Kisah zona euro kini sudah berubah. Beberapa bulan lalu tidak ada pandangan yang melihat resesi di Eropa. Kini Eropa dipandang akan memasuki resesi lebih dalam.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
LONDON, SELASA — Para politisi Eropa sedang menyusun rencana darurat karena pemburukan kondisi perekonomian berlangsung lebih cepat. Akan tetapi, tidak jelas apakah rencana darurat tersebut mampu mencegah pemburukan situasi. Pertarungan geopolitik AS-Rusia yang makin menyandera perekonomian Eropa menjadi alasan utama di balik semua itu.
Media Bloomberg, Selasa (6/9/2022), menyebutkan, Swedia dan Finlandia telah menciptakan program untuk membantu keuangan perusahaan-perusahaan penyedia jasa publik. Hal itu bertujuan mencegah kebangkrutan mirip Lehman Brothers di AS pada 2008 yang memunculkan efek domino.
Para menteri energi Uni Eropa (UE) mendiskusikan cara menahan kenaikan harga energi, yang berpotensi mendorong aksi protes warga. Langkah lain adalah penghentian perdagangan derivatif, yang dikhawatirkan telah dimanfaatkan spekulan dalam perdagangan komoditas energi untuk mengambil untung di saat situasi tidak kondusif.
Hal ini dilakukan karena pukulan terhadap perekonomian zona euro dan mata uang tunggal euro makin berat. Ada kemandekan perdagangan dengan Rusia, kenaikan harga energi, dan inflasi yang terus meningkat. Kenaikan suku bunga semata untuk meredam inflasi tidak akan bisa menolong perekonomian Eropa.
Kebijakan ekonomi diperkirakan tumpul untuk mengatasi keadaan. Masalahnya adalah perekonomian zona euro, yakni kawasan Eropa pengguna mata uang tunggal euro, tidak murni masalah ekonomi. Ada faktor geopolitik yang memperburuk masalah ekonomi yang sudah muncul akibat pandemi Covid-19.
Stimulus ekonomi era Covid-19 telah menyebabkan inflasi yang mencapai 9,1 persen pada Agustus 2022. Di samping itu, juga ada gangguan jaringan produksi global selama Covid-19 yang turut mendorong inflasi. Masalah tersebut belum selesai, kini ada kegentingan geopolitik yang harus diatasi dan jika itu berhasil, akan dengan sendirinya mengatasi masalah ekonomi.
Akan tetapi, kegentingan geopolitik tersebut tidak menemukan titik cerah untuk diselesaikan. Invasi Rusia ke Ukraina telah mengganggu perdagangan Eropa-Rusia akibat sanksi ekonomi oleh AS dan Uni Eropa ke Rusia. Invasi itu juga semakin menaikkan harga energi. Kini potensi penurunan harga energi pun jauh dari bayangan. Rusia telah menghentikan aliran gas ke Eropa hingga waktu yang tidak diketahui.
Rusia tidak akan mengalirkan gas hingga sanksi Barat dicabut. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, Selasa (6/9/2022), di Moskwa menyatakan, sanksi Barat sebagai penyebab terhentinya aliran gas. ”Persoalan aliran gas dipicu sanksi Barat. Tidak ada alasan lain di balik itu,” kata Peskov.
Indikator pemburukan
Indikasi persoalan ekonomi zona euro terlihat pula dari anjloknya kurs euro yang telah turun menjadi 0,99 sen dollar AS per 1 euro. Ini menunjukkan sentimen pasar yang pesimistis pada perekonomian zona euro. Para spekulan turut memperburuk keadaan karena bertaruh akan kejatuhan kurs euro.
Kenaikan harga energi telah membebani konsumen dan pebisnis Eropa. Persepsi tentang resesi yang mendera Eropa menguat. Indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dikeluarkan S&P Global menunjukkan angka 48,9 pada Agustus 2022, turun dari 49,9 pada Juli. Indeks PMI pada Agustus itu terendah dalam 18 bulan terakhir. Indeks PMI di bawah 50 menunjukkan kontraksi perekonomian.
”Angka PMI menjadi sinyal zona euro sedang memasuki resesi, dipicu kelesuan di Jerman,” kata Peter Schaffrik dari Royal Bank of Canada. Resesi ini terutama disebabkan kenaikan harga energi yang semakin mendorong inflasi.
Di Perancis, sektor jasa menunjukkan gejala kelesuan. Hal serupa terjadi di Italia dan Spanyol. Para pengusaha melihat potensi penurunan keuntungan akibat kelesuan permintaan. Di luar zona euro seperti Inggris, juga terjadi kontraksi kegiatan bisnis.
Tak akan menolong
Eropa memiliki masalah lebih berat dan bukan hanya ancaman inflasi akibat kenaikan harga energi. Jika AS dan banyak negara lain sedang menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi, Eropa tidak akan selamat hanya dengan kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB).
”Kenaikan suku bunga yang cukup besar oleh ECB tidak akan menyelamatkan euro. Resesi menghadang dan kegentingan geopolitik tidak terkendalikan,” kata Agnes Belaisch, pakar strategi valuta asing dari Barings Investment Institute.
Indikasi kesulitan ekonomi zona euro makin buruk dalam perkiraan Goldman Sachs. Kurs euro akan anjlok ke level 0,97 sen dollar AS per 1 euro. Ini menggambarkan anjloknya permintaan agregat dalam perekonomian, dipicu kenaikan harga gas dan gangguan perdagangan akibat sanksi terhadap Rusia. Situasi buruk ini akan berkembang lebih dalam lagi dan akan ada kontraksi ekonomi yang lebih dalam. Capital Economics bahkan meramalkan kurs euro bisa mencapai 0,9 sen dollar AS per 1 euro.
Makin pelik
Para ekonom dan analis valuta asing melihat masalah ekonomi Eropa akan lebih pelik. ”Kisah zona euro kini sudah berubah. Beberapa bulan lalu tidak ada pandangan yang melihat resesi di Eropa. Kini Eropa dipandang akan memasuki resesi lebih dalam,” kata Robin Brooks, ekonom dari Institute for International Finance, Senin (5/9/2022).
Hanya perdamaian Rusia dengan Ukraina yang bisa mengatasi peliknya perekonomian Eropa. Tindakan Bank Sentra Eropa (ECB) tidak akan mengatasi anjloknya kurs euro, kata George Saravelos, periset valuta asing dari Deutsche Bank.
Warga UE sudah menyatakan opini tentang perlunya perdamaian Ukraina-Rusia untuk mengatasi konflik yang telah berdampak besar pada perekonomian. Sayangnya, opini warga itu tidak masuk dalam perhitungan para petinggi UE.
Sebaliknya, petinggi UE malah berencana menguatkan tekanan pada Rusia dengan mematok harga ekspor minyak dan gas Rusia. Sinyal kuat penolakan UE terhadap tuntutan Rusia, yang meminta sanksi Barat agar dicabut, terlihat dari pernyataan Presiden Komisi UE Ursula von der Leyen. Intinya, Von der Leyen mengatakan, kini saatnya menekan harga migas Rusia. Hal ini juga didukung Perdana Menteri Italia Mario Draghi. (REUTERS/AP/AFP)