Membendung Bara dari Utara, Pertaruhan bagi Indonesia
Indonesia sangat berkepentingan agar ketegangan, apalagi perang, tidak terus-menerus melanda Taiwan dan sekitarnya. Ratusan ribu WNI tinggal di sana. Ekspor Indonesia ke kawasan itu juga cukup besar.
Belum selesai dengan dampak akibat perang di Ukraina, dunia kini harus merasakan ketegangan di sekitar Taiwan. Andai perang meletus di Taiwan, Indonesia bisa terdampak serius. Ada ratusan ribu warga negara Indonesia tinggal di pulau itu. Hubungan ekonomi Indonesia dengan kawasan Asia Timur juga dapat terpukul serius akibat ketegangan di sana.
Ketegangan terbaru dipicu lawatan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada 2-3 Agustus lalu. Sebagian pihak di AS sampai menyebut lawatan itu sebagai tindakan ceroboh dan tidak bertanggung jawab.
Baca Juga: Indonesia Optimistis Target G20 Tercapai
Isu Taiwan masuk garis merah kebijakan Beijing yang tidak ingin pihak lain mengusiknya. China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari teritorialnya. Namun, wilayah pulau itu memerintah secara mandiri sejak 1949 saat pemimpin komunis Mao Zedong mengalahkan pemimpin Kuomintang (KMT) Chiang Kai-shek yang menyingkir dan mendirikan Pemerintah Taiwan. Penyatuan Taiwan ke pangkuan China sudah lama menjadi impian Presiden Xi Jinping.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, perkembangan di sana merupakan tantangan tambahan bagi Indonesia dan dunia. ”Kalau terjadi apa-apa di Selat Taiwan, dampaknya pasti tidak hanya ke kita, tetapi juga ke dunia, mengingat arti penting selat tersebut bagi perdagangan internasional,” ujarnya dalam wawancara khusus dengan Kompas, Jumat (12/8/2022), di Jakarta.
Bersama para koleganya di ASEAN, Retno telah menyatakan sikap negara-negara di Asia Tenggara atas kondisi di Taiwan dan sekitarnya. Para menlu ASEAN mencemaskan ancaman meletusnya konflik terbuka mengingat dampaknya tak terduga di Taiwan dan sekitarnya. Mereka meminta semua pihak sekuat mungkin menahan diri, menjauhi provokasi, serta menghormati Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama ASEAN.
Kepentingan RI
Indonesia sendiri sangat berkepentingan pada stabilitas di Taiwan dan sekitarnya. Dari hampir 410.000 warga Indonesia di Asia Timur, sebanyak 300.000 orang tinggal di Taiwan. Jika terjadi perang, evakuasi mereka akan sangat rumit. Sebagai gambaran, untuk mengeluarkan tidak sampai 200 WNI dari Ukraina saja, butuh operasi lintas negara selama hampir sebulan.
Baca Juga: Selat Taiwan, Tempat Paling Berbahaya di Bumi
Indonesia juga terikat kuat dengan Asia Timur. Dari 228 miliar dollar AS ekspor Indonesia sepanjang 2021, hingga 83 miliar dollar AS berasal dari ekspor ke Taiwan dan sekitarnya. Nilai ekspor Indonesia ke sana setara dengan 7 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2021.
Menurut Bank Dunia, PDB Indonesia 2021 mencapai 1,18 triliun dollar AS. Nilai ekspor ke sana lebih tinggi dari pertumbuhan PDB Indonesia yang selalu di bawah 6 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam sejumlah kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia ataupun Kementerian Perdagangan RI, ada dua faktor lain yang semakin membesarkan makna kawasan itu bagi perekonomian Indonesia. Keduanya adalah rantai pasok global dan rute pelayaran untuk angkutan ekspor Indonesia.
Rantai pasok global membuat sebagian komoditas ekspor Indonesia dikirimkan ke negara lain untuk diolah. Selanjutnya, hasil olahan itu dikirimkan Taiwan dan negara sekitarnya.
Adapun untuk mengejar keekonomian biaya, sebagian ekspor Indonesia ke Asia Timur dan kawasan lain menggunakan pelabuhan perantara. Selain di Asia Tenggara, pelabuhan perantara ekspor Indonesia itu ada di China dan Korea Selatan.
Baca Juga: Warga Taiwan Tenang Saja Selama Latihan Militer China
Ekspor secara langsung ataupun tidak langsung sebanyak itu akan sulit dikirimkan jika terjadi perang atau sekadar ketegangan di sekitar Taiwan. Sebab, pengangkutnya tidak ada.
Hal itu sudah terbukti kala China menggelar latihan perang sejak 4 Agustus 2022 sebagai respons atas lawatan Pelosi. Rute ratusan pesawat dan kapal niaga terpaksa dialihkan. Sebagian pesawat dan kapal batal masuk atau keluar dari Taiwan.
Pengalihan itu sesuai imbauan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China. Sebelum latihan dimulai, sebagaimana disiarkan kantor berita China, Xinhua, PLA mengimbau seluruh pesawat dan kapal yang tidak dioperasikan PLA menjauhi lokasi latihan. Jika tetap lewat, awak kapal dan pesawat dianggap tahu risiko dari latihan yang menggunakan roket dan rudal asli itu.
Dosen Universitas Pertahanan Nasional PLA, Meng Xiangqing, menyebut, latihan mengubah keadaan sehingga lebih mendukung rencana China menyatukan ulang Taiwan. Latihan itu juga menunjukkan China sudah jauh berbeda dibandingkan 2,5 dekade lalu.
Dulu, PLA mengandalkan peralatan tua dan teknologinya ketinggalan zaman. China sekarang punya tiga kapal induk. Selain itu, sebagaimana diungkap dalam laporan Departemen Pertahanan AS soal militer China, Beijing juga punya puluhan kapal selam, ratusan kapal perang, dan ribuan pesawat tempur serta helikopter serbu.
Baca Juga: Luncurkan Kapal Induk Baru, Armada Laut China Makin Kuat
China juga punya ratusan hulu ledak nuklir yang sebagian siap ditembakkan kapan pun. Dengan kemampuan sekarang, China akan lebih siap memblokade total Taiwan tanpa merisaukan reaksi AS.
Normal baru
Pakar kajian keamanan pada Massachusetts Institute of Technology, Taylor Fravel, menyebut, Agustus 2022 akan dikenang sebagai masa perubahan hubungan AS-China. Dari kompetisi berubah menjadi konfrontasi. ”Risiko krisis dan peningkatan ketegangan semakin besar,” katanya.
Sementara peneliti Stanford University, Oriana Skylar Mastro, menyebut, AS-China akan sama-sama lebih kerap mengerahkan kekuatannya di sekitar kawasan itu. Peningkatan aktivitas PLA di sekitar Taiwan akan menjadi kenormalan baru mulai saat ini.
Tidak hanya meningkatkan kesiapan, latihan PLA tersebut juga bisa menyamarkan persiapan mereka menggelar serbuan sebenarnya ke Taiwan. ”Kondisi ini meningkatkan peluang terjadinya perang. Para pemimpin China akan semakin yakin hari penyatuan ulang Taiwan semakin dekat,” ujarnya kepada The Economist.
Baca Juga: Taiwan Tuding China Matangkan Persiapan Serangan
Peneliti Association of Strategic Foresight Taiwan, Chieh Chung, menyebut serangkaian latihan China menunjukkan dua hal. Pertama, China berusaha mengisolasi dan menduduki Taiwan. Kedua, kalaupun tidak menyerbu, Beijing bisa menyulitkan Taipei lewat blokade total.
Centre for a New American Security (CNA) juga menyimpulkan, blokade total lebih berpeluang dipilih China dibandingkan serbuan langsung ke Taiwan. Sepanjang latihan PLA pekan pertama bulan ini, pelabuhan dan bandara utama Taiwan praktis terisolasi.
CNA memang tidak menutup kemungkinan Beijing menyerbu Taiwan. Dalam simulasi pada Mei 2022, CNA menyimpulkan, China hanya hanya butuh sepekan serangan sebelum mendaratkan pasukan ke Taiwan. Meski demikian, Beijing akan butuh waktu lebih lama menundukkan Taipei.
Dengan demikian, perang akan berlangsung lama dan dampaknya bisa sangat buruk bagi semua pihak. Neraca perdagangan China menunjukkan, 9 persen impornya merupakan semikonduktor dari Taiwan. Jika ditambah suku cadang produk eletronika, hingga 12 persen impor China berasal dari Taiwan. Semua itu dipakai China untuk merakit aneka produk yang dipasarkan lagi dengan harga lebih tinggi ke dalam dan luar negeri.
”Pabrik tidak mungkin beroperasi jika ada serangan,” kata Mark Liu, Pemimpin TSMC, raksasa produsen semikonduktor Taiwan.
Baca Juga: Industri Semikonduktor, Perisai dan Rantai Taiwan di Tengah Rivalitas AS-China
Taiwan merupakan pemasok penting semikonduktor serta aneka suku cadang dan produk teknologi tinggi ke pasar global. Hingga 60 persen semikonduktor global dibuat oleh TSMC. Penguasaan Taiwan atas pasar semikonduktor dunia mendekati 80 persen jika segmen pasarnya diubah untuk semikonduktor berukuran di bawah 5 nanometer.
Selama dua tahun terakhir, produksi elektronika hingga otomotif global terganggu gara-gara Taiwan tidak mampu memasok semikonduktor. Dampaknya, menurut Goldman Sach, potensi PDB global senilai paling tidak 423,5 miliar dollar AS hilang sepanjang 2021 saja.
Sebagai pembanding, APBN Indonesia 2022 setara dengan 190 miliar dollar AS. Wajar Indonesia dan tetangganya di Asia Tenggara tidak mau ada letupan bara konflik dari utara. (AFP/REUTERS)