Paus Fransiskus terus berupaya membuka peluang dialog dengan Pemerintah China. Vatikan dan Beijing memiliki pandangan yang berbeda dalam beberapa hal.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Vatikan, Jumat – Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, menyatakan pentingnya memahami, China, termasuk menghormati mentalitas orang China. Oleh karena itu, kesabaran dan dialog menjadi jalannya.
Hal ini disampaikan Paus saat berbicara dengan rombongan wartawan di pesawat dalam penerbangan dari Nur Sultan, Kazakhstan, menuju Roma, Italia, Kamis (15/9/2022). Di Nur Sultan, Paus baru saja menghadiri kongres para pemuka agama dunia.
Seorang wartawan bertanya tentang kebijakan Pemerintah China. Berangkat dari pernyataan Paus tentang pentingnya kebebasan beragama pada kongres di Nur Sultan, wartawan itu bertanya apakah China melanggar kebebasan beragama dengan memperkarakan Kardinal Joseph Zen.
Mengualifikasi China sebagai tidak demokratis, saya tidak akan mengidentifikasinya dengan hal itu karena China adalah negara yang kompleks
Kardinal Zen, salah satu pastor senior di Asia, ditangkap karena diduga menjadi wali atau pengelola rekening Dana Bantuan Kemanusiaan 612. Rekening itu diduga digunakan untuk membiayai kegiatan aktivis demokrasi di Hong Kong.
"Untuk memahami China butuh satu abad. Dan kita tidak hidup selama seabad. Mentalitas masyarakat China adalah mentalitas yang kaya. Dan ketika sakit sedikit, dia kehilangan kekayaannya. Dia bisa membuat kesalahan. Guna memahaminya, kita memilih jalan dialog, terbuka untuk dialog," kata Paus.
Akan tetapi, Paus menolak memasukkan China sebagai sebuah entitas yang tidak demokratis sekalipun ia mengakui ada hal-hal yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi ala barat. “Mengualifikasi China sebagai tidak demokratis, saya tidak akan mengidentifikasinya dengan hal itu karena China adalah negara yang kompleks,” kata dia.
Paus mengatakan, dialog dengan China, sebuah negara yang besar dan entitas yang kompleks, membutuhkan kesabaran dan banyak waktu. Dia juga mengaku, komisi dialog di Vatikan yang menjadi ujung tombak dialog bilateral Vatikan-China berjalan sangat lambat.
"Tidak mudah memahami mentalitas orang China, tapi itu harus dihormati. Saya selalu menghormati itu (mentalitas orang China). Dan di Vatikan, ada sebuah komisi dialog yang berjalan dengan baik dipimpin oleh Kardinal Parolin dan dia adalah orang yang tepat saat ini yang paling mengerti tentang China dan dialog dengan orang China. Ini adalah proses yang lambat tapi langkah maju selalu dibuat," kata Paus.
Paus mengatakan, dialog dengan China, sebuah negara yang besar dan entitas yang kompleks, membutuhkan kesabaran dan banyak waktu.
Paus dan Presiden China Xi Jinping, Rabu (14/9/2022), sama-sama berada di Nur Sultan untuk menghadiri dua acara berbeda. Paus menghadiri kongres para pemuka agama dunia. Xi bertemu dengan Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev.
Paus sebenarnya menawarkan kepada Xi untuk bertemu dan membangun relasi. Akan tetapi, gayung tidak bersambut. Ketika ditanya mengenai kegagalan bertemu dengan Xi, Paus menjawab bahwa hal tersebut bisa dimaklumi mengingat padatnya jadwal kepala negara tersebut. ”Saya selalu siap untuk datang ke China dan membuka dialog,” kata Paus Fransiskus di Nur-Sultan sebelum terbang pulang ke Vatikan.
Sejauh ini tak ada tanggapan dari Pemerintah China berkaitan dengan pernyataan terakhir Paus itu. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, pada konferensi pers di Beijing, 14 September, ditanya wartawan tentang tanggapan Beijing atas keinginan Paus berdialog dengan Pemerintah China.
"Saya juga mencatat berita-berita yang relevan dan menghargai persahabatan dan niat baik yang disampaikan oleh Paus Fransiskus. China dan Vatikan menjaga komunikasi yang baik. Kami juga siap untuk menjaga dialog dan kerja sama dengan Vatikan serta aktif memajukan proses peningkatan hubungan," kata Ning seperti dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri China.
Sejak 1951 atau dua tahun setelah negara komunis China berdiri, Beijing memutuskan hubungan diplomatik dengan Vatikan. Alih-alih mengakui uskup yang ditunjuk oleh Paus, Pemerintah China menunjuk sendiri uskup di negara itu.
Pada 22 September 2018, China-Vatikan sepakat bahwa Paus mengakui tujuh uskup provinsial yang ditunjuk Beijing. Namun merujuk Reuters, Paus punya hak veto atas para kandidat. Kesepakatan dua tahun yang telah diperpanjang pada 2020 itu akan berakhir Oktober 2022. (MHD)
Upaya untuk membuka dialog dengan Xi tidak terlepas dari sejumlah pernyataan Paus tentang situasi di China dan relasinya dengan Hong Kong. Paus, November 2020, sempat menyatakan keprihatinannya tentang kondisi warga minorias Uighur di Provinsi Xinjiang, China. Paus tidak menyatakan secara langsung soal ini, akan tetapi disebutkan dalam bukunya yang berjudulu Let Us Dream: The Path to a Better Future.
”Saya sering memikirkan orang-orang teraniaya: kaum Rohingya, kaum Uighur yang malang, kaum Yazidi,” kata Paus di dalam buku setebal 150 halaman itu. Pada bagian yang sama, Paus juga berbicara tentang penganiayaan Kristen di negara-negara Islam. (Kompas.id, 20 November 2020)
Vatikan juga sempat bersinggungan dengan Pemerintah China soal penangkapan Kardinal Joseph Zen. Paus memahami bahwa Kardinal Zen akan diadili dalam waktu dekat. Dalam pandangannya, Kardinal Zen telah berbuat sesuai dengan hati nuraninya. “Dia mengatakan apa yang dia rasakan. Dan, Anda melihat ada batasan di sana,” kata Paus. (MHD)