Pemerintah Mesir mengingatkan Etiopia soal perjanjian pembagian jatah air Sungai Nil berdasarkan perjanjian tahun 1929. Etiopia sedikit melunak dan bersiap untuk berunding.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
KAIRO, RABU — Pemerintah Mesir kembali mengingatkan para pihak soal perjanjian pengaturan penggunaan air Sungai Nil tahun 1959 yang memberi hak negara itu mendapatkan 55 miliar meter kubik per tahun. Mesir menuntut agar Etiopia segera menghentikan pengisian bendungan GERD (Great Ethiopian Renaissance Dam) yang telah berlangsung tiga tahap sebelum ada kesepakatan lanjutan mengenai jatah air bagi setiap negara.
Dikutip dari Asharq al Awsat, Menteri Irigasi Mesir yang baru, Hani Swailem, Minggu (14/8/2022), mengecam sikap Pemerintah Etiopia yang tidak responsif terhadap seruan agar Kairo dan Sudan duduk satu meja serta berunding. Ia menegaskan kembali posisi Kairo yang akan mempertahankan haknya atas air Sungai Nil.
Swailem juga mengatakan bahwa Pemerintah Mesir akan membantu negara-negara Afrika lainnya untuk mendapatkan air dari Sungai Nil. Dia juga menyatakan tekadnya untuk mengubah sikap Pemerintah Etiopia yang tak memedulikan kepentingan Mesir dan negara-negara terdampak lainnya.
Pernyataan itu disampaikan Swailem selang beberapa hari setelah pemerintahan Perdana Menteri Etiopia Abbiy Ahmed mengumumkan telah menyelesaikan pengisian bendungan GERD yang ketiga, Jumat (12/8/2022). Dibandingkan dengan tahun lalu ketinggian air di bendungan tersebut mengalami kenaikan 25 meter menjadi 600 meter.
Pembangkit listrik juga disebut telah berproduksi setelah turbin kedua beroperasi, Kamis (11/8/2022). Bendungan yang pembangunannya menelan biaya hingga 4,2 miliar dollar Amerika Serikat itu diharapkan bisa menghasilkan lebih dari 5.000 megawatt listrik atau lebih, dua kali lipat daya terpasang Etiopia saat ini.
Guna menghasilkan listrik sebesar itu, bendungan membutuhkan setidaknya 74 miliar meter kubik air. Pada 2021, Etiopia membutuhkan tambahan 13,5 miliar meter kubik air agar dua turbin dari 13 turbin air yang menggerakkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bisa berfungsi.
Walau begitu, sebenarnya pada Juli 2020, Etiopia telah mengumumkan bahwa mereka telah melakukan pengisian 4,9 miliar meter kubik air yang cukup untuk menggerakkan dua turbin pembangkit. Akan tetapi, tidak dijelaskan seberapa besar tenaga listrik yang telah dihasilkan dari dua pengisian pertama yang telah dinikmati oleh Etiopia hingga saat ini.
Manajer proyek Kifle Horo mengatakan, Kamis, secara keseluruhan bendungan itu sekarang telah selesai lebih dari 83 persen dan ditargetkan selesai dalam dua setengah tahun ke depan.
Pemerintah Mesir dan Sudan sejak dua tahun lalu bersiap untuk melakukan gugatan pada perusahaan Italia yang membantu proses pembangunan bendungan raksasa di Etiopia itu. Kedua pemerintah juga siap mengajukan gugatan terhadap Pemerintah Etiopia.
Sejumlah pemerintah, mulai dari Amerika Serikat dan Rusia, hingga organisasi internasional, seperti Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Uni Afrika, telah menyuarakan keprihatinan mereka atas situasi itu. Mereka juga menawarkan proses mediasi untuk mengurangi protensi konflik di antara ketiga negara.
Utusan baru AS untuk Tanduk Afrika, Mike Hammer, membahas proyek tersebut selama kunjungan ke Etiopia dan Mesir bulan lalu. ”Kami secara aktif terlibat dalam mendukung cara diplomatik ke depan di bawah naungan Uni Afrika yang mencapai kesepakatan yang menyediakan kebutuhan jangka panjang setiap warga negara di sepanjang Sungai Nil,” katanya di Mesir.
PM Ahmed akhirnya berupaya meredakan ketegangan dengan menyatakan bahwa mereka siap berunding dengan Mesir dan Sudan meski pada saat yang sama menegaskan bahwa pengisian bendungan tidak akan berdampak pada berkurangnya pasokan air di Mesir dan Sudan.
Akan tetapi, pemerintahan PM Abbiy Ahmed bergeming dan tetap melanjutkan proses pengisian bendungan itu. Walau demikian, PM Ahmed akhirnya berupaya meredakan ketegangan dengan menyatakan bahwa mereka siap berunding dengan Mesir dan Sudan meski pada saat yang sama menegaskan bahwa pengisian bendungan tidak akan berdampak pada berkurangnya pasokan air di Mesir dan Sudan.
”Ketika kami ingin membangun bendungan di Sungai Nil, kami mengatakan dari awal bahwa kami tidak ingin menjadikan sungai itu milik kami sendiri. Kami berharap seperti Etiopia, negara-negara lainnya yang dikaruniai air oleh Sungai Nil, seperti Sudan dan Mesir, dapat memanfaatkan bagian mereka,” katanya. (AFP/MHD)