Bank Pembangunan Asia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 5 persen. Sementara inflasinya 4 persen.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
Isu yang mencuat dalam prahara ekonomi global adalah inflasi tinggi, kenaikan suku bunga global, naiknya harga komoditas global, gangguan rantai pasok, dan gangguan dari geopolitik. Tantangan yang muncul dari semua faktor itu akan berlangsung lama. Akan tetapi, posisi Indonesia tidak sesuram bayangan atau tidak lebih suram dibandingkan dengan banyak negara lain.
Angka inflasi Indonesia pada 2022, misalnya, pada prediksi Juli 2022 oleh Bank Pembangunan Asia (ADB), bertengger di level 4 persen. Ini naik dari prediksi April yang menyebutkan inflasi 3,6 persen. Namun, untuk 2023, inflasi Indonesia akan turun menjadi 3,3 persen.
Menyangkut kenaikan harga komoditas global, tentunya juga memengaruhi Indonesia. Akan muncul potensi inflasi impor dari situasi itu. Ini berefek pada daya daya beli warga. Akan tetapi, menurut Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga, kenaikan harga itu juga terjadi pada beberapa komoditas ekspor Indonesia.
”Dengan demikian, kenaikan itu memberi rezeki nomplok, mendorong penerimaan negara. Hal itu memungkinkan Indonesia mengalokasikan dana untuk subsidi bahan pangan mahal, listrik dan bahan bakar minyak, serta berpotensi menurunkan defisit anggaran,” demikian Tominaga dalam laporan ADB, Juli 2022.
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wadhana, mengatakan sebagai negara dengan perekonomian berbasis komoditas, kenaikan harga komoditas itu mendorong surplus perdagangan dan menjadi fondasi bagi stabilitas kurs rupiah. ”Kondisi negara berkembang lainnya tidak seluruhnya mirip dengan kondisi Indonesia,” kata Wisnu. Dalam arti, posisi Indonesia dengan ekspornya, ada pada kondisi yang lebih baik.
Lalu bagaimana efek kenaikan suku bunga global terhadap Indonesia? ”Negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas tingkat inflasi, seperti Indonesia, tetap menarik sebagai tujuan investasi. Data investasi portofolio asing dalam bentuk surat berharga negara menunjukkan aliran masuk,” kata Wisnu.
Pertumbuhan produksi domestik bruto (PDB) Indonesia, oleh ABD, diprediksi sebesar 5 persen pada 2022 dan naik menjadi 5,2 persen pada 2023. Prediksi bagus ABD ini merujuk pada mobilitas di Indonesia yang mulai menggeliat.
Hal itu akan membangkitkan kembali rencana pembangunan yang sempat tertunda. Tentu ADB juga melihat kembalinya geliat pariwisata di Asia Pasifik. Ini turut mendorong pertumbuhan.
Rantai pasok
Lalu bagaimana dengan gangguan rantai pasok internasional. Basis produksi global sekarang ini lebih banyak terjadi di Asia. Dr Shao Yu, ekonom China dari Oriental Securities, mengategorikan Asia sebagai tipikal ekonomi berbasis produksi. Ini berbeda dengan AS yang lebih berbasis konsumsi.
Menurut Xinhua, pertemuan Menteri Luar Negeri (menlu) China Wang Yi dengan Menlu Korea Selatan Park Jin di Qingdao, Selasa (9/8), sepakat mengupayakan kestabilan produksi dan rantai pasok. China juga berupaya mengendalikan inflasi di dalam negerinya.
Wisnu mengatakan, bagaimanapun juga Indonesia sedikit terbantu dengan semua upaya itu.
Sisi gangguan politik, kini lebih banyak tentang persaingan antara AS versus China dan Rusia. Pada 14 Oktober 2021, kepada CNBC Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sejauh yang dia pahami tentang Presiden Xi Jinping, jika itu terkait konflik di Selat Taiwan, penggunaan kekuatan militer tidak akan dipakai.
Lebih dari itu, Putin menekankan kolaborasi dengan China dalam banyak hal. Hal itu termasuk dalam kerja sama ekonomi dan pasokan gas ke Asia. Merujuk pada upaya China yang meneruskan program ekonominya di tengah pertarungan geopolitik dengan AS, Asia berada dalam koridor relatif aman. Asia tidak dalam posisi lebih rawan seperti Eropa yang terancam penggunaan kekuatan persenjataan dan perang ekonomi.
Keamanan Asia, keamanan pembangunan ekonominya yang kukuh dipertahankan China, memberikan harapan pada kelanjutan kemakmuran Asia.
Meski demikian, seorang ekonom ABD yang tidak bisa disebutkan namanya, memperkirakan, faktor gangguan eksternal akan berlangsung lama. Ada gambaran makro yang bagus seperti ekspor dan investasi yang terus berlangsung di Indonesia. “Namun para penentu kebijakan di Indonesia tetap harus siap dengan berbagai skenario,” katanya.