Pendekatan inklusif ini berangkat dari nihilnya implementasi lima konsensus oleh junta.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Indonesia mendorong ASEAN untuk membuka jalur komunikasi resmi dengan berbagai kelompok di Myanmar di luar junta militer. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa junta tak kunjung mengimplementasikan lima konsensus ASEAN.
”Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk. Bahasa yang dipakai oleh Chair adalah deterioratingand worsening. Dan, ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para menlu ASEAN,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers seusai Pertemuan Khusus Para Menteri Luar Negeri ASEAN di Sekretariat ASEAN di Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Para menteri luar negeri ASEAN menyampaikan keprihatinan dan kekecewaannya atas sikap junta militer Myanmar yang tidak mau memperlihatkan kerja samanya melaksanakan lima poin konsensus.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup, menurut Retno, para menteri luar negeri ASEAN menyampaikan keprihatinan dan kekecewaannya atas sikap junta militer Myanmar yang tidak mau memperlihatkan kerja samanya melaksanakan lima poin konsensus. Konsensus itu dihasilkan saat para pemimpin ASEAN bertemu di Jakarta, 24 April 2021. Pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing hadir saat itu.
Pertemuan Khusus Menteri Luar Negeri ASEAN digambarkan oleh Retno sebagai sebuah pertemuan yang terbuka serta menyiratkan kekhawatiran dan kekecewaan atas tindak tanduk junta. Beberapa negara menyampaikan rasa frustrasinya karena tak ada kemajuan setelah konsensus itu disepakati lebih dari setahun silam.
Retno menjelaskan, dalam pertemuan itu, Indonesia memberikan penekanan khusus pentingnya ASEAN untuk segera melakukan komunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Penegasan ini dinyatakan dua kali oleh Retno dalam pernyataannya.
Akan tetapi, dia mengatakan, komunikasi dengan junta juga tetap dilakukan sebagai bagian dari para pihak yang berkepentingan untuk memperbaiki kondisi di Myanmar. Komunikasi dengan militer tidak ada kaitannya dengan pengakuan terhadap pemerintahan yang kini berada di tangan Tatmadaw, julukan bagi militer Myanmar.
Dalam pandangan Indonesia, Retno melanjutkan, komunikasi ini dapat menjadi landasan bagi ASEAN untuk memfasilitasi berlangsungnya dialog nasional yang akan menentukan masa depan Myanmar. ”Masalah Myanmar hanya akan dapat diselesaikan oleh rakyat Myanmar sendiri. Dialog di antara mereka menjadi sangat penting artinya,” kata Retno.
Pemerintah Indonesia, menurut Retno, juga mengecam serangan junta militer saat berlangsungnya konser musik di Kachin, Minggu (23/10). Kejadian itu menyebabkan puluhan penonton, mayoritas warga sipil, tewas dan ratusan orang lainnya terluka.
”Serangan yang dilakukan oleh junta militer Myanmar pada saat pelaksanaan konser musik di Kachin harus dikecam dan tidak dapat diterima,” katanya.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemenlu RI Sidharto R Suryodipuro menambahkan, dalam pemahaman Indonesia, pemangku kepentingan yang dimaksud tidak hanya terbatas pada Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang sebagian besar adalah pejabat pemerintah Myanmar terpilih hasil pemilihan umum 2020. Para pemangku kepentingan yang dimaksud harus diidentifikasi bersama terlebih dulu.
”Tapi, Indonesia tidak sependapat kalau pelibatan ini harus ada izin dari junta. Yang dimaksud dengan semua pemangku kepentingan sudah tercantum dalam lima poin konsensus,” katanya.
Namun, menurut Sidharto, belum ada kesepakatan soal mekanisme pelibatan para pihak di luar Tatmadaw secara resmi oleh ASEAN. Akan tetapi, Indonesia berpandangan bahwa sudah waktunya pelibatan para pihak di luar Tatmadaw dilakukan secara terbuka.
Nonformal
Peneliti ASEAN Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Khanisa berpendapat, perubahan sikap Pemerintah Indonesia itu adalah perubahan yang baik. Pemerintah Indonesia melalui sikap itu ingin memperlihatkan sebuah perspektif baru dan mencoba bersikap adil terhadap semua pihak.
Khanisa yakin bahwa sebenarnya komunikasi nonformal antara Indonesia dan para pemangku kepentingan di Myanmar di luar Tatmadaw telah berlangsung selama ini meski tidak terbuka. Jika usulan Indonesia itu disetujui, pemerintah bisa bekerja sama dengan jaringan lembaga swadaya masyarakat untuk mulai melakukan pelibatan-pelibatan yang lebih dalam dan intensif.
Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhon mengatakan, lambannya ASEAN dalam mengambil tindakan terhadap situasi yang semakin memburuk di Myanmar lebih disebabkan kondisi lapangan yang kritis dan rapuh. Dirinya membantah lambatnya penanganan masalah Myanmar karena kurangnya komitmen ASEAN.
“Situasi di lapangan tetap kritis dan rapuh. Dan, ini bukan karena kurangnya komitmen dan upaya dari pihak ASEAN akan tetapi karena kompleksitas dan kesulitan konflik Myanmar yang berlarut-larut selama beberapa dekade,” kata Sokhonn.
Pernyataan Sokhonn, yang juga Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, itu untuk menjawab pernyataan Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Thomas Andrews. Andrews menyebutkan bahwa dunia internasional, termasuk ASEAN, mengecewakan rakyat Myanmar. Lebih dari setahun pascakudeta, 1 Februari 2021, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh dunia internasional. Sebaliknya, tindakan junta militer terhadap warga sipil yang menolak keberadaannya semakin brutal.
Berdasarkan catatan sejumlah lembaga hak asasi manusia, lebih dari 2.300 warga sipil tewas sejak kudeta berlangsung di Myanmar. “Pola respons masyarakat internasional terhadap situasi yang mengerikan ini tidak berubah. Dan, karenanya, tidak ada tekanan yang bisa menghasilkan perubahan perilaku junta militer Myanmar,” kata Andrews.
Sementara, Wakil Direktur wilayah Asia Human Rights Watch, Phil Robertson, berpendapat, ASEAN harus menunjukkan sikap yang lebih tegas dan didasari pada tolok ukur situasi HAM dalam penanganan masalah Myanmar. Dia berharap ASEAN juga memberikan tenggat waktu yang tegas pada junta untuk melaksanakan lima konsensus ASEAN. "Tolok ukur itu harus disertai dengan hukuman yang jelas jika Myanmar gagal memenuhinya," ujarnya. (AFP)