Dubes Iran: Tuduhan soal ”Drone” Iran di Ukraina Kampanye Hitam Negara Barat
Duta Besar Iran untuk Indonesia Mohammad Azzad menuding negara-negara Barat menginginkan kekuatan Iran lumpuh. Informasi mengenai keberadaan ”drone” Iran untuk menyerang Ukraina adalah bagian dari kampanye hitam Barat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Iran menyatakan bahwa informasi mengenai keberadaan pesawat nirawak atau drone Iran di Ukraina sebagai kampanye hitam yang dilakukan negara-negara Barat. Pemerintah Iran, seperti halnya Pemerintah Indonesia, coba memainkan peran yang lebih konstruktif untuk mendamaikan para pihak berkonflik di Ukraina.
Duta Besar Iran untuk Indonesia Mohammad Azzad dalam konferensi pers di kediamannya di Jakarta, Rabu (19/10/2022) malam, mengatakan bahwa negara Barat dan Amerika Serikat serta loyalisnya di Timur Tengah, Israel, menginginkan kerusakan total di Iran, termasuk dalam kemampuan pengembangan teknologi aeronautika.
”Sudah menjadi tabiat Barat agar kekuatan Iran lumpuh. Semua hal yang menjadi kekuatan Iran akan menjadi sasaran dan dikambinghitamkan,” kata Azzad.
Sejumlah kantor berita Barat, mengutip keterangan pejabat Pemerintah AS, menyebut bahwa Iran terus memasok drone untuk militer Rusia dalam perang di Ukraina. Drone yang disebut produksi industri aeronautika Iran, HESA, berjenis Shaheed 136, ditembak jatuh di beberapa wilayah di Ukraina dalam beberapa hari terakhir.
Azzad mengatakan, Pemerintah Iran, seperti halnya Pemerintah Indonesia, mencoba mengambil peran sebagai mediator. Pejabat Iran, ujarnya, terbang ke Moskwa untuk bertemu dengan sejawatnya dan mendorong negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina.
”Dalam konflik ini, kami tidak memihak. Kami coba memainkan peran sebagai jembatan komunikasi di antara berbagai pihak, berupaya menjadi penengah, dan berkontribusi untuk mendamaikan,” kata Azzad.
Azzad meyakini bahwa pihak yang memberikan informasi yang salah soal drone Iran di Ukraina tidak terlepas dari peran agen Mossad, dinas intelijen Israel. Mossad, menurut Azzad, telah menjalankan berbagai pembunuhan dan kerusakan di Iran agar pemerintahan Iran tunduk atau bahkan runtuh.
Azzad juga menambahkan, Mossad diketahui sangat khawatir dengan perkembangan kemampuan teknologi Iran. Mereka tidak akan segan-segan merusak atau bahkan menghancurkan berbagai kemajuan yang telah dicapai Iran.
Sebelumnya, Senin (17/10/2022), Utusan Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Komite Pertama Majelis Umum PBB, seperti dikutip dari kantor berita Tasnim, menyatakan, informasi soal penjualan UAV hingga rudal balistik untuk digunakan pada perang di Ukraina adalah tuduhan tak berdasar.
”Republik Islam Iran dengan tegas menolak dan mengutuk keras klaim yang tidak berdasar oleh delegasi, salah satunya Jerman, tentang penjualan kendaraan udara tak berawak untuk digunakan dalam konflik Ukraina. Klaim yang tidak berdasar tersebut tidak lebih dari alat propaganda yang diluncurkan oleh negara-negara tertentu untuk memajukan agenda politik mereka,” kata Pemerintah Iran dalam pernyataannya.
Harian AS, The New York Times, mengatakan, sedikitnya 43 pesawat nirawak melancarkan serangan ”kamikaze” alias menghantamkan pesawat itu sendiri ke target serangan. Pesawat itu disebutkan sebagai Shahed-136 buatan Iran.
Terkait penggunaan pesawat nirawak buatan Iran untuk menyerang Ukraina, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba melalui pesan di Twitter, Senin (17/10/2022), mendesak Uni Eropa agar menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Hal serupa dilontarkan Penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Mykhailo Podolyak, melalui akun Twitter-nya.
Ukraina melaporkan, sebanyak 136 pesawat nirawak Shahed buatan Iran digunakan Rusia untuk menyerang Ukraina dalam beberapa pekan terakhir. Washington meyakini Teheran telah memasok ratusan pesawat nirawak ke Moskwa.
Washington juga memperingatkan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap entitas bisnis atau negara yang bekerja sama atau menggunakan produk militer Iran. ”AS tak akan ragu menggunakan sanksi atau mengambil tindakan terhadap pelaku,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, kepada wartawan. (AP/AFP/REUTERS)