Jerman Berharap Rusia Tidak Hentikan Semua Aliran Gas
Ekonom dari LBBW, Moritz Kraemer, mengatakan, ”Resesi akan relatif ringan, kecuali Putin menghentikan total aliran gas. Jika itu terjadi, resesi akut tak terhindarkan.”
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
Perekonomian Jerman bagai menghadapi badai sempurna. Ada ancaman inflasi yang meninggi. Ancaman lain adalah efek sanksi ekonomi Uni Eropa terhadap Rusia dengan potensi memukul balik perekonomian Jerman. Namun, Jerman relatif percaya diri mengatasi badai. Ketakutan paling besar Jerman hanyalah jika Rusia menghentikan total aliran gas.
Tentang ancaman inflasi, Jerman mencatatkan inflasi 8,5 persen pada Juli 2022. Dalam wawancara dengan harian Rheinischen Post, 20 Agustus, Gubernur Bank Sentral Joachim Nagel mengingatkan inflasi masih bisa naik ke atas 10 persen atau tertinggi sejak 1951 (Perang Korea).
Inflasi di Jerman juga terjadi akibat efek stimulus di puncak Covid-19 sebesar 844 miliar dollar AS. Hal itu ditambah lagi dengan efek gangguan produksi di masa puncak Covid. Jerman tidak terlalu boros mengucurkan dana stimulus dan pulih cepat setelah Covid-19 mereda. Akan tetapi, invasi Rusia ke Ukraina membuat negara ini terjebak dalam pertarungan geopolitik AS-Rusia.
Sebagai pemimpin de facto di Uni Eropa (UE), Jerman turut menerapkan sanksi terhadap Rusia yang menyebabkan gangguan ekspor-impor Jerman-Rusia. Hal ini membuat inflasi terancam naik lagi. ”Masalah inflasi tidak akan sirna pada 2023,” kata Nagel.
Harga bahan bakar minyak (BBM) di Jerman secara keseluruhan telah naik 105 persen dibandingkan Juli 2021, seperti dikutip Reuters, 19 Agustus 2022.Ketergantungan Jerman pada Rusia adalah di bidang migas. Sebesar 65 persen total impor Jerman dari Rusia berupa migas, yang kini telah turun menjadi 40 persen setelah Rusia mengurangi pasokan.
Pengurangan ini merupakan balasan atas sanksi yang dikenakan Uni Eropa terhadap Rusia. Jerman ketiban efek sanksi yang sangat getol diprakarsai AS. ”Gangguan pasokan dan tensi geopolitik tampaknya berlanjut,” kata Nagel. Melihat perkembangan itu, perekonomian Jerman berpotensi memasuki resesi, lanjut Nagel.
Potensi gangguan lain adalah UE merupakan importir neto bahan makanan dari Ukraina. Tentu pembatasan mobilitas karena covid-19 di China termasuk hal yang mengkhawatirkan Jerman. China adalah negara ketiga terbesar tujuan ekspor Jerman.
Oleh karena itu, pada Juli lalu Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan tentang pertumbuhan ekonomi Jerman menjadi 0,8 persen pada 2023. Ini merupakan penurunan pertumbuhan dari 2,1 persen pada 2021 dan menurun lagi pada 2022 menjadi 1,2 persen. Dikutip The Financial Times, 11 Agustus, Menkeu Jerman Christian Lindner mengatakan, perekonomian mengarah pada posisi rapuh.
Tidak akan spiral
Akan tetapi, Nagel menambahkan tidak akan terjadi inflasi spiral di Jerman seperti dekade 1970-an. Menurut Nigel, UE bertindak saksama selama 25 tahun terakhir dan demikian juga sekarang ini. ”Saya yakin tentang itu,” kata Nagel.
Khusus untuk warga Jerman yang terpukul resesi, pemerintah telah menurunkan pajak penjualan gas dari 19 persen menjadi 7 persen sejak Oktober 2021 untuk mengurangi beban rumah tangga. Jerman telah meneken kesepakatan pasokan gas dengan Qatar walau hanya bisa menutupi sedikit saja aliran gas Rusia yang telah terhenti sebanyak 20 persen.
Kanselir Olaf Scholz telah menjanjikan dana kesejahteraan terhadap keluarga rata-rata. Seperti dikutip Fortune, 10 Agustus, Menkeu Christian Lindner menyatakan pemerintah telah menyusun program senilai 10,2 miliar dollar AS untuk mengurangi beban biaya hidup warga biasa. Jerman juga telah menurunkan pajak diesel dan gas dan mengajukan tiket sangat murah untuk tranportasi publik.
Dengan segala rancangan itu, ekonom dari LBBW, Moritz Kraemer, mengatakan, ”Resesi akan relatif ringan kecuali Presiden Rusia Vladimir Putin menghentikan total aliran gas. Jika itu terjadi, resesi akut tak terhindarkan” (Situs Deutsche Welle 29 Juli).
Bisa terkontraksi parah
Hal paling menakutkan bagi Jerman adalah jika Rusia kalap dan menutup total aliran gas sebagai balasan atas sanksi ekonomi UE. Seperti diberitakan The Financial Times, 11 Agustus, profesor ekonomi Monika Schnitzer dari Ludwig Maximilian University, Muenchen, mengatakan, banyak hal tergantung pada apakah Rusia akan menghentikan gas. Monika juga merupakan anggota dewan penasihat ekonomi Pemerintah Jerman.
Hal serupa juga disebutkan oleh IMF, yakni bahwa ekonomi Jerman akan terkontraksi disertai inflasi lumayan tinggi jika penghentian gas terjadi. Para ekonom turut memberi peringatan tentang efek penghentian gas yang pasti sangat memukul sektor industri Jerman.
Jika penghentian terjadi, seperti diberitakan Reuters, 28 Juli 2022, Mendagri Nancy Faeser dan Menlu Annalena Baerbock mengatakan hal itu juga bisa mendorong aksi protes warga.
Mendekati Rusia
Menurut Reuters, 28 Juli 2022, dengan memperhatikan semua ancaman itu, sejumlah kalangan konservatif Jerman mulai bersikap skeptis dengan strategi Barat terhadap Rusia. Apalagi, mengingat tidak seluruh dunia bersikap serupa dengan AS dan UE soal sanksi terhadap Rusia. Setengah warga Jerman melihat sanksi akan menyengsarakan Jerman ketimbang Rusia. Ekspor Jerman ke Rusia telah anjlok 50 persen karena sanksi.
Oleh karena itulah, sebagaimana dikutip Reuters, 19 Januari 2021, sejak awal pihak Jerman menyesalkan sanksi AS terhadap Nord Stream 2. Tidak mengherankan jika mantan Kanselir Gerhard Schroeder bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa untuk berunding tentang krisis Ukraina, Reuters, 3 Agustus 2022.