Putin Resmikan "Penggabungan" Empat Provinsi Ukraina
parlemen Rusia akan menggelar sidang pekan depan untuk membahas ratifikasi perjanjian penggabungan tersebut. Uni Eropa segera mengumumkan penolakan atas penggabungan itu.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
MOSKWA, JUMAT - Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin wilayah Ukraina yang dikendalikan Rusia meresmikan aneksasi wilayah itu pada Jumat (30/9/2022), di Moskwa. Putin menyebutnya sebagai penggabungan dan bentuk penghormatan atas suara warga.
Peresmian aneksasi itu dilakukan di Kantor Kepresidenan Rusia di Moskwa. Dalam siaran langsung oleh Russia Today terlihat, para perwakilan empat wilayah Ukraina yang dianeksasi Rusia itu hadir di Kremlin. "Warga telah membuat pilihan untuk bersama Rusia," kata Putin.
Dokumen "penggabungan" itu diteken Putin bersama pemimpin empat wilayah tersebut. Presiden Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin, Presiden Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik, pemimpin Zaporizhia Yevgeny Balitsky, dan pemimpin Kherson Vladimir Saldo meneken akta penggabungan wilayah mereka ke Rusia.
Penandatanganan itu akan diikuti pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi Rusia. Jika MK menyatakan tidak ada masalah, maka dokumen akan dibawa ke DPR dan Senat untuk diratifikasi. Rencananya, parlemen Rusia akan menggelar sidang pekan depan untuk membahas ratifikasi perjanjian penggabungan tersebut.
Uni Eropa segera mengumumkan penolakan atas penggabungan itu. Brussels kembali menegaskan tidak akan pernah mengakui pencaplokan empat provinsi Ukraina itu ke Rusia. Semua tahapan penggabungan itu dinyatakan ilegal, meski Moskwa berkeras menyatakan sebaliknya.
Sebelum penggabungan dilakukan, empat wilayah itu menggelar referendum pada 23-27 September 2022. Hampir 100 persen surat suara sah dinyatakan mendukung penggabungan tersebut.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Antonio Guterres juga menyatakan penggabungan itu ilegal. Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB menuding PBB dan Guterres menyalahgunakan kewenangan gara-gara pernyataan itu. Guterres dan PBB juga dituding menerapkan standard ganda. Sebab, PBB tidak bersuara atas referendum sejumlah wilayah Eropa dan benua lain yang menyatakan merdeka dari negara induknya.
Politisi senior Partai Persatuan Rusia, Konstantin Zatulin, menyebut peresmian penggabungan itu adalah cara Putin menunjukkan tidak akan mundur dari rencana awal. "Kalau ada ancaman dari luar, Putin biasanya meningkatkan tekanan daripada mundur atau menawarkan kesepakatan," kata anggota partai berkuasa di Rusia itu kepada TASS.
Ia menyebut, kondisi akan berubah pada November atau Desember 2022. Saat itu, pasukan cadangan Rusia sudah tiba di Ukraina. "Beberapa pengamat Barat menyebut Rusia akan untung kalau perang berlangsung lama. Tidak, lebih baik Rusia segera menyelesaikan ini," kata dia.
Sementara pengajar pada Moscow State Institute of International Relations Andranik Migranyan menyebut, manuver Putin merupakan upaya menghasilkan terobosan atas kebuntuan di Ukraina. Referendum dan mobilisasi untuk menunjukkan keteguhan Rusia. "Putin mau mengubah keadaan secara drastis dan membuat Ukraina serta Barat tidak nyaman," kata dia.
Ia setuju, perkembangan terbaru akan menyulitkan perdamaian. Di sisi lain, Ukraina juga akan semakin kesulitan. "Penguasan wilayah oleh Rusia akan terus bertambah di masa mendatang," kata dia.
Bantu dan Pertahankan
Putin mengatakan, Moskwa akan membantu pembangunan ulang empat wilayah yang baru bergabung itu. Perang sejak 2014 telah menghancurkan sebagian besar Luhansk dan Donetsk. Perang sejak Februari 2022 membuat kerusakan meluas di wilayah lain di Ukraina. "Dukungan Rusia untuk saudaranya yang kembali," kata Putin.
Ia juga kembali menegaskan, Rusia akan menggunakan semua cara untuk mempertahankan empat wilayah baru itu. Beberapa hari lalu, Putin juga sudah menyatakan hal serupa.
Pernyataan itu diartikan sebagai tanda Putin mengancam menggunakan senjata nuklir. Dugaan itu tidak lepas dari fakta Rusia memiliki ribuan hulu ledak nuklir. Putin juga sudah memerintahkan divisi nuklir pada militer Rusia pada kesiagaan tinggi sejak perang meletus pada Februari lalu.
Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat Anatoly Antonov mengatakan, berbagai pihak telah salah mengartikan pernyataan Putin. "Kami tidak mengancam siapa pun. Kami hanya memastikan, seperti disampaikan Presiden Putin pada 21 September, Rusia siap mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan warganya dengan semua jenis senjata yang dimiliki. Apa yang salah dengan pernyataan ini? Apa yang tidak bisa diterima? Bukankah AS akan melakukan hal yang sama jika merasa terancam?" ujarnya.
Zatulin juga menyangkal Rusia akan menggunakan senjata nuklirnya di Ukraina. Seperti Antonov, ia juga menyebut pernyataan Putin telah salah dipahami. "Rusia menyatakan itu agar Barat paham bahwa Rusia siap menggunakan semua sumber daya untuk mempertahankan diri," kata dia.
Mantan juru runding Rusia untuk pengendalian nuklir, Letnan Jenderal (Purn) Evgeny Buzhinsky mengatakan, Rusia rugi jika memakai nuklir di Ukraina saat ini. Militer Rusia tidak perlu nuklir dalam perang sekarang.
Sementara intel senior Rusia, Letjen (Purn) Leonid Reshetnikov, mengatakan, sampai sekarang belum ada tanda Rusia akan menggunakan senjata nuklirnya. Namun, risiko terus meningkat karena AS dan sekutunya terus memasok persenjataan ke Ukraina. "AS dan praktis hampir seluruh Eropa terlibat dalam konflik ini dengan memasok senjata, milisi, informasi intelijen," kata dia.
Kondisi sekarang dinilai lebih buruk dibandingkan perang dingin. Sebab, semua pihak berusaha meningkatkan tekanan. "Kondisi terus mendekati potensi konfrontasi langsung. Dalam waktu dekat nuklir tidak akan dipakai. Akan tetapi, akan sulit menduga apa yang terjadi setahun mendatang," kata dia kepada Al Jazeera. (AFP/REUTERS)