Tokyo
Selama menjadi karyawan, Shoji Morimoto (38) sering diejek tidak bisa berbuat apa-apa. Ejekan itu membuat Morimoto menduga memang itu bakatnya dan bakat itu bisa dikomersialkan. Ia mendapatkan pekerjaan yang diimpikan semua orang: dibayar tanpa nyaris melakukan apa pun.
Morimoto sudah menjual bakatnya itu selama empat tahun terakhir. Total sudah 40.000 kali ia dipesan dengan tarif 10.000 yen per jam. Tugasnya, berada di mana pun yang diinginkan klien dan lebih kerap hanya duduk atau berdiri sembari memainkan ponsel. ”Pada dasarnya, saya menyewakan diri saya,” ujar warga Tokyo itu, sebagaimana dilaporkan Reuters, Selasa (6/9/2022).
Setiap hari, rata-rata Morimoto menerima dua klien. Sebelum pandemi Covid-19, kliennya bisa mencapai empat orang per hari. Sebagian klien menggunakan jasanya berkali-kali. Ia tidak tahu apa alasan orang menggunakan jasanya. Tampangnya amat biasa dan kerap kali hanya berada di dekat klien dengan mengenakan kaus polos dan celana pendek. Sering kali, ia dan kliennya tidak berinteraksi. Hanya berada di suatu tempat bersama-sama.
Jika menimbang budaya kerja Jepang, ia lebih heran lagi. Jepang merupakan salah satu negara yang penduduknya dicitrakan amat suka kerja keras dan produktif. Di kantor lamanya, Morimoto sampai diejek tidak melakukan apa pun karena produktivitasnya rendah. Ejekan itu membuatnya berpikir menyediakan jasa. ”Bagaimana jika menyediakan kemampuan tidak melakukan apa pun sebagai layanan kepada orang lain?” katanya.
Rupanya, banyak yang butuh pendamping yang praktis tidak melakukan apa pun. Banyak orang nyaman didampingi orang yang tidak melakukan apa-apa. (REUTERS)
Baca juga: Ulah Manusia Laba-laba Bikin Jantungan
Baca juga: Debat Anggota DPR Liechtenstein ”Bangunkan” Gempa Bumi di Pegunungan Alpen
Baca juga: Kapsul Waktu ”Terlewat” karena Lupa