Washington tengah mempertimbangkan untuk menjatuhkan paket sanksi kepada China. Jika ini sampai terjadi, persaingan kedua negara adidaya ini akan makin sengit.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·3 menit baca
TAIPEI, RABU — Amerika Serikat tengah mempertimbangkan paket sanksi untuk China. Tujuannya, Washington mengklaim, untuk mencegah Beijing menginvasi Taiwan. Pada saat yang sama, Taipei juga dikabarkan meminta Uni Eropa melakukan langkah serupa.
Menurut sumber Reuters, pembahasan rencana sanksi itu masih dalam tingkat awal, baik di Washington maupun lobi Taipei dengan utusan khusus Uni Eropa (UE). Idenya adalah menjatuhkan sanksi baru di luar tindakan yang sudah diterapkan oleh Barat kepada China selama ini, yakni membatasi sejumlah perdagangan dan investasi dengan China di bidang teknologi sensitif, seperti cip komputer dan perlengkapan telekomunikasi.
Idenya adalah membatasi sejumlah perdagangan dan investasi dengan China di bidang teknologi sensitif, seperti cip komputer dan perlengkapan telekomunikasi.
Sumber tersebut tidak menjelaskan lebih rinci tentang rencana sanksi itu. Namun, gagasan untuk menjatuhkan sanksi terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia sekaligus salah satu rantai pasok global terbesar itu menimbulkan pertanyaaan, apakah sanksi bisa dilakukan atau tidak kepada China.
”Peluang pengenaan sanksi-sanksi terhadap China jauh lebih kompleks ketimbang sanksi terhadap Rusia mengingat keterlibatkan AS dan sekutu dengan ekonomi China yang dalam,” kata Nazak Nikakhtar, mantan pejabat senior Departemen Perdagangan AS.
Di Washington, sejumlah pejabat mempertimbangkan kemungkinan paket sanksi terhadap China untuk mencegah negara itu ”menginvasi” Taiwan. Hal ini disampaikan sejumlah pejabat Pemerintah AS dan pejabat negara mitra AS.
Wacana AS untuk menjatuhkan sanksi kepada China, masih menurut sumber itu, dimulai setelah Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022. Namun, wacana itu benar-benar dibahas dalam konteks darurat setelah reaksi China atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus.
Reuters tidak berhasil mendapatkan detail rencana sanksi terhadap China. Namun, sejumlah analis memperkirakan sanksi itu akan berfokus pada militer China.
Pembicaraan sanksi awal kemungkinan seputar pembatasan akses China pada teknologi tertentu yang dibutuhkan untuk melanjutkan operasi militer China terhadap Taiwan.
”Gambaran besarnya, pembicaraan sanksi awal kemungkinan seputar pembatasan akses China pada teknologi tertentu yang dibutuhkan untuk melanjutkan operasi militer China terhadap Taiwan,” kata Craig Singleton dari Foundation for Defense of Democracies.
Kementerian Luar Negeri Taiwan menyatakan, pihaknya telah berbicara dengan AS, Eropa, dan negara mitra lainnya tentang ”permainan perang” dan tantangan mutakhir yang dihadapi Taiwan terkait China. Namun, Kementerian Luar Negeri Taiwan enggan mengungkapkan lebih jauh perihal substansinya.
Sementara Kementerian Luar Negeri China dan Kedutaan Besar China di Washington tidak memberikan respons saat dimintai tanggapan atas kabar itu.
Taiwan telah membicarakan wacana sanksi terhadap China dengan sejumlah pejabat Eropa setelah Rusia menyerang Ukraina. Latihan perang China akhir-akhir ini membuat Taipei semakin getol mendorong Eropa menerapkan sanksi tersebut. Demikian penjelasan enam sumber dalam diskusi dengan Reuters.
Seruan sanksi oleh sejumlah pejabat tinggi di Pemerintah Taiwan semakin intens dalam beberapa pekan terakhir. Sementara itu, Pemerintah China menerbitkan buku putih yang mencabut janji bahwa Beijing tidak akan mengirim pasukan atau administrator jika Beijing mengendalikan Taiwan. Hal ini semakin membuat Taipei intens melakukan lobi ke Eropa.
”Taiwan tidak meminta secara spesifik. Hanya meminta Eropa merencanakan aksi apa yang akan diambil jika China melancarkan serangan. Taiwan juga meminta Eropa untuk memperingatkan China secara privat tentang konsekuensi yang akan diterima (jika menyerang Taiwan),” kata salah seorang sumber.
Eropa sejauh ini menghindari penerapan sanksi kepada China atas isu hak asasi manusia. Salah satu pertimbangannya, menurut sumber lain, peran China dalam perekonomian Eropa jauh lebih besar ketimbang Rusia.
Pejabat-pejabat Eropa sejauh ini menghindari penerapan sanksi kepada China atas isu hak asasi manusia. Salah satu pertimbangannya, menurut sumber lain, peran China dalam perekonomian Eropa jauh lebih besar ketimbang Rusia.
Sanksi Eropa mensyaratkan persetujuan dari 27 negara anggota. Hal ini acap kali tidak mudah tercapai. Sanksi terhadap Rusia saja tidak mudah mencapai kesepakatan gara-gara tingginya ketergantungan gas sejumlah negara Eropa terhadap Rusia.
Semua negara Eropa, kecuali Vatikan, memiliki hubungan diplomatik formal dengan Beijing, bukan dengan Taipei. Meski demikian, pejabat Eropa dan Taiwan telah membangun komunikasi privat dan ekstensif sejak China menggelar latihan perang di sekitar Taiwan. (REUTERS)