Perang Terus Berkobar, Gangguan Rantai Pasok Global Akan Berlangsung Lama
Memasuki bulan ketujuh, perang Rusia-Ukraina tampaknya akan terus berlanjut hingga waktu yang lama. Konflik politik internasional yang sengit ini berisiko merusak rantai pasok global sampai jangka panjang.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·5 menit baca
”Ekonomi dunia akan membayar mahal untuk perang di Ukraina, termasuk pertumbuhan yang melemah, inflasi yang menguat, dan potensi kerusakan jangka panjang pada rantai pasok global,” sebut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada laporan per 8 Juni 2022.
Hari ini, lebih dari tiga bulan berselang setelah proyeksi tersebut dirilis, situasi mutakhir cenderung menguatkan perkiraan OECD ketimbang memoderasinya. Tak salah pula jika berbagai lembaga internasional menerawang ekonomi global muram pada 2022 dan 2023. Ini terefleksi pada revisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dan 2023 di semua lembaga keuangan dan ekonomi internasional.
Ekonomi dunia akan membayar mahal untuk perang di Ukraina, termasuk pertumbuhan yang melemah, inflasi yang menguat, dan potensi kerusakan jangka panjang pada rantai pasok global.
Bank Dunia dalam laporan pada awal Juni 2022 memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini 2,9 persen alias 1,2 basis poin di bawah proyeksi pada Januari. Sementara IMF pada Juli 2022 memperkirakan pertumbuhan global tahun ini 3,2 persen, turun 0,4 basis poin dari proyeksi April. Pada 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan global melambat menjadi 2,9 persen dari proyeksi per Mei 3,6 persen.
Dari berbagai proyeksi yang ada, ada satu persoalan strategis yang selalu muncul dan menjadi salah satu dasar pertimbangan utama, yakni gangguan rantai pasok global. Awalnya, gangguan rantai pasok global terjadi saat pandemi Covid-19.
Gangguan terparah terjadi pada 2020-2021. Bersama dengan pergeseran permintaan, berkurangnya tenaga kerja, dan faktor-faktor struktural, gangguan rantai pasok global menjadi ”badai yang sempurna” bagi perekonomian dunia. Ini terefleksi terhadap perekonomian global yang terkontraksi pada 2020, tumbuh -3,27 persen.
Memasuki awal 2022, seiring mulai terkendalinya pandemi di sejumlah negara, tanda-tanda berkurangnya gangguan rantai pasok global sebenarnya mulai tampak. Namun, berkobarnya perang Rusia-Ukraina mulai 24 Februari dan belakangan adanya lockdown di sejumlah kota industri di China, sebagaimana laporan JP Morgan per 25 Mei, membawa risiko-risiko baru.
Kedua faktor itu, berikut dengan berbagai sanksi AS dan sekutu terhadap Rusia, memengaruhi pasokan sejumlah sektor, di antaranya barang-barang konsumen, pangan, metal, kimia, dan sejumlah komoditas.
Per 24 Agustus 2022, perang Rusia-Ukraina memasuki bulan ketujuh. Bukannya menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat, sejumlah indikator justru menunjukkan sebaliknya. Oleh karena itu, dunia tampaknya harus siap-siap dengan gangguan rantai pasok global yang lebih lama lagi.
Eksportir penting
Laporan OECD menyebutkan, pengaruh besar dari perang Rusia-Ukraina terhadap ekonomi global terjadi karena kedua negara itu adalah eksportir penting untuk sejumlah komoditas pasar. Secara agregat, kedua negara memasok 30 persen ekspor gandum, 15 persen jagung, 20 persen pupuk dan gas alam, serta 11 persen minyak bumi.
Rantai pasok global juga sangat bergantung pada ekspor Rusia dan Ukraina untuk metal dan gas. Harga dari komoditas-komoditas tersebut meroket tajam setelah perang, termasuk saat gangguan produksi atau ekspor nihil. Meroketnya harga-harga komoditas dan kemungkinan adanya gangguan produksi akan berdampak signifikan pada banyak negara, terutama negara miskin dan berkembang.
Setiap kali terjadi gangguan ekspor gandum dari Rusia dan Ukraina dapat berakibat pada kurangnya pasokan pangan di banyak negara miskin dan berkembang. ”Akan ada risiko serius, bukan hanya berupa krisis ekonomi di sejumlah negara, melainkan juga bencana kemanusiaan dengan melonjaknya kemiskinan dan kelaparan,” sebut OECD.
Persoalan ini berisiko diperparah dengan kurangnya pasokan dan tingginya harga pupuk. Banyak negara mengimpor pupuk dari Rusia dan Belarus. Dengan demikian, produksi pertanian untuk tahun 2023 dalam tekanan.
OECD juga menyebutkan, perang di Ukraina sekaligus sanksi terhadap Rusia menyebabkan disrupsi di keuangan dan bisnis. Sanksi-sanksi terhadap Rusia yang ditargetkan terhadap individu-individu dan bank mengurangi akses terhadap modal asing dan membekukan akses negara-negara barat ke cadangan devisa bank sentral Rusia.
Perang di Ukraina sekaligus sanksi terhadap Rusia menyebabkan disrupsi di keuangan dan bisnis.
Sanksi juga dijatuhkan terhadap sejumlah ekspor Rusia. Akibatnya, Bank Sentral Rusia mengetatkan kebijakan moneternya dan memberlakukan kontrol modal. Risiko premi atas surat utang negara Rusia juga bertambah.
Larangan dan keterlambatan datang terhadap sejumlah ekspor dan kesulitan pembayaran internasional mengganggu perdagangan dunia. Ini bisa berakibat pada gagal bayar utang Rusia dalam mata uang dollar AS. Bank-bank AS kini sudah dilarang menangani pembayaran dari Rusia menggunakan mata uang dollar AS.
Situasi pasar keuangan di seantero dunia juga mengetat, termasuk di banyak negara di Eropa tengah dan timur yang selama ini memiliki hubungan bisnis kuat dengan Rusia. Perjalanan udara dan laut juga mengalami gangguan. Banyak perusahaan multinasional menghentikan operasinya di Rusia.
Impor energi dari Rusia di negara-negara Eropa, masih mengutip OECD, akan anjlok pada 2023. Uni Eropa (UE) telah sepakat mengembargo impor batubara Rusia. Ini berlaku efektif mulai Agustus 2022. Sementara embargo pada impor minyak yang dikirim lewat pelayaran laut dari Rusia akan berlaku efektif pada 2023.
Inflasi tetap akan meroket sehingga memperlemah pertumbuhan ekonomi global.
Sejumlah negara bahkan telah atau akan menghentikan secara bilateral impor minyak dan rencana impor minyak dari Rusia pada tahun ini. Sementara Rusia sendiri telah menghentikan pasokan gas ke beberapa negara UE.
Rencana Eropa menghentikan mayoritas impor minyak Rusia memiliki sejumlah tantangan. Sepertiga dari produksi minyak dunia, termasuk minyak mentah, digunakan di Eropa. Artinya, kalaupun UE bisa menemukan pasokan pengganti minyak Rusia pada harga yang lebih tinggi sehingga bisa menghindari kekurangan pasokan, inflasi tetap akan meroket sehingga memperlemah pertumbuhan ekonomi global.
Ada pendapat yang mengatakan, kepentingan ekonomi akan memaksa negara-negara bertikai untuk menemukan kembali saluran-salurannya. Namun, jika akar persoalannya adalah politik strategis nasional sebagaimana terjadi pada perang Rusia-Ukraina, tidak mudah bagi setiap pihak saling menurunkan egopolitik demi kepentingan ekonomi bersama.
Sejumlah pendapat dalam kelompok realis pada ilmu hubungan internasional menyatakan, kepentingan politik strategis nasional akan selalu mengatasi kepentingan ekonomi. Kebijakan Eropa terhadap Rusia di tengah perang ini jadi buktinya. Eropa rela berdarah-darah ekonomi domestiknya dengan menghentikan impor gas dan minyak dari Rusia demi kepentingan politiknya.
Di masa perang, opini paling menentukan adalah dari mereka yang bertempur.
Rajan Menon, peneliti senior di Institut Saltzman untuk Perang dan Perdamaian pada Universitas Columbia, dan Daniel R DePetris, kolumnis hubungan internasional Newsweek, pada artikel di Politico, 11 Agustus 2022, menyatakan, saat ini tidak ada tanda-tanda dari para pihak bertikai mengupayakan kesepakatan. Hal itu tidak akan berubah dalam waktu dekat.
”Di masa perang, opini paling menentukan adalah dari mereka yang bertempur. Dan agar diplomasi menjadi pilihan, Rusia dan Ukraina, atau paling tidak salah satu, harus sampai pada situasi di mana berunding jadi pilihan yang lebih baik ketimbang bertempur. Mereka saat ini sama sekali tidak sedang dekat situasi itu,” kata mereka.