Kasus Covid-19 di Uni Eropa mencapai 1,5 juta pada pekan lalu, naik 8 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Tercatat kenaikan jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
BRUSSELS, JUMAT — Seiring tibanya cuaca yang lebih dingin, gelombang baru Covid-19 mulai merambat di Eropa. Para pakar kesehatan masyarakat memperingatkan, kelelahan dan kebingungan soal vaksin turut membatasi laju penyuntikan vaksinasi penguat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam data yang dirilis pada Rabu (5/10/2022) menyebutkan, virus SARS-CoV-2 galur Omicron subvarian BA.4/5 yang mendominasi penularan pada musim panas ini masih menjadi penyebab mayoritas infeksi. Namun, subvarian Omicron yang lebih baru mulai bermunculan. Ratusan bentuk baru Omicron tengah ditelusuri para ahli.
Data WHO juga menyebutkan, kasus di Uni Eropa mencapai 1,5 juta pada pekan lalu, naik 8 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Kenaikan kasus terjadi di tengah menurunnya tes Covid-19. Di blok 27 negara itu tercatat kenaikan jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit.
Pada 4 Oktober, pasien bergejala yang dirawat di rumah sakit di Italia melonjak hampir 32 persen. Jumlah pasien yang harus dirawat di ruang intensif juga naik sekitar 21 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Sementara di Inggris, sepanjang pekan yang sama tercatat jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit naik 45 persen dibandingkan pekan sebelumnya.
Pada September 2022, Eropa meluncurkan vaksin yang diperuntukkan bagi Omicron. Ada dua tipe suntikan untuk menghadapi subvarian BA.1 dan BA.4/5 yang tersedia di samping vaksin generasi awal. Di Inggris, baru vaksin untuk subvarian BA.1 yang mendapat lampu hijau.
Para pejabat Uni Eropa dan Inggris mendukung vaksin penguat hanya bagi kelompok masyarakat tertentu, terutama warga lansia dan orang dengan sistem kekebalan khusus. Meski demikian, kerelaan masyarakat untuk mendapat vaksin lagi—bisa jadi yang keempat atau kelima bagi seseorang—semakin menipis.
”Bagi mereka yang tidak terlalu khawatir dengan risiko kesehatannya, ditambah kurangnya kampanye publik yang besar, tampaknya mengurangi laju vaksinasi,” kata Martin McKee, profesor kesehatan masyarakat Eropa pada London School of Hygiene and Tropical Medicine.
Merasa cukup
Penny Ward, profesor tamu pada King’s College London, mengatakan, beberapa orang merasa sudah cukup dengan mendapat vaksinasi wajib. Ketika tertular Covid-19, mereka masih menganggapnya tetap imun. ”Jadi, saya khawatir serapan vaksin akan rendah. Faktor pengganggu lain adalah cukup tingginya proporsi masyarakat yang baru-baru ini tertular Covid-19,” ujarnya.
Sejak 5 September, Uni Eropa menerima jenis vaksin baru sekitar 40 juta dosis yang diproduksi Pfizer-BioNTech dan Moderna. Namun, berdasarkan data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (ECDC), vaksin yang disuntikkan setiap pekan di Uni Eropa hanya 1 juta-1,4 juta dosis sepanjang September. Jumlah ini turun drastis dari penyuntikan per pekan pada tahun sebelumnya yang mencapai 6 juta-10 juta dosis.
Para ahli memperkirakan, tantangan terbesar serapan vaksin penguat ini adalah persepsi masyarakat bahwa pandemi sudah selesai. Ini menciptakan rasa aman palsu. ”Sepertinya sudah ada kepuasan bahwa hidup telah kembali normal, setidaknya ketika orang kini punya kekhawatiran soal keuangan dan hal-hal terkait perang,” kata Adam Finn, Kepala ETAGE, kelompok ahli penasihat WHO soal vaksin di Eropa.
Ini ditambah langkah pemerintah di sejumlah negara Eropa yang kurang siap menghadapi musim dingin ini. Yayasan ilmu Gimbe di Italia menyebutkan, sebuah publikasi tentang penanganan pandemi oleh pemerintah telah diblokir.
Para pejabat di Inggris telah memperingatkan, kembali beredarnya virus flu dan Covid-19 pada musim dingin ini meningkatkan tekanan pada Layanan Kesehatan Nasional (NHS). Kabar baiknya, secara global kasus Covid-19 terus menurun. (REUTERS)