Tolak Debat dengan Lawan Politik, PM Malaysia Jadi Bahan Ejekan
Debat memberi kesempatan pemilih menilai program partai. Ismail menganggap debat bukan bagian budaya Malaysia. Padahal, Ismail menghabiskan puluhan tahun menggunakan debat sebagai sarana pekerjaan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, Rabu — Tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim (75), mengejek Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob (62). Sebab, Ismail menolak ajakan debat terbuka menjelang pemilu 19 November 2022. Sejumlah warga juga ikut mencemooh Ismail.
Anwar menyebut, alasan penolakan Ismail sangat aneh. ”Waktu diajak berdebat, mereka bilang itu bukan budaya kita. Pernyataan apa ini? Di sekolah, pelajar ikut serta dalam kompetisi debat. Di perguruan tinggi, debat juga terjadi. Di masa lalu, para ulama berdebat dan menghasilkan pandangan beragam. Apa yang dilakukan di parlemen? Ya berdebat. Jadi, Ismail, Anda hidup di masa apa?” tuturnya, Selasa (25/10/2022) malam, di Melaka, sebagaimana dikutip Berita Harian dan Free Malaysia Today.
Anwar melontarkan debat untuk mengadu gagasan beberapa hari lalu. Pemimpin Partai Keadilan Rakyat (PK) sekaligus koalisi oposisi Pakatan Harapan itu mengatakan, debat terbuka akan memberi kesempatan pemilih mengetahui gagasan peserta pemilu pada masa depan Malaysia.
Ismail menolak tawaran itu karena menilainya bukan budaya Malaysia. ”Lebih baik bagi saya bertemu langsung pemilih dari berbagai latar belakang,” katanya sebagaimana dikutip di The Star dan Astro Awani.
Debat peserta pemilu, menurut dia, belum pernah dan tidak perlu dilakukan di Malaysia. Ia tidak melihat ada kebaikan dari saling melontarkan pernyataan di forum terbuka demi merebut simpati pemilih. ”Nanti dalam debat, bisa menjanjikan memberikan bintang dan bulan,” ujarnya.
Bukan hanya Anwar mencemooh Ismail gara-gara menolak debat. Sejumlah warganet juga mencemooh penolakan Ismail. Tak sedikit warganet menyebut, debat sudah menjadi bagian kampanye pemilu di banyak negara. ”Debat bukan budaya kita. Budaya kita rasuah,” tulis Salehudin_sdb.
Warganet lain, Roslan Ramli, mengaku terkejut dengan jawaban Ismail. Sebab, Organisasi Nasional Persatuan Melayu (UMNO) punya berbagai tokoh yang tangkas berdebat. Apalagi, sebagai orang yang memulai kariernya sebagai pengacara hingga menjadi anggota parlemen, Ismail telah puluhan tahun menggunakan debat sebagai sarana pekerjaan.
Seperti Anwar, sejumlah warga juga sepakat bahwa debat memberi kesempatan pemilih menilai program partai. ”Kapan lagi pemilih tahu isi kepala politisi kalau tidak lewat debat terbuka?” tulis Hafiz Kamaruzaman.
Para pemilih muda dan mula juga menganggap debat sebagai sarana penting menilai kelayakan peserta pemilu. UMNO dan mitra koalisinya di Barisan Nasional (BN) perlu mempertimbangkan pendekatan pemilih muda dan mula kalau ingin bertahan.
Pada pemilu 2018, suara pemilih muda dan mula menjadi kunci kekalahan BN. Sebab, mereka menilai BN tidak menawarkan kebutuhan pemilih muda dan mula.
Pada Pemilu 2022, sesuai data Suruhanjaya Pilihan Raya atau KPU Malaysia, ada 5,8 juta pemilih muda dan mula. Pertambahan pemilih antara lain disebabkan batas usia minimal pemilih diturunkan dari 21 tahun ke 18 tahun.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan, kemampuan tokoh partai jadi alasan utama pemilih berusia 18 tahun hingga 30 tahun memberi suara ke partai tertentu. Dari sejumlah tokoh partai, Khary Jamaluddin dari UMNO dan Mahathir Mohammad yang kini di Pejuang mendapat sokongan tertinggi. Khairy disukai 58 persen responden dan Mahathir 54 persen. Adapun Anwar dan Ismail sama-sama hanya disukai 46 persen responden.
Ketokohan menjadi unsur kuat, mengalahkan pertimbangan pemilih pada partai. Hanya 22 persen pemilih di usia 18 tahun hingga 30 tahun yang mempertimbangkan isu atau wacana yang ditawarkan partai dan calon anggota parlemen. Di sisi lain, pemilih mudah dan mula menganggap gagasan lebih penting dibandingkan partai.
Sebanyak 70 persen pemilih di rentang usia itu tidak tertarik pada politik. Meski demikian, 61 persen di antara mereka memastikan akan memberi suara di pemilu November 2022.
Masalahnya, 70 persen pemilih di rentang usia itu tidak tertarik pada politik. Meski demikian, 61 persen di antara mereka memastikan akan memberi suara di pemilu November 2022. Sementara 27 persen lain masih mempertimbangkan apakah akan memberi suara atau tidak.
Jajak pendapat di Malaysia juga menunjukkan, tidak sampai 30 persen pemilih puas dengan kinerja tiga koalisi utama. Selain BN dan PH, ada koalisi Perikatan Nasional. Ketidakpuasan pada tiga koalisi itu terekam di hampir 60 persen responden. Sejauh ini, BN dan PH sama-sama disokong 27 persen responden. Adapun PN hanya disokong 9 persen responden. Sisanya responden mendukung partai lain.