Setelah Beruang Merah Terpukul
Sejumlah peristiwa di medan pertempuran telah memukul moral militer Rusia dan khususnya Presiden Vladimir Putin. Peluang penggunaan nuklir meningkat. Apakah hal itu yang akan dilakukan Putin?

Seorang perempuan dan seorang anak berjalan di Lapangan Merah di depan Katedral Santo Basilius, Moskwa pada Senin (3/10/2022).
Pergantian tahun baru yang tinggal dua bulan lagi di Kota Saint Petersburg dipastikan tidak akan segemerlap perayaan-perayaan tahun sebelumnya. Pemerintah setempat memutuskan untuk membatalkan semua acara perayaan, termasuk Natal dan tahun baru tradisional.
Pemerintah Kota Saint Petersburg, dalam pernyatannya Jumat (7/10/2022), dikutip dari kantor berita TASS, menyatakan, Gubernur Alexander Beglov dan anggota pemerintahan kota memutuskan untuk membatalkan acara perayaan Tahun Baru. Beglov menyatakan bahwa dana yang semula diperuntukkan untuk perayaan Natal dan tahun baru semuanya akan dialihkan untuk membantu Pemerintah Rusia membiayai perlengkapan tempur para relawan serta warga yang dimobilisasi.
Menurut TASS, warga Kota St Petersburg yang ikut mobilisasi massa akan mendapatkan uang sebesar 100.000 rubel atau sekitar 1.600 dollar AS. Sementara untuk relawan, angkanya tiga kali lebih besar, yaitu sebesar 300.000 rubel atau sekitar 4.800 dollar AS.
Tindakan serupa juga dilakukan Pemerintah Kota Nizhny Novgorod. Wali Kota Yury Shalabayev mengatakan, semua kegiatan perayaan tahun baru, termasuk konser musik, dibatalkan. Seluruh dana akan dialihkan penggunaannya untuk membantu keluarga warga Rusia yang ikut bertempur di Ukraina.
Baca juga : Hasil Referendum Akan Tentukan Arah Perang Rusia-Ukraina Selanjutnya
"Saya menerima banyak pertanyaan tentang rencana perayaan massal, konser, dan kembang api untuk menandai Tahun Baru. Tanggapan saya tidak. Namun, kami akan tetap melanjutkan perayaan Tahun Baru untuk anak-anak dan acara meriah di sekolah dan taman kanak-kanak," kata Shalabayev.
Keputusan Beglov dan Shalabayev adalah konsekuensi dari keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memobilisasi 300.000 orang anggota pasukan cadangan dari total dua juta anggota yang dimilikinya. Tambahan pasukan ini akan dikerahkan ke Ukraina timur dan selatan.
Tidak hanya memerintahkan mobilisasi pasukan cadangan dan juga relawan, Putin, memerintahkan para kepala perusahaan industri pertahanan domestik meningkatkan produksi senjata dan peralatan militer. ”Pada saat yang sama, pemerintah harus segera menangani semua aspek dukungan material, sumber daya, dan keuangan untuk perusahaan pertahanan kita,” kata Putin. (Kompas.id, 22 September 2022)
Banyak pengamat menilai, tindakan itu diambil Putin setelah militer mereka mengalami kekalahan di beberapa lokasi yang sempat dikuasainya di Ukraina. Banyak pengamat menduga, sebagian pasukan Rusia mengalami pukulan moral setelah terusir di beberapa titik. Pengesahan pencaplokan empat wilayah Ukraina, yaitu Zaporizhzhia, Kherson, Donetsk, dan Luhanks, tidak cukup membantu meninggikan moral pasukan Rusia.
Baca juga : Arah Perang Rusia-Ukraina Mulai Berubah
Pukulan terbaru bagi Putin adalah terbakarnya jembatan Kerch yang menghubungkan wilayah Krimea dan Rusia, Sabtu (8/10/2022). Putin yang sehari sebelumnya, Jumat (7/10/2022) baru saja berulang tahun ke-70, mendapat kado menyakitkan dari medan pertempuran.

Seorang perempuan berpose di depan rekaan perangko bergambar jembatan Kerch dengan dua ledakan. Rekaan perangko karya Andrusiv V., Serdyukov O., Kalinovska Y., Visich M di letakkan di tepi sebuah jalan di Kyiv pada Sabtu (8/10/2022).

Asap mengepul dari jembatan Kerch yang menghubungkan Krimea dengan Rusia pada Sabtu (8/10/2022).
Secara strategi, jembatan itu penting bagi militer Rusia sebagai jalur pasokan bahan bakar, amunisi dan persenjataan ke zona perang di Ukraina selatan.
"Semua yang ilegal harus dihancurkan, semua yang dicuri harus dikembalikan ke Ukraina, semua yang diduduki Rusia harus diusir," tulis Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Rencana Putin
Tidak mudah untuk menerka apa yang diinginkan Putin pascaperesmian aneksasi ke-empat wilayah Ukraina. Jenderal Jim Hockenhull, Komandan Intejelen Pertahanan Pemerintah Inggris, dikutip dari laman BBC mengatakan, setelah mengalami kemunduran, yang diinginkan oleh Rusia adalah berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Ukraina, di satu sisi, dengan serangan balik yang terus menghasilkan kemerosotan moral di pihak lawan, merebut kembali wilayah yang telah dicaplok adalah sebuah hal yang wajar. Akan tetapi, hanya sebatas itu. “Yang akan muncul adalah perang dan konflik berkepanjangan,” kata Hockenhull.
Alexander Baunov, peneliti senior pada lembaca Carnegie Endowment for International Peace, dikutip dari laman New York Times, mengatakan, rencana Putin pascaaneksasi empat wilayah Ukraina tergambar pada pidatonya. “Di tengah gertakan dan ancaman terselubung, presiden membuat tiga poin berbeda yang secara bersama-sama membentuk cetak biru perang dan perdamaian,” kata Baunov.
Baca juga : Babak Baru Perang Rusia-Ukraina
Pertama, menurut Baunov, ledakan jalur pipa gas Nordstream, yang dinyatakan Putin adalah tanggung jawab Amerika Serikat, membebaskan Rusia untuk mengirimkan pasokan gas ke Eropa. Tak hanya itu, pernyataan itu juga dianggap Baunov sebagai sebuah isyarat bahwa Rusia berhak memberikan tanggapan yang sama terhadap jaringan pipa milik AS dan sekutu-sekutunya.

Tentara Rusia meluncurkan roket ke arah posisi tentara Ukraina dari wilayah Belgorod pada Sabtu (8/10/2022).
Kedua, pidato itu juga menyiratkan agar Ukraina untuk memulai membuka pintu dialog, menghentikan permusuhan dan menarik pasukannya dari “wilayah Rusia” yang baru dianeksasi.
Akan tetapi, menurutnya, situasi saat ini berbeda dengan situasi di awal invasi terjadi, Februari lalu. Kini, hal itu sulit terjadi karena Ukraina telah menyatakan bahwa peresmian aneksasi telah menutup peluang dialog damai.
“Bagi Ukraina, setelah apa yang terjadi minggu ini, bahkan duduk di meja perundingan sama saja dengan menyerah,” kata Baunov.
Tombol Nuklir
Hal ke tiga inilah yang membuat semua orang khawatir. Baunov mengatakan, Putin mengirimkan pesan yang jelas soal penggunaan senjata nuklir.
“Jika Barat terus mengirim senjata ke Ukraina dan menolak untuk menekan Kyiv untuk menyetujui solusi yang akan memuaskan Rusia, Putin dapat menggunakan opsi nuklir,” kata Baunov.
Putin, dalam pandangannya, menginginkan kesetaraan dalam hal kemampuan nuklir.
“Praktis aritmatika. Agar setara dengan Amerika Serikat, Rusia harus menunjukkan bahwa ia dapat melakukan apa pun yang dapat dilakukan oleh orang Amerika, terlepas dari kapan mereka melakukannya atau apa konteksnya,” kata Baunov. Dia menambahkan, pandangan kesetaraan seperti itu adalah pandangan yang sangat tumpul.


Seorang tentara Rusia berjalan di samping rudal jelajah 9M729 yang dipajang bersama peluncurnya di Kubinka, di luar Moskwa pada Rabu (23/1/2019).
Menurut data yang dikeluarkan Institut Riset Perdamaian Stockholm (SIPRI), Rusia memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia dengan total 5.977 hulu ledak, Jumlah ini sekitar 550 unit lebih banyak daripada yang dimiliki Amerika Serikat. Kedua negara itu menguasai lebih dari 90 persen hulu ledak nuklir di dunia.
Baca juga : Di Bawah Panji St Vladimir
Dari jumlah tersebut, diperkirakan sebanyak 3.732 hulu ledak bisa dikerahkan dengan menggunakan rudal dan pesawat, baik oleh Rusia ataupun AS, yang saat ini disimpan dalam status kesiapan tinggi. (Kompas.id, 13 Juni 2022)
Sergey Radchenko, sejarawan Perang Dingin pada John Hopkins School of Advanced International Study mengatakan, otoritas Putin tengah mengalami krisis akibat kegagalan militernya di Ukraina. Menurutnya, ada perasaan yang sangat nyata dalam diri Putin bahwa kekalahan di Ukraina telah merusak otoritasnya sebagai penguasa.
"Rusia di bawah Putin belum pernah berada dalam keadaan krisis akut tetapi sekarang ada rasa krisis akut karena setiap hari, ketika posisi Rusia memburuk di medan perang, posisi Putin memburuk,” kata Radchenko.
Beberapa analis melihatnya sebagai gertakan dan yang lainnya sebagai tanda keputusasaan.
“Harapannya adalah referensi ke senjata nuklir untuk menghalangi negara-negara Barat untuk mengirimkan senjata ke Ukraina,” katanya Timothy Snyder, seorang sejarawan Amerika tentang Rusia dan Ukraina.

Presiden AS Joe Biden juga mempertanyakan langkah apa yang akan diambil Putin untuk mengakhiri pertempuran tanpa mengakui kekalahan.
"Di mana dia menemukan jalan keluar? Di mana dia menemukan dirinya dalam posisi yang tidak hanya kehilangan muka, tetapi juga kehilangan kekuatan yang signifikan di Rusia?,” kata Biden, Kamis (6/10/20222). Biden menilai Putin serius dengan ancamannya.
Baca juga : Kabar Buruk untuk KTT G20
Akan tetapi, peneliti kebijakan senior pada lembaga RAND, Dara Massicot menilai, untuk saat ini, pernyataan itu tak lebih dari gertak sambal. “Ini adalah bagian dari buku recana yang mereka gunakan,” kata Massicot, dikutip dari laman NPR.
Dia mengatakan, mobilisisasi pasukan cadangan adalah satu indikator untuk melihat strategi Kremlin untuk menstabilisasi situasi di medan pertempuran. Mobilisasi pasukan cadangan, katanya, dipandang sebagai strategi yang operasional dan memiliki target yang jelas dalam jangka waktu tertentu.
“Jika itu berhasil, Kremlin tidak perlu menggunakan alat lain untuk meningkatkan tekanannya. Jika mereka percaya bahwa mereka tidak memiliki jalan operasional ke depan di medan perang, mereka tidak akan mengambil keputusan yang sangat berisiko dengan memerintahkan mobilisasi,” kata Massicot. Hal itu juga pernah dilakukan di Krimea tahun 2014.

Dalam foto yang diambil pada Jumat (7/10/2022) memperlihatkan sebuah tank Rusia yang hancur dan teronggok di pinggir jalan tak jauh dari Izyum, Ukraina timur.
Akan tetapi, peluang penggunaan nuklir juga tetap terbuka selama perdamaian belum tercapai. Hockenhull menyatakan, Inggris dan negara-negara sekutu mengawasi ini dengan sangat-sangat ketat. Doktrin militer Rusia, katanya, tidak seperti negara-negara Barat juga mencakup penggunaan senjata nuklir taktis untuk operasi militer.
Meskipun dia yakin bahwa penggunaannya tidak dalam waktu dekat, dinamika medan perang yang bisa berubah sewaktu-waktu menjadi variabel penentu.
Pertanyaan menarik dilontarkan Tatiana Stanovaya, ilmuwan politik di CEIP. "Pertanyaan kuncinya adalah apakah elit Rusia dan rakyatnya siap untuk menemani presiden mereka dalam perjalanan ke neraka ini," tulis Stanovaya.
Untuk pertanyaan dari Stanovaya, hanya waktu, rakyat Rusia dan tentu saja Putin yang bisa menjawabnya. (AFP/Reuters)