Bongkar Pasang PM Malaysia dan Kunci Negeri Jiran Gelar Pemilu Dipercepat
Dalam empat tahun terakhir, Malaysia punya tiga perdana menteri. Ke depan, Malaysia punya waktu paling lama 58 hari guna menggelar pemilu. Jauh lebih singkat dari persiapan pemilu di Indonesia yang butuh waktu dua tahun.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
Malaysia harus menggelar pemilu paling telat 9 Desember 2022. Keputusan menggelar pemilu baru dipastikan setelah parlemen dibubarkan oleh Perdana Menteri Ismail Sabri Yakoob, Senin (10/10/2022). Dengan demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malaysia memiliki waktu dua bulan untuk menyelenggarakan pemilu.
Sejak pemilu terakhir digelar tahun 2018, politik Malaysia selalu diwarnai ketidakpastian dan kekisruhan. Pada Pemilu 2018, untuk pertama kali dalam lebih dari 60 tahun sejak negara itu merdeka, kelompok oposisi menumbangkan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Kekalahan UMNO terjadi di tengah kasus skandal korupsi dana perusahaan investasi negara, 1Malaysia Development Bhd (1MDB) yang menyeret PM saat itu, Najib Razak.
Namun, koalisi pemenang Pemilu 2018 bubar hanya dalam dua tahun. Pemerintahan di Negeri Jiran kembali ke pangkuan UMNO bersama para mitra koalisi yang membentuk aliansi baru. PM Ismail mulai memimpin, Agustus 2021, menggantikan Muhyiddin Yassin yang menjabat PM selama 17 bulan. Dalam rentang empat tahun, Malaysia memiliki tiga PM.
Harian New Straits Times mencatat, Ismail menjadi PM dengan masa jabatan paling singkat, yakni selama 1 tahun 51 hari. PM menjabat periode tersingkat berikutnya adalah Muhyiddin selama 1 tahun 169 hari, disusul Mahathir Mohamad setelah oposisi memenangi pemilu tahun 2018, yaitu 1 tahun 291 hari.
Ketidakstabilan politik dalam rentang empat tahun terakhir di Negeri Jiran itu coba diatasi dengan pemilu yang dipercepat. ”Mandat rakyat adalah obat penawar yang mujarab bagi negeri ini guna mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil, dan dihormati setelah pemilihan umum,” kata Ismail dalam pidatonya.
Menurut analis, pemilu yang dipercepat itu diharapkan bisa memberi mandat lebih kuat bagi pemerintahan berikutnya dalam mengelola negara lima tahun ke depan. ”Arti pentingnya pemilu ini adalah bahwa ini pemilu pertama sejak Covid-19, jadi ini pemilu yang sangat penting untuk menghasilkan pemerintahan guna memulihkan kembali Malaysia menuju stabilitas politik,” ujar James Chin, profesor Studi-studi Asia di Universitas Tasmania, kepada kantor berita AFP.
”Rakyat (Malaysia) sudah bosan dan letih pada tiga pemerintahan Malaysia sejak 2018. Rakyat sadar agar pemerintahan atau negara mereka dapat melangkah dibutuhkan stabilitas politik,” kata Chin.
Dalam pidatonya saat membubarkan parlemen, Ismail menyerukan juga pembubaran parlemen negara bagian agar pemilu di negara bagian bisa digelar bersamaan dengan pemilu parlemen federal. Tiga negara bagian yang dikuasai UMNO akan mengikuti seruan itu. Namun, enam negara bagian lain yang dikontrol oposisi dan partai-partai mitra pemerintahan Ismail akan menunggu hingga tahun depan. Adapun empat dari 13 negara bagian sudah menggelar pemilu lebih awal.
KPU Malaysia akan segera menggelar rapat untuk membahas jadwal dan pelaksanaan pemilu yang dipercepat itu. Meski waktu persiapan sempit, sistem pemilu menjadi alasan utama Malaysia—juga sejumlah negara lain—bisa cepat menggelar pemilu.
Seperti di Indonesia, Malaysia juga menggunakan daerah pemilihan (dapil). Jumlah dapil sesuai jumlah kursi di parlemen. Bedanya, di Malaysia dan sejumlah negara, satu dapil hanya untuk satu kursi. Setiap partai hanya mencalonkan satu orang di setiap dapil. Sementara di Indonesia, satu dapil bisa berisi beberapa kursi. Karena itu, setiap partai bisa mencalonkan hingga 10 orang di satu dapil.
Pemilu parlemen federal
Sejauh ini, ada 222 kursi di parlemen federal. Dengan demikian, seluruh Malaysia dibagi menjadi 222 dapil. Sementara dengan 575 kursi DPR RI, Indonesia hanya punya 80 dapil pada Pemilu 2019.
Seperti di Indonesia, penentuan dapil bisa menjadi sumber masalah di Malaysia. Praktik manipulasi batas dapil demi kemenangan calon tertentu (gerrymandering) menjadi sorotan.
Pemilu Malaysia menggunakan sistem distrik, Indonesia menggunakan proporsional terbuka. Pilihan itu berimbas pada persiapan hingga penghitungan suara. Di Indonesia, verifikasi bakal calon dilakukan bertahap untuk partai, lalu calon anggota legislatif (caleg). Karena wilayahnya luas, butuh bertahun-tahun untuk memverifikasi kelayakan calon peserta pemilu.
Di Malaysia, verifikasi bakal calon peserta dilakukan di tingkat dapil. Dalam pemilu ke-10 hingga ke-14, hanya butuh paling lama tiga pekan untuk verifikasi calon peserta pemilu. Setelah calon diverifikasi, surat suara dicetak.
Surat suara di Malaysia tidak berisi banyak gambar logo partai dan caleg seperti di Indonesia. Hanya ada nama dan logo koalisi yang membawahkan partai caleg. Jika caleg dari jalur perseorangan, tidak ada logo koalisi partai.
Karena menggunakan sistem distrik, penghitungan suara selesai di dapil. Siapa pun peraih suara terbanyak di dapil akan berhak menjadi anggota parlemen.
Di Indonesia, penghitungan suara lebih rumit. KPU dan panitia pemungutan suara harus menghitung suara partai dan suara calon. Setelah suara partai diketahui, diperiksa partai mana yang meraih suara terbanyak. Berdasarkan penghitungan itu, baru dicari lagi caleg mana dari partai itu yang meraih suara terbanyak. Penyelenggara pun masih harus bersiap jika hasil penghitungan digugat.
Peserta pemilu
Pemilu Malaysia memungkinkan calon perseorangan dan calon jalur partai bersaing memperebutkan kursi di dapil. Setiap warga Malaysia yang berhak memilih, tidak pernah divonis penjara lebih dari setahun, belum pernah bangkrut, dan bisa membayar deposit 15.000 ringgit bisa mendaftarkan diri sebagai calon.
Calon dari jalur partai pun tidak selalu berkampanye dengan logo partainya. Di Malaysia, partai-partai bertarung di bawah logo koalisi.
Dalam Pemilu 2022, akan ada setidaknya empat koalisi. Barisan Nasional (BN) akan ditantang Perikatan Nasional (PN), Pakatan Harapan (PH), dan Gerakan dalam pemilu Malaysia 2022. BN dimotori UMNO. Sementara PH terutama digawangi Partai Keadilan Rakyat (PKR) dan Partai Aliansi Demokrasi (DAP). Adapun PN digawangi Partai Pribumi Bersatu Malaysia dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Sementara Gerakan terdiri dari partai-partai kecil dan dimotori Partai Pejuang bentukan Mahathir Mohamad.
Pejuang merupakan partai kedua yang dibentuk Mahathir dalam empat tahun terakhir. Pada 2018, ia ikut keluar dari UMNO dan membentuk Bersatu bersama sejumlah bekas pengurus UMNO. Ia membawa Bersatu berkoalisi dengan PH dan memenangi Pemilu 2018. Kemenangan itu mengantarnya kembali menduduki kursi PM Malaysia.
Perselisihan internal PH sepanjang 2019 memaksa Mahathir mundur pada Februari 2020. Rekan separtainya, Muhyiddin Yasin, dengan sokongan BN dan PAS serta mendepak PH, menjadi PM. Muhyiddin hanya bertahan setahun sampai Ismail bersama BN kembali berkuasa. Di pemerintahan Ismail, PN tetap dilibatkan menjadi anggota koalisi.
Sayangnya, persaingan BN dan PN tidak kunjung reda. Ismail pun terpaksa membubarkan parlemen. Sekretaris Jenderal UMNO Ahmad Maslan mengatakan, koalisi pembentuk pemerintah sudah tidak bisa dipertahankan. ”Mereka (PN) menyebut BN dan UMNO sebagai musuh, tidak menghormati UMNO,” katanya. (AP/AFP/REUTERS/SAM)