Hadang China, Biden Kumpulkan 14 Negara Kepulauan Pasifik
Pemerintah Amerika Serikat mengundang para pemimpin negara di Kepulauan Pasifik ke Gedung Putih untuk memperlihatkan komitmen dan kehadirannya di kawasan. Ini bagian dari upaya Washington membendung China di Pasifik.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Washington, Rabu Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan bertemu dengan 14 pemimpin negara Kepulauan Pasifik pada pertemuan puncak di Washington DC, 29-30 September 2022. Langkah ini lagi-lagi sebagai salah satu upaya Washington membendung perluasan pengaruh China.
Hadir para pemimpin dari Fiji, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Palau, Papua Niugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, Kepulauan Cook, Polinesia Perancis, dan Kaledonia Baru. Vanuatu dan Nauru mengirim perwakilan. Sementara Australia, Selandia Baru, dan sekretaris jenderal Forum Pulau Pasifik mengirim pengamat dalam kegiatan itu.
”Ini hanya menunjukkan kemitraan kami dengan kawasan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre. Dia menambahkan, pertemuan itu akan membicarakan banyak hal, termasuk menyentuh soal perubahan iklim, pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, keamanan maritim, serta perlindungan lingkungan dan Indo-Pasifik.
Pertemuan ini menjadi pertemuan pertama Presiden AS Joe Biden dengan para pemimpin negara Kepulauan Pasifik secara langsung setelah dilantik pada 6 Januari 2021. Pertemuan ini dilaksanakan sebagai upaya memperlihatkan komitmen jangka panjang AS pada kawasan itu. Dalam pandangan Washington, China tengah memperluas pengaruhnya di kawasan itu.
Biden dijadwalkan berpidato di depan para pemimpin di Departemen Luar Negeri pada hari Kamis (29/9/2022). Selanjutnya, ia akan menggelar jamuan makan malam di Gedung Putih. Ketua DPR Nancy Pelosi, Menteri Perdagangan Gina Raimondo, dan para pemimpin bisnis AS sedianya juga akan menemui para pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik itu. Utusan Khusus untuk Masalah Iklim Pemerintah AS John Kerry juga dijadwalkan bertemu mereka.
Pertemuan antara Gedung Putih dan negara-negara di Kepulauan Pasifik disambut para pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik sebagai langkah lanjutan untuk mengonkretkan komitmen AS pada kawasan. Salah satu platformnya adalah aliansi Partners in Blue Pacific yang diumumkan pada Juni 2022. Forum itu menjanjikan dukungan pada kawasan Pasifik serta memperkuat hubungan ekonomi negara-negara di kawasan dengan dunia luar.
Bagi pemerintahan Biden, membendung pengaruh China yang semakin besar adalah prioritas utama. Akan tetapi, bagi banyak pemimpin Kepulauan Pasifik, perubahan iklim adalah krisis eksistensial yang menuntut perhatian di atas segalanya. Jelang pertemuan puncak, para pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik menyatakan bahwa mereka menginginkan peningkatan bantuan AS dalam memerangi dampak perubahan iklim dan bantuan untuk pemulihan ekonomi mereka pascapandemi Covid-19.
Pekan lalu, saat berbicara pada Sidang Majelis Umum PBB, Perdana Menteri Tuvalu, Kausea Natano, menggambarkan bagaimana naiknya permukaan laut telah berdampak pada segala hal, mulai dari tanah yang diandalkan rakyatnya untuk menanam tanaman, hingga rumah, jalan, dan saluran listrik yang hanyut. Biaya hidup dan pembangunan kembali pascabencana terlalu tinggi bagi negara kecil seperti mereka.
Pada saat yang sama, pulau-pulau yang membentuk negara mereka, menghilang. "Pulau-pulau kami akan tidak ada lagi," kata Natano.
Peringatan yang sama disampaikan Menteri Pertahanan Fiji, Ini Seruiratu, saat hadir di Shangri-La Dialogue di Singapura, Juni. Dalam pandangannya, senapan mesin, jet tempur, kapal abu-abu dan batalyon hijau atau perlengkapan militer, bukanlah masalah keamanan utama Fiji. “Satu-satunya ancaman terbesar bagi keberadaan kami adalah perubahan iklim,” katanya.
Rencana penyelenggaraan KTT sendiri dilakukan selang beberapa hari setelah Kepulauan Solomon meminta AS dan Inggris untuk tidak mengirim kapal perangnya ke Pasifik Selatan sampai ada komitmen baru. Solomon, April lalu, telah menandatangani pakta keamanan baru dengan China – momen yang menurut para analis telah menciptakan peningkatan urgensi bagi pemerintahan Biden untuk lebih fokus pada wilayah tersebut.
Amerika Serikat dan Inggris termasuk di antara negara-negara yang khawatir bahwa pakta keamanan baru dengan Beijing dapat menyebabkan pangkalan angkatan laut China dibangun kurang dari 1.200 mil (2.000 kilometer) di lepas pantai timur laut Australia.
Beijing telah terbukti lebih hadir di negara-negara Kepulauan Pasifik dalam beberapa dekade terakhir.
Darshana Baruah, seorang rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan, Beijing telah terbukti lebih hadir di negara-negara Kepulauan Pasifik dalam beberapa dekade terakhir. ”Pertanyaan pertama negara kepulauan kepada AS adalah apakah situasi ini akan berlanjut di luar siklus yang terjadi saat ini? Dan, pertanyaan lanjutannya adalah apakah Anda (AS) akan selalu hadir (di kawasan),” kata Baruah.
“Pertanyaan kedua adalah, pesan seperti apa yang dikirim ke seluruh Indo-Pasifik? Apakah Anda secara keliru memberi kesan bahwa jika Anda ingin perhatian Washington, Anda harus mengambil dompet Beijing?,” kata Baruah menambahkan.
Menurut seorang pejabat AS yang menolak disebut namanya, Gedung Putih mengakui kelalaiannya untuk selalu hadir di kawasan. Gedung Putih berencana untuk mengumumkan Strategi Pulau Pasifik AS yang pertama. Gedung Putih juga akan mengumumkan bahwa presiden dari Partai Demokrat akan menunjuk seorang utusan AS untuk Forum Kepulauan Pasifik.
Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah AS berusaha untuk memperlihatkan perhatian yang lebih dan kehadirannya di kawasan. Pada Februari 2022, Blinken menjadi menteri luar negeri AS pertama yang mengunjungi Fiji dalam 37 tahun.
AS bersama dengan Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Inggris juga meluncurkan kelompok informal yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan diplomatik dengan negara-negara Kepulauan Pasifik yang dijuluki Mitra di Pasifik Biru.
Selama kunjungan Fiji, Blinken mengumumkan AS akan membuka kedutaan di Kepulauan Solomon. AS mengoperasikan kedutaan di Solomon selama lima tahun sebelum menutupnya pada 1993. Sejak itu, diplomat AS dari negara tetangga Papua Nugini telah diakreditasi ke Solomon, yang memiliki agen konsuler AS. (AP)