Dunia dinilai telah mengecewakan rakyat Myanmar. Setelah satu tahun kudeta berlalu, situasi Myanmar nyaris tanpa perubahan yang berarti.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS – Dunia telah mengecewakan rakyat Myanmar. Lebih dari setahun pascakudeta, 1 Februari 2021, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh dunia internasional. Sebaliknya, tindakan junta militer terhadap warga sipil yang menolak keberadaannya semakin brutal.
Catatan berbagai lembaga hak asasi manusia menyebut lebih dari 2.300 warga sipil tewas sejak kudeta berlangsung. Peristiwa memilukan terjadi pada Minggu (23/10/2022) ketika jet tempur junta militer Myanmar menjatuhkan bom di sebuah konser musik, yang diduga menewaskan sekitar 80 orang.
“Pola tanggapan masyarakat internasional terhadap situasi yang mengerikan ini tidak berubah. Dan, karenanya, tidak ada tekanan yang bisa menghasilkan perubahan perilaku junta militer Myanmar,” kata Thomas Andrews, Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Kamis (27/10/2022).
Andrews mempertanyakan sikap banyak negara, termasuk negara-negara besar, terutama Rusia, yang tidak memberikan dukungan yang cukup bagi Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap junta militer Myanmar. Rusia yang memiliki hubungan dengan junta militer, dipastikan akan memveto setiap usulan sanksi atau embargo yang dijatuhkan. Relasi dekat itu terjalin tterutama karena Kremlin menjadi pemasok utama persenjataan bagi negara tersebut,
Dengan situasi seperti itu, Andrew berharap dunia tidak menyerah dan sebaliknya bersama-sama berbuat lebih jauh dan lebih tegas terhadap junta dan para pihak yang membantu warga sipil Myanmar terbebas dari kebrutalan junta. Dia juga mengingatkan, veto Rusia di Dewan Keamanan tidak mencegah banyak negara menghukum Kremlin karena menginvasi sebuah negara berdaulat.
Andrews mendesak masyarakat internasional untuk tidak memperburuk keadaan dengan memberikan legitimasi rencana junta untuk melaksanakan pemilihan umum. Pemilu versi junta merupakan syarat yang diajukan junta pada ASEAN bila ingin agar lima poin konsensus yang dihasilkan pada pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, 24 April tahun lalu, dilaksanakan. Selain itu, junta juga mensyaratkan stabilitas keamanan sebagai syarat pelaksanaan pemilu dan juga lima poin konsensus tersebut.
Sementara, AS mendesak negara-negara ASEAN untuk bersikap lebih tegas terhadap Myanmar setelah menilai tidak ada kemajuan yang berarti dalam satu tahun terakhir.
Daniel Kritenbrink, diplomat top AS untuk Asia Timur, mengatakan junta telah menghancurkan semua kemajuan yang telah dibuat selama satu dekade terakhir.
“Kebrutalan rezim – pembunuhan yang tidak disengaja, pembunuhan warga sipil, pengeboman sekolah, eksekusi aktivis, pemenggalan kepala guru. Saya pikir apa yang akan Anda lihat dari Amerika Serikat di KTT Asia Timur adalah seruan yang sangat kuat untuk berbuat lebih banyak untuk berikan tekanan pada rezim," kata Kritenbrink.
Dia mengatakan, AS tidak akan tinggal diam dan melihat kekerasan terus berlanjut. Akan tetapi Kritenbrink tidak menjelaskan detil tindakan apa yang akan diambil oleh AS terhadap junta.
Sikap ASEAN
ASEAN sendiri kesulitan untuk mendesak junta militer Myanmar untuk melaksanakan secara penuh lima butir kesepakatan. Meski ada desakan untuk menghentikan tindakan kekerasan, di lapangan, hal itu tidak terjadi.
Kamboja, penjabat Ketua ASEAN 2022, dalam pernyataannya mendesak junta untuk menahan diri, menghentikan pertempuran dan mengajak seluruh pihak berdialog. Dalam pernyataannya, Kamboja menyatakan meningkatnya kekerasan tidak hanya berdampak pada memburuknya situasi kemanusiaan di Myanmar tapi sekaligus melawan semangat yang coba dibangun oleh ASEAN melalui lima poin konsensus, jalan damai yang dibangun ASEAN bagi Myanmar.
Menurut rencana, Kamis (26/10/2022), para menteri luar negeri ASEAN berkumpul di Sekretariat ASEAN di Jakarta untuk berbicara lebih jauh soal penyelesaian krisis di Myanmar. Atas permintaan Kamboja, pertemuan itu tertutup untuk media.
Beberapa negara anggota ASEAN, seperti Malaysia, telah mendorong ASEAN bersikap lebih tegas pada junta. Bahkan pemerintah Malaysia telah membuka dialog dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), pemerintahan bayangan yang dicap sebagai organisasi teror oleh junta. (AFP/Reuters)