“Peganglah sedikit saham dan lebih banyak dalam bentuk uang tunai dollar AS. Meski uang tunai akan tergerogoti inflasi, nilai nominalnya akan tetap sama. Saham-saham akan anjlok,” kata Nouriel Roubini.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
Aset yang dianggap paling aman sekarang adalah mata uang dollar AS. Alternatif lain adalah frank Swiss. Investasi dalam bentuk saham, obligasi bahkan emas tetap tidak lebih aman ketimbang uang tunai dollar AS. Investasi dalam bentuk surat utang pemerintah AS juga tidak lebih aman karena karena kenaikan suku bunga.
Dollar AS sekarang ini juga diburu sejumlah bank sentral dunia dalam rangka intervensi di pasar untuk melindungi kurs mata uang masing-masing. Menurut Bloomberg, 7 Oktober, sejumlah bank sentral di dunia menukarkan kepemilikan atas surat-surat utang terbitan pemerintah AS (US Treasuries) menjadi uang tunai, dollar AS. Ini dilakukan sebagai tindakan berjaga-jaga untuk keperluan intervensi di pasar valuta asing.
Otoritas moneter asing menukarkan US Treasuries dalam sepekan hingga 5 Oktober, sebesar 29 miliar dollar AS. Ini penurunan kepemilikan atas US Treasuires terbesar dalam empat pekan berturut-turut. Ada sebesar 81 miliar dollar AS penukaran US Treasuires dalam empat pekan sebelumnya, berdasarkan data Bank Sentral AS (Fed). Ini penukaran paling besar sejak Maret 2020 sehingga total kepemilikan atas US Treasuries berkurang menjadi 2,91 triliun dollar AS.
Otoritas moneter mulai dari Tokyo hingga Santiago telah menambah kas dalam denominasi dollar AS. “Langkah itu dilakukan untuk berjaga-jaga guna menopang kurs,” kata Lou Crandall, ekonom dari Wrightson ICAP.
Di Asia Tenggara, cadangan devisa sejumlah bank sentral telah turun karena dipakai untuk intervensi di pasar. Cadangan devisa Bank Indonesia juga sudah berkurang menjadi 130,8 miliar dollar AS pada 7 Oktober. Cadangan devisa Bank Sentral Jepang sudah berkurang 54 miliar dollar AS menjadi 1,24 triliun dollar AS pada akhir September.
Aksi para investor
Para investor juga diberitakan telah mengalihkan bentuk investasi ke dalam uang tunai, dollar AS, dengan jumlah terbesar sejak April 2020. Hal itu menyebabkan penurunan indeks-indeks saham, menurut para stategis pasar di Bank of America Corp. Ada penukaran ke dalam bentuk dollar AS sebesar 89 miliar dollar AS dalam sepekan hingga 5 Oktober.
Wall Street sedang “memberontak” terhadap pengetatan kebijakan moneter, kata Michael Hartnett, kepala strategis Bank of America. Para investor pesimis akan prospek saham-saham karena resesi akan memukul pendapatan korporasi penerbit saham.
Para stategis pasar dari Credit Suisse Group AG juga menyatakan sejumlah korporasi menghadapi penurunan pendapatan, dan pengalihan investasi dari saham ke dalam dollar AS akan terjadi dalam jumlah signifikan. Ahli strategis Citigroup Inc yang dipimpin Hong Li, juga menyebutkan saham-saham AS mulai ditinggalkan karena kontraksi ekonomi AS.
Bank of America juga melaporkan pelarian dana dari pasar obligasi sebesar 18 miliar dollar AS. Pelarian dari saham-saham Eropa juga berlanjut berturut-turut selama 34 pekan, pelarian terpanjang sejak 2016.
Uang bukan sampah
Ray Dalio, pendiri perusahaan hedge funds Bridgewater Associates, juga sudah berubah pikiran. Dia mengubah pikiran dari sebelumnya yang menganggap “cash is trash”. Sebelumnya, Dalio berpendapat, memegang kekayaan dalam bentuk tunai mirip sampah karena akan tergerogoti inflasi. Dalio berubah dan mengatakan uang tunai, dollar AS, sekarang ini bersifat netral, tidak baik juga tidak buruk untuk dipegang. Ia mendukung kepemilikan dollar AS karena kenaikan suku bunga.
Pada 23 September, ekonom Nouriel Roubini, juga mengatakan di tengah potensi krisis besar AS yang mengimbas dunia, kepemilikan dollar AS adalah hal paling tepat. Ia merekomendasikan kepada investor agar menghindari kepemilikan obligasi berjangka panjang. Alasannya, resesi AS kali ini akan keras yang dimulai pada akhir 2022 dan berlangsung lama atau sepanjang 2023.
“Peganglah sedikit saham dan lebih banyak dalam bentuk uang tunai dollar AS. Meski uang tunai akan tergerogoti inflasi, nilai nominalnya akan tetap sama. Saham-saham akan anjlok 10 persen, 20 persen, hingga 30 persen,” katanya.
Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, 12 Agustus 2022, Roubini juga menyebutkan bahwa ia telah menguangkan semua bentuk investasinya. Hal serupa juga dilakukan sejumlah warga ultra-kaya dunia. Sebelum ada kepastian tentang kestabilan pasar, Roubini mengatakan lebih baik tetap memegang kekayaan dalam bentuk dollar AS, bukan pada aset-aset berisiko.
Roubini mengatakan, meski juga ada risiko memegang dollar AS, risikonya jauh lebih rendah ketimbang memegang investasi dalam bentuk lainnya. Mata uang euro juga bukan bukan pilihan yang dia sarankan. (AP/AFP/Reuters)