Pembangunan Manusia Mundur 5 Tahun, Usia Harapan Hidup Global Menurun
Kontributor besar penurunan IPM adalah penurunan harapan hidup secara global, dari 73 tahun pada 2019 menjadi 71,4 tahun pada 2021. Dua tahun terakhir memiliki dampak yang menghancurkan bagi miliaran orang di dunia.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
NEW YORK, KAMIS – Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mengukur tingkat harapan hidup atau kesehatan, pendidikan, dan standar hidup suatu negara, dilaporkan menurun secara global selama dua tahun berturut-turut pada 2020 dan 2021. Pembangunan manusia telah mundur kembali ke posisi lima tahun sebelumnya, yakni tahun 2016.
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dalam laporannya, Kamis (8/9/2022), menyebutkan, kondisi itu terjadi untuk pertama kalinya dalam 32 tahun sejak UNDP dibentuk. Menurut situs internal undp.org, laporan pembangunan manusia terbaru tersebut bertajuk Uncertain Times, Unsettled Lives: Shapping Our Future in a Transforming World”.
Pedro Conceicao, penulis utama laporan UNDP mengatakan, kontributor besar penurunan IPM baru-baru ini adalah penurunan harapan hidup secara global, turun dari 73 tahun pada 2019 menjadi 71,4 tahun pada 2021. Dia menggambarkan, penurunan itu sebagai "kejutan yang belum pernah terjadi sebelumnya". Dia juga mencatat, beberapa negara termasuk Amerika Serikat mengalami penurunan dua tahun atau lebih.
Menurut UNDP, IPM di banyak negara sebenarnya terus meningkat selama beberapa dekade. Namun tingkat harapan hidup atau kesehatan, pendidikan, dan standar hidup suatu negara tampak mulai merosot pada 2020 dan terus menukik pada 2021. Kondisi tersebut merontokkan semua capaian gemilang beberapa tahun sejak 2016.
Masalah utamanya ialah dunia terus bergerak dari krisis yang satu ke krisis yang lain dan terjebak dalam siklus "pemadaman kebakaran" - tidak berupaya mencegah terjadinya krisis. Lapisan ketidakpastian menumpuk dan mengancam kehidupan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia juga ternyata semakin tidak mampu mengatasi akar masalah yang mengadang. Itu persoalan besar bagai kelangsungan pembangunan manusia.
“Dua tahun terakhir memiliki dampak yang menghancurkan bagi miliaran orang di seluruh dunia karena krisis seperti Covid-19 dan perang di Ukraina terjadi secara beruntun. Orang di seluruh dunia berinteraksi dengan pergeseran sosial dan ekonomi yang masif, perubahan planet (Bumi)yang berbahaya, dan peningkatan polarisasi secara besar-besaran,” tulis situs UNDP.
"Itu berarti kita akan meninggal lebih cepat, kurang berpendidikan, pendapatan kita pun menurun," kata Direktur Eksekutif UNDP Achim Steiner kepada AFP dalam sebuah wawancara. "Di bawah tiga parameter itu saja, Anda bisa merasakan mengapa begitu banyak orang mulai merasa putus asa, frustrasi, dan khawatir tentang masa depan mereka," katanya.
Kemunduran pembangunan manusia itu terjadi hampir universal karena lebih dari 90 persen negara di dunia mencatat penurunan skor PMI mereka pada 2020 atau 2021. Ada juga lebih dari 40 persen negara yang mengalami penurunan selama dua tahun itu berturut-turut. Menurut UNDP, kondisi itu menandakan bahwa krisis masih akan terjadi semakin dalam lagi bagi banyak orang.
Beberapa negara tercatat sudah mulai bangkit kembali. Namun, pemulihan tidak merata dan masih bersifat parsial, yang semakin memperlebar kesenjangan dalam pembangunan manusia. Amerika Latin, Karibia, Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan adalah bagian dunia paling yang terpukul. Swiss, Norwegia dan Islandia berada di posisi aman. Sudan Selatan, Chad, dan Niger di posisi paling rentan.
“Dunia berebut untuk menanggapi krisis berturut-turut. Kita telah menyaksikan, dengan biaya hidup dan krisis energi bahwa, sementara tergoda untuk fokus pada perbaikan cepat seperti mensubsidi bahan bakar fosil, taktik bantuan segera menunda perubahan sistemik jangka panjang yang harus kita buat,” kata Steiner, dikutip dari situs UNDP.
Steiner mengatakan, “kita secara kolektif lumpuh dalam membuat perubahan ini. Di dunia yang ditentukan oleh ketidakpastian, kita membutuhkan rasa solidaritas global yang terus diperbarui untuk mengatasi tantangan bersama yang saling berhubungan itu.” UNDP menyebutkan, tanpa perubahan yang tajam, dunia mungkin menuju ke arah yang lebih kekurangan dan ketidakadilan.
Laporan UNDP juga mengeksplorasi mengapa perubahan yang diperlukan tidak terjadi. Ada banyak alasan, termasuk bagaimana ketidakamanan dan polarisasi saling menopang untuk mencegah solidaritas dan tindakan kolektif yang butuhkan untuk mengatasi krisis di semua tingkatan. Perhitungan baru menunjukkan, misalnya, bahwa mereka yang merasa paling tidak aman juga cenderung memiliki pandangan politik yang ekstrem.
“Bahkan sebelum Covid-19 melanda, kami melihat paradoks kembar: pesatnya ketidakamanan dan polarisasi. Saat ini, dengan sepertiga orang di seluruh dunia merasa stres dan kurang dari sepertiga orang di seluruh dunia memercayai orang lain, kami menghadapi hambatan besar untuk mengadopsi kebijakan yang bermanfaat bagi manusia dan planet,” kata Steiner.
Laporan UNDP menjelaskan bagaimana kekuatan transformasional, seperti perubahan iklim, globalisasi dan polarisasi politik, membuat umat manusia menghadapi tingkat ketidakpastian yang kompleks. Fakta itu “tidak pernah terlihat dalam sejarah manusia” sebelumnya, dan mengarah pada meningkatnya perasaan tidak aman. "Orang-orang kehilangan kepercayaan satu sama lain," katanya.
Dunia harus lebih memilih fokus pada transformasi ekonomi ketimbang ketergantungan pada pertumbuhan sebagai obatnya. “Terus terang, transformasi yang kita butuhkan sekarang mengharuskan kita untuk memperkenalkan metrik masa depan: rendah karbon, mengurangi ketidaksetaraan, dan mengupayakan keberlanjutan yang lebih besar," katanya.
“Analisis baru yang menggugah pikiran ini bertujuan untuk membantu kita memecahkan kebuntuan ini dan memetakan arah baru dari ketidakpastian global kita saat ini. Kita memiliki jendela sempit untuk menata ulang sistem dan mengamankan masa depan yang dibangun di atas tindakan iklim yang menentukan dan peluang baru untuk semua,” imbuhnya.
Untuk memetakan arah baru, laporan UNDP merekomendasikan penerapan kebijakan yang berfokus pada investasi (mulai dari energi terbarukan hingga kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan asuransi, termasuk perlindungan sosial). Hal itu penting untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi pasang surut dunia yang tidak pasti.
Sementara inovasi dalam berbagai bentuknya (entah teknologi, ekonomi, maupun budaya) juga dapat membangun kapasitas untuk menjawab tantangan apa pun yang akan datang. “Untuk menavigasi ketidakpastian, kita perlu menggandakan pembangunan manusia dan melihat melampaui peningkatan kekayaan atau kesehatan masyarakat,” kata Conceicao dari UNDP.
“Hal ini tetap penting. Tetapi kita juga perlu melindungi planet (Bumi) ini dan memberi orang alat yang mereka butuhkan untuk merasa lebih aman, mendapatkan kembali rasa kendali atas hidup mereka dan memiliki harapan untuk masa depan,” kata Conceicao, penulis utama laporan itu. (CAL)