Ekonomi Eropa Makin Pelik
Pengurangan pasokan gas dari Rusia dan inflasi memukul ekonomi Eropa yang sebenarnya baru pulih dari pandemi. Eropa bahkan diperkirakan tidak akan balik normal sebelum 2024.
Masalah perekonomian Uni Eropa makin pelik. Suku bunga di zona euro yang sudah dipatok Bank Sentral Eropa 1,25 persen masih harus dinaikkan. Langkah ini dilakukan untuk meredam inflasi yang sudah mencapai 9,1 persen pada Agustus.
Kenaikan suku bunga itu akan memukul ekonomi Eropa. Akan tetapi, di sisi lain inflasi akan sulit diturunkan. Harga energi sebagai salah satu sumber inflasi masih tinggi.
Salah satu penyebabnya adalah pasokan energi dari Rusia ke Eropa yang seret, tinggal 22,5 persen dari pasokan rutin. Hal ini menyebabkan harga-harga energi bertahan tinggi, terutama gas alam yang kini mencapai 8,269 dollar AS/MMBtu.
Goldman Sachs memperingatkan anggaran rumah tangga Eropa untuk kebutuhan listrik akan naik sebesar 2 triliun dollar AS pada 2023 (Fortune, 7 September). Pada 2023, rumah tangga di Eropa akan menghabiskan 500 euro per bulan untuk kebutuhan energi, tiga kali dari biaya yang dikeluarkan pada 2021 sebesar 160 euro per bulan.
Goldman melanjutkan, jika Rusia menghentikan aliran gas, rumah tangga Eropa akan menghabiskan biaya energi sebesar 600 dollar AS. Biaya energi di restoran-restoran dan kafe-kafe Eropa telah naik lebih dari tiga kali sepanjang 2022.
Industri di Eropa juga turut terpukul karena kenaikan harga energi (The Wall Street Journal, 11 September). Perekonomian Eropa bergantung pada sektor manufaktur dan industri berat seperti usaha pembuatan baja, produk kimia, dan otomotif.
Hanya beberapa bisnis di sektor baja, pembuatan gula, kertas toilet, keramik, dan aluminium yang masih bertahan. Sejumlah industri yang sangat intensif memakai energi seperti industri logam sedang tutup usaha dan mungkin tidak akan beroperasi lagi.
Untuk mengatasi kemelut migas, Eropa mencoba mengamankan pasokan dari Qatar dan sumber lainnya. Akan tetapi, Eropa selama ini telah diuntungkan pasokan energi murah dari Rusia yang membuatnya mampu bersaing dengan AS yang kaya sumber energi.
Fiskal dan moneter bertabrakan
Eropa menghadapi masalah pelik dan dilematis. Inflasi tinggi dan sumber inflasi tidak mudah diatasi. Ada pula ancaman kebangkrutan usaha yang akan lebih terpukul lagi akibat kenaikan suka bunga.
”Pasar mengabaikan dalam dan luasnya struktur krisis. Kami yakin situasi sekarang lebih parah dari krisis minyak pada 1970-an,” kata Goldman Sachs.
Krisis minyak pada dekade itu disebabkan Perang Arab-Israel. Namun, saat itu tidak ada ancaman penghentian pasokan. Selain itu, utang-utang di Eropa belum bertumpuk.
Di tengah upaya menaikkan suku bunga, yang juga berarti peredaman uang beredar, kini ada kebutuhan untuk membantu warga kurang mampu akibat kenaikan energi. Ada kebutuhan berupa stimulus fiskal. Jika stimulus fiskal dikucurkan, hal itu tidak akan menolong penurunan inflasi.
Masalah lain, jika stimulus fiskal dilakukan, ada rambu-rambu ekonomi yang akan dilanggar. Zona euro, pengguna mata uang tunggal euro, sangat ketat soal disiplin defisit anggaran pemerintah. Defisit hanya boleh maksimal 3 persen terhadap produksi domestik bruto (PDB). Zona euro juga ketat menerapkan batas utang negara, yakni maksimum 60 persen terhadap PDB.
Batasan ini diperlonggar saat pandemi merebak pada 2020. Defisit negara-negara anggota zona euro sudah rata-rata 6 persen dari PDB dan utang sudah mendekati 90 persen terhadap PDB. Akan tetapi, pelonggaran ini hanya bersifat sementara dan harus kembali ke aturan awal jika pandemi selesai (The New York Times, 9 September).
Akan tetapi, aturan itu tampaknya tidak bisa dipenuhi. Kini, pemerintahan UE sedang mengutamakan stimulus 350 miliar dollar AS untuk subsidi terhadap konsumen, industri, dan perusahaan penyedia jasa publik. ”Intervensi pemerintah telah muncul kembali dalam jumlah besar,” kata Mujtaba Rahman, Direktur Eurasia untuk Wilayah Eropa.
Subsidi akan menaikkan utang dan mementalkan upaya penurunan inflasi. Sebab, subsidi akan menaikkan uang beredar yang justru ingin ditekan lewat kenaikan suku bunga. ”Situasi ini jelas merupakan sebuah kekecualian dan tidak terpikirkan,” kata Daniel Gros, ekonom Jerman dan Direktur Centre for European Policy Studies, think tank berbasis di Brussels.
Kepala Bagian Produksi Duralex, Michel Carvalho, memotret peliknya masalah Eropa. Duralex, sebuah perusahaan pecah belah Perancis, kini sedang mengurangi produksi.
”Situasi sangat berat dan bikin perut mulas. Di seluruh dunia, setiap orang menderita akibat perang ini (invasi Rusia). Kita menjadi sandera. Itu sangat jelas. Kita telah dikorbankan, padahal bukan kita yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi,” kata Carvalho, dikutip Associated Press, 9 September.
Jerman, raksasa ekonomi UE sekalipun, tidak kuasa mencegah resesi dan inflasi. The ifo Institute, think tank Jerman, menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman. ”Kita sedang memasuki resesi musim dingin,” kata Timo Wollmershäuser, kepala perkiraan di ifo. Pertumbuhan PDB Jerman akan anjlok menjadi 0,3 persen pada 2023, turun dari 1,6 persen pada 2022.
Inflasi Jerman pada 2022 mencapai 8,1 persen dan akan naik lagi menjadi 9,3 persen pada 2023. ”Pengurangan pasokan gas dari Rusia dan inflasi memukul ekonomi yang sebenarnya baru pulih dari pandemi. Kita tidak mengharapkan situasi akan balik normal sebelum 2024,” kata Wollmershäuser di situs ifo, 12 Maret.
Rencana yang sulit
Presiden Komisi Uni Eropa Ursula Von der Leyen berusaha menginisiasi pemajakan perusahaan Eropa yang masih eksis untuk mendapatkan dana, khususnya perusahaan-perusahaan yang masih bisa meraih untung. UE juga merencanakan pematokan harga migas Rusia.
Ursula von der Leyen menuding Presiden Rusia Vladimir Putin di balik semua kemelut ini. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menuduh Rusia telah menjadikan energi sebagai senjata ekonomi. Ini adalah argumentasi yang dicuatkan untuk menekan Rusia, yang dikenakan sanksi oleh UE dan AS serta membalasnya dengan mengurangi aliran gas.
Akan tetapi, langkah ini tidak mendapatkan tanggapan senada dari negara-negara anggota UE. ”Pematokan harga tidak akan mengatasi masalah mendasar, yakni menipisnya aliran gas ke Eropa,” kata Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Stoere, Reuters, 12 September.
Presiden Putin sudah mengatakan jika pematokan harga terjadi, maka aliran migas ke Eropa dihentikan. Inilah masalah Eropa sekarang. Para pejabat UE dan AS menyudutkan Putin dan menekan Putin tanpa menuntaskan akar masalah, yakni pertarungan geopolitik yang telah menyandera ekonomi Eropa. (REUTERS/AP/AFP)