Gencatan senjata berlangsung. Namun Israel mengatakan tidak ada pembahasan mengenai pembebasan komandan Jihad Islam sebagaimana permintaan kelompok bersenjata di Gaza itu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
TEL AVIV, KAMIS – Memasuki hari keempat gencatan senjata antara Israel dan sejumlah kelompok bersenjata Palestina, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan tidak akan membebaskan komandan-komandan Jihad Islam. Mereka justru memperpanjang masa penahanan.
”Dalam gencatan senjata, tidak ada pembicaraan mengenai pembebasan tahanan. Kami tidak sembarangan menahan orang, apalagi mereka jelas-jelas terafiliasi kelompok teroris,” kata Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, seperti dikutip oleh surat kabar Times of Israel, Kamis (11/8/2022).
Ada dua petinggi Jihad Islam yang ditawan Israel. Mereka adalah Bassem Saadi dan Khalil Awawdeh. Kelompok Jihad Islam meminta pembebasan keduanya sebagai bagian dari perundingan yang dimediasi Mesir.
Badan antiteror Israel Shin Bet mengatakan bahwa Saadi sudah tujuh kali keluar masuk penjara. Akan tetapi, setiap kali dibebaskan, ia justru meningkatkan kegiatan Jihad Islam di Tepi Barat, terutama di kota Jenin dan Samaria.
Saadi ditangkap tentara Israel pada Senin (1/8) di Jenin atas tuduhan terorisme dan perencanaan penyerangan terhadap militer Israel. Sebelumnya, Israel menutup berbagai jalur transportasi sehingga penduduk di Jalur Gaza tak bisa pergi bekerja, sekolah, atau berobat.
Saat ini, Israel menahan sekitar 4.400 warga Palestina, termasuk milisi yang melakukan serangan mematikan sekaligus warga biasa yang berunjuk rasa atau melemparkan batu. Sekitar 670 warga Palestina dalam tahanan administratif, angka yang melonjak pada Maret ketika Israel menggelar operasi penangkapan warga Palestina setiap malam di Tepi Barat menyusul sejumlah serangan mematikan terhadap Israel.
Israel menyatakan, penahanan administratif dibutuhkan untuk mencegah serangan atau menahan tersangka yang berpotensi melakukan serangan. Namun, hal ini tidak disertai bukti kuat. Israel juga mengatakan menyelenggarakan proses hukum dan memenjarakan sebagian besar yang mengancam keamanan Israel.
Sementara warga Palestina dan kelompok hak asasi manusia menyatakan, Israel sengaja membuat sistem untuk menumpas siapa saja yang berani menentang. Sistem juga sengaja dibuat agar Israel dapat mempertahankan kendali permanen terhadap jutaan warga Palestina. Pada saat yang sama, Israel mengingkari hak asasi warga Palestina.
Perang antara kelompok bersenjata di Jalur Gaza dan Israel terjadi selama tiga hari pada akhir pekan lalu. Pesawat-pesawat Israel menembaki target di Jalur Gaza, sedangkan Jihad Islam meluncurkan lebih dari 1.000 roket ke wilayah Israel selama perang tiga hari.
Angka kematian pada pertempuran terakhir itu meningkat menjadi 47 orang, termasuk 16 perempuan dan 4 anak. Di luar itu, ada dua komandan Jihad Islam yang juga tewas. Salah seorang anak yang tewas adalah Alaa (5). Gadis cilik yang hendak masuk taman kanak-kanak itu tewas akibat terkena serpihan rudal.
Rasha Qadom (27) masih belum bisa memercayai tragedi yang menimpa putrinya tersebut. Suami Rasha, Abdullah Qadom, dituduh Israel sebagai anggota Jihad Islam yang memegang pangkat cukup tinggi. Dalam keterangan pers, militer Israel mengatakan sudah mengecek bahwa Abdullah sendirian ketika ditembak roket.
”Kenapa kami bernasib seperti ini? Sampai kapan tragedi terus terjadi,” tanya Rasha seraya meratap memegangi baju putrinya yang bernoda darah.
Surat kabar Jordan Times menganalisis ada dugaan langkah-langkah Pemerintah Israel dalam beberapa hari terakhir ini dirancang untuk menaikkan kredibilitas sejumlah politikus Israel jelang pemilihan umum.
Perang Israel dan kelompok bersenjata di Jalur Gaza itu merupakan perang terburuk sejak perang antara Hamas dan Israel selama 11 hari pada Mei 2021. Saat itu, 256 warga Palestina tewas, termasuk 66 anak. Dari pihak Israel, 13 warga sipil tewas, termasuk 2 anak.
Gencatan senjata
Gencatan senjata dimulai Minggu (7/8) setelah ada inisiatif dari Mesir. Mayor Jenderal Ahmed Abdelkhaliq memimpin delegasi yang menemui pihak Israel dan Jihad Islam. Mereka juga menemui Pemerintah Israel di Tel Aviv dan pejabat Palestina di Tepi Barat.
Meski demikian, kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan bahwa di beberapa lokasi masih terjadi penembakan oleh tentara Israel. Petani, penggembala ternak, dan nelayan dihujani tembakan peringatan di Gaza jika mereka dianggap keluar dari perbatasan. Akibatnya, nelayan hanya bisa melaut maksimal 3 mil dari pesisir. Lebih dari itu, mereka diberi tembakan peringatan oleh kapal patroli Israel.
Koordinator Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland turut mengirim tim ke Tepi Barat dan Israel. Ia mengatakan, ini merupakan komitmen PBB menindaklanjuti gencatan senjata yang berhasil digawangi Mesir. Wennesland mengimbau semua pihak agar tetap tenang karena situasi masih sensitif dan jangan mudah termakan isu.
Dalam wawancara dengan Al Arabiya, Direktur Wilayah Timur Tengah Komite Palang Merah Internasional Fabrizio Carboni menuturkan, butuh kemauan politik dan langkah nyata untuk memastikan konflik berhenti.
Delapan dari 10 orang di Gaza bergantung kepada bantuan kemanusiaan.
Penduduk Palestina dan Israel, Carboni melanjutkan, sama-sama di bawah tekanan mental karena lingkungan yang sarat kekerasan, bahkan peperangan. Terlebih bagi warga Gaza yang juga mengalami tekanan kemiskinan.
”Delapan dari 10 orang di Gaza bergantung kepada bantuan kemanusiaan. Jika konflik tidak selesai, keadaan kehidupan menjadi semakin parah,” ujar Carboni. (AP/AFP/DNE)