Asia memiliki fondasi kuat karena memiliki cadangan devisa yang memadai. Asia juga tertib dalam pengelolaan ekonomi makro termasuk pengelolaan posisi utang yang terjaga
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Ashok Lavasa, Wakil Presiden untuk Operasi Sektor Swasta dan Kemitraan Pemerintah-Swasta Bank Pembangunan Asia (ADB), berbicara mengenai ekosistem pembiayaan hijau (green financing) yang perlu digalakkan untuk bisa menangani krisis iklim, saat KTT T20 di Nusa Dua, Bali, Senin (5/9/2022). Pembiayaan iklim dari sektor swasta dan filantropis dibutuhkan untuk membantu mendorong transisi energi di Asia Pasifik yang masih belum terjangkau.
Asia tidak akan memasuki resesi akut meski AS dan Eropa terpukul resesi. Tentu akan ada beberapa negara di Asia yang akan kesulitan jika resesi menimpa AS dan Eropa tetapi secara umum Asia relatif aman. Posisi perekonomian Asia yang memperkuat rambu-rambu perekonomian membuat kawasan tidak serapuh dekade 1990-an. Asia adalah juga mesin pertumbuhan dunia.
"Skenario resesi tidak masuk dalam prediksi Bank Pembangunan Asia (ADB)," kata ekonom ADB Albert Park kepada CNBC, Selasa (20/2/2022). Hal serupa dikatakan Wakil Presiden ADB, Ahmed Saeed dan sejumlah ekonom Asia dan pengamat Asia lainnya.
Salah satu alasan ADB di balik relatif kuatnya Asia adalah kawasan ini telah mulai pulih karena kelonggaran mobilitas. Perekonomian berbasis domestik kini tumbuh cepat dan akan menetralisir efek resesi Barat lewat pukulan pada ekspor. “Kita sudah memperhitungkan skenario resesi Barat akibat kenaikan suku bunga. Asia memiliki daya tahan dan tidak akan terkena resesi,” kata Park.
Pemulihan Asia dari Covid tidak saja menggerakkan perekonomian domestik. Melonggarnya pengetatan telah mulai memulihkan turisme di Asia.
Di samping itu, Saeed mengatakan Asia memiliki fondasi kuat karena memiliki cadangan devisa yang memadai. Asia juga tertib dalam pengelolaan ekonomi makro termasuk pengelolaan posisi utang yang terjaga. Saeed menambahkan, dalam pengamatan ADB, perekonomian Asia terlihat kukuh. Cadangan devisa di negara-negara berkembang Asia dengan perekonomian yang menggeliat sekitar 2,6 triliun dollar AS, walau turun dari 2,8 triliun dollar AS pada Oktober 2021.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Pelabuhan Benoa di Kota Denpasar, Bali, kembali disinggahi kapal pesiar. Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun (tengah) memasang kalung bunga ke penumpang kapal pesiar Le Laperouse, yang tiba di Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Bali, Senin (19/9/2022).
Kelesuan di China termasuk karena pengetatan terkait Covid, juga relatif bisa mengatasi situasi dengan senjata fiskal dan kebijakan moneter. “Asia masih memiliki kekuatan untuk menghadapi badai,” kata Jin Yang Lee, manajer investasi dari abrdn PLC (Singapura). “Secara keseluruhan Asia memiliki kebijakan yang lebih hati-hati termasuk akibat reformasi struktural perekonomian.”
Paling terpukul
Benar bahwa akan ada efek resesi Barat terhadap Asia dan tidak ada yang terlepas dari goyangan resesi itu. Negara-negara di Asia yang akan paling terpukul dari sisi ekspor akibat resesi Barat itu antara lain Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand, seperti dikatakan Chua Hak Bin, ekonom dari Maybank (CNBC, 4 September).
Ini karena negara-negara tersebut memiliki porsi perdagangan yang tinggi untuk menopang perekonomiannya. Akan tetapi negara-negara tersebut akan bisa pulih lebih cepat dan tidak memasuki resesi. Khusus untuk Singapura, ekonom dari DBS Group Research, Irvin Seah, mengatakan Singapura tidak akan jatuh ke dalam resesi.
Juga tidak disangkal akan ada gejolak kurs akibat kenaikan suku bunga di AS dan Eropa. Akan tetapi kurs Asia juga relatif stabil dibandingkan kawasan lain di dunia. Meski kurs dollar AS menguat, negara-negara emerging di Asia memiliki kurs yang lebih kuat ketimbang yen dan euro.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kesibukan aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/9/2022). Proyeksi kenaikan suku bunga negara-negara maju pada 2023 dapat berdampak pada kinerja ekspor Indonesia dan konsumsi domestik.
Bahkan disebut, Asia kebal terhadap taper tantrum, sebutan bagi pelarian modal karena kenaikan suku bunga di Barat. Para investor kini justru melihat Asia sebagai lokasi investasi.
Inflasi
Asia tidak kebal dari ancaman inflasi akan tetapi lagi-lagi kawasan ini memiliki tekanan inflasi yang lebih rendah. Inflasi Asia 4,5 persen pada 2022 dan 4 persen pada 2023, menurut ADB. Angka-angka ini jauh di bawah inflasi AS dan Eropa yang berada di atas 8 persen.
Demikian juga efek konflik Ukraina yang menganggu pasokan energi dan komoditas, Asia relatif tak terimbas karena tidak memiliki kaitan perdagangan yang kuat dengan Ukraina dan Rusia. Bahkan Asia memiliki kesempatan memanfaatkan migas dengan harga diskon dari Rusia.
“Negara-negara berkembang di Asia dengan perekonomian yang sedang menggeliat (emerging) terdepan dalam pengelolaan inflasi sehingga tetap relatif rendah,” kata ekonom dari Swiss Re, Jerome Haegeli dikutip The Japan Times, 19 September. “Negara-negara yang bisa menghindari kondisi stagnasi dan inflasi akan meraih daya saing.”
Situasi Asia yang kuat membuat pada investor global kembali ke India dan Indonesia yang mencatatkan alur masuk modal asing pada Agustus. “Hal serupa dialami Thailand pada Mei,” kata Galvin Chia, ahli strategi investasi dari Natwest Markets di Singapura. Negara-negara di Asia Tenggara juga memperlihatkan ekspansi sektor manufaktur.
AFP/RICHARD A. BROOKS
Antrean pelanggan di luar toko Apple saat peluncuran iPhone 14 baru di Tokyo, Jepang, Jumatt (16/9/2022).
Tujuh dari 30 negara perekonomian utama relatif kebal terhadap resesi keras. Negara-negara di Asia yang masuk kategori kuat itu adalah Indonesia, Malaysia, Taiwan, Filipina dan India, menurut para analis Nomura, termasuk Rob Subbaraman, dalam catatan mereka pada 13 September.
Mesin pertumbuhan
Ditambah Asia tengah dan India yang menggeliat, Asia kini sedang berperan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia. Kawasan memiliki pasar sendiri yang sangat besar dan berkembang bukan untuk dirinya tetapi juga menjadi pengangkat perekonomian global. Asia dengan penduduk muda membuat perekonomian AS memiliki dinamisme tinggi. Dan tentu sektor keuangan swasta dan pemerintah Asia kini jauh lebih solid, sangat berbeda jauh dari kondisi ketika krisis Asia dekade 1990-an.
ABD dengan segala alasan itu memprediksi pertumbuhan Asia yang tetap kuat, melebihi pertumbuhan kawasan manapun di dunia ini. ABD memperkirakan negara berkembang Asia, tidak termasuk China akan tumbuh 5,3 persen pada 2022 dan dan tumbuh dengan tingkat serupa pada 2023. Pertumbuhan China akan mencapai 3,3 persen pada 2022 dan 4,5 persen pada 2023. Pertumbuhan emerging Asia 4,3 persen pada 2022 dan 4,9 persen pada 2023. (REUTERS/AP/AFP)