Warga Taiwan Tenang Saja Selama Latihan Militer China
Media lokal Taiwan memberitakan, kehidupan masyarakat, mulai dari perkantoran, sekolah, transportasi, hingga pasar berlangsung seperti biasa. Bahkan, masyarakat juga tidak memedulikan kunjungan Pelosi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/SAM YEH
Pengunjung berfoto di depan Chiang Kai-shek Memorial Hall di Taipei, Taiwan, 6 Agustus 2022. Aktivitas masyarakat berjalan seperti biasa meski tengah berlangsung latihan militer China di sekeliling Taiwan sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan, 2-3 Agustus 2022.
Masyarakat Taiwan relatif tenang saat terjadi sejumlah operasi militer China, baik di wilayah pertahanan udara maupun perairan yang mengelilingi pulau otonom tersebut selama sepekan terakhir. China bereaksi sengit atas kedatangan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan, pekan lalu. Sejumlah pihak sempat mengkhawatirkan blokade akibat operasi militer ini akan menghalangi arus perekonomian.
Di berbagai media arus utama internasional, berita kunjungan Pelosi dan latihan militer China menggambarkan panasnya keadaan di kawasan. Bahkan, Taiwan membalas dengan mengadakan latihan militer sendiri untuk menunjukkan mereka tidak gentar melihat persenjataan China. Sementara itu, negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, mewanti-wanti agar semua pihak menjaga dan mengelola ketegangan ini supaya tidak bermuara kepada konflik terbuka.
Namun, kalangan masyarakat sipil rupanya tidak terlalu memedulikan keadaan itu. Media-media lokal memberitakan bahwa kehidupan masyarakat, mulai dari perkantoran, sekolah, transportasi, hingga pasar berlangsung seperti biasa. Bahkan, masyarakat juga tidak memedulikan peristiwa kunjungan Pelosi. Survei yang dilakukan Pusat Kajian Opini Publik Taiwan menunjukkan, 60 persen responden menganggap situasi biasa-biasa saja.
”Kami sudah terbiasa dengan latihan militer China. Biasanya, setiap akan ada pemilihan umum presiden di Taiwan, suasana antara Taiwan dan China selalu panas, tapi itu hanya di tataran pemerintahan,” kata warga Taipei bermarga Li saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Li bekerja di perusahaan ekspor-impor komoditas pertanian. Pekan lalu, perusahaannya memang sempat cemas apabila latihan militer China berlangsung dalam waktu lama, bisnis mereka terganggu. Akan tetapi, pekan lalu, arus ekspor impor mereka tetap berlangsung normal.
Wisatawan berpose di monumen yang menggambarkan daratan China (kiri) dan Taiwan (kanan) di Pulau Pingtan, 6 Agustus 2022.
Li mengungkapkan, ia dan teman-teman ataupun keluarganya selama ini tidak terlalu memikirkan kemerdekaan Taiwan. Pasalnya, mereka merasa nyaman dengan status quo saat ini. ”Toh, paspor Taiwan diakui di mana-mana. Saya tidak pernah kesulitan bepergian ke luar negeri untuk dinas kerja ataupun berlibur. Kerabat saya juga banyak yang memiliki kewarganegaraan ganda dengan AS, Australia, Inggris, dan lain-lain,” tuturnya.
Pusat Kajian Pemilihan Umum Universitas Nasional Cheng Chi (NCCU Election Centre) di Taipei rutin melakukan jajak pendapat sejak tahun 1994. Mereka memantau perkembangan pandangan masyarakat Taiwan mengenai kemerdekaan, identitas kebangsaan, dan kemungkinan perlunya masyarakat Taiwan melebur kembali dengan China.
Data per Juli 2022 menunjukkan, sebanyak 28,6 persen masyarakat ingin mempertahankan status quo saat ini karena urusan kemerdekaan Taiwan bisa dipikirkan belakangan. Hal ini karena status quo –walaupun tidak membuat Taiwan menjadi negara berdaulat—tetap memberi mereka kebebasan menjalin hubungan-hubungan internasional nondiplomatik. Taiwan merupakan wilayah dengan perekonomian dan teknologi maju. Bahkan, mereka merupakan pembuat semikonduktor nomor satu di dunia.
Sebanyak 28,3 persen masyarakat justru ingin mempertahankan status quo secara permanen. Adapun 25,2 persen responden mengatakan agar status quo dipertahankan, tetapi di saat yang sama pelan-pelan menjajaki kemerdekaan. Hanya 5,2 persen yang menjawab menginginkan kemerdekaan langsung dan 1,3 persen ingin bergabung dengan China.
AP PHOTO/CHIANG YING-YING
Papan iklan yang mengucapkan selamat datang kepada Ketua DPR AS Nancy Pelosi di Taipei, Taiwan pada tanggal 2 Agustus 2022.
Pelosi datang ke Taiwan dengan alasan menyampaikan dukungan terhadap demokrasi di wilayah tersebut. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang berasal dari Partai Politik Demokratik (DPP) beserta jajarannya memang lebih keras menyuarakan keinginan untuk melepaskan diri dari China. Saat ini hampir semua negara di dunia meneken prinsip Satu China yang menyatakan Taiwan merupakan provinsi otonom dari China.
China marah atas kedatangan Pelosi. Posisi Ketua DPR di dalam pemerintahan AS adalah orang nomor tiga setelah presiden dan wakil presiden. Hua Chunying, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip kantor berita nasional, Xinhua, mengatakan, China tidak bereaksi berlebihan dengan melakukan operasi militer. ”Kedaulatan dan integritas China dilanggar. Tentu kami harus menunjukkan kami tidak tinggal diam dan menerimanya,” kata Hua.
Media Australia, ABC News, mewawancarai dosen kajian Asia Pasifik Universitas Nasional Australia, Weng-ti Sung. Menurut dia, pada dasarnya warga Taiwan dan diaspora Taiwan di luar negeri memiliki pandangan bahwa hubungan yang harmonis dan menguntungkan dengan China lebih utama dibandingkan kemerdekaan.