”Jika suku bunga tidak dinaikkan, kelangsungan inflasi tinggi akan lebih lama dengan konsekuensi lebih buruk kemudian hari. Untuk itu diperlukan kenaikan suku bunga dengan besaran yang lebih tinggi,” kata Andrew Bailey.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
LONDON, KAMIS — Bank Sentral Inggris kembali menaikkan suku bunga sebesar 0,5 persen menjadi 1,75 persen. Sama seperti di zona euro, Amerika Serikat, dan belahan dunia lainnya, tekanan inflasi menjadi alasan kenaikan suku bunga. Naiknya suku bunga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Inggris. Sebab, Inggris dan Barat mengandalkan pertumbuhan dengan suku bunga rendah.
Pengumuman soal kenaikan suku bunga itu disampaikan Gubernur Bank Sentral Inggris (BoE) Andrew Bailey di London, Kamis (4/8/2022). Kenaikan dengan besaran 0,5 persen tersebut merupakan yang terbesar sejak 1995. Ini kenaikan keenam kalinya dan membuat suku bunga bertengger pada 1,75 persen, tertinggi sejak 1997.
Komite Kebijakan Moneter BoE menyatakan, “Tindakan menaikkan suku bunga merupakan efek dari kenaikan harga gas, termasuk karena pembatasan ekspor gas oleh Rusia ke Eropa yang juga masih berpotensi menaikkan inflasi.” Bailey, sama seperti Gubernur Bank Sentral Eropa Christine Lagarde dan Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell, menuding efek invasi Rusia ke Ukraina sebagai penyumbang inflasi terbesar.
Ethan Ilzetzki, profesor dari London School of Economics, pada 10 Februari 2022, sebelum invasi Rusia, menyebutkan efek pandemi turut menjadi penyebab. Ada gangguan pengiriman barang global karena karantina total (lockdown) di masa puncak infeksi Covid-19. Di sisi lain, ada uang helikopter, sebutan bagi stimulus ekonomi. Uang bertambah, barang berkurang, dan ini mendorong inflasi.
Penambah tekanan inflasi adalah kenaikan permintaan barang-barang elektronik dan harga komoditas global. Pasar tenaga kerja yang ketat mendorong kenaikan upah, diiringi kenaikan biaya dan harga-harga domestik. Efek semua itu masih terasa sampai sekarang.
Inflasi Inggris pada Juni 2022 sebesar 9,4 persen, tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Inflasi juga tinggi di AS, yakni 9,1 persen, demikian pula di zona euro sebesar 8,6 persen. Inflasi di Inggris diperkirakan naik lagi dan bisa mencapai 13,3 persen pada Oktober 2022, tekanan terbesar sejak 1964. Inflasi Inggris yang setinggi itu akan berlangsung sepanjang 2023 sebelum turun ke level 2 persen pada 2025. ”Oleh karena itu, kami akan mengatur kebijakan moneter agar inflasi bisa kembali ke level 2 persen,” kata Bailey.
Uang murah
BoE memperkirakan resesi akan berlangsung agak lama. Resesi akan dimulai pada akhir 2022 disertai kenaikan inflasi. ”Saya sadar dampak signifikan dari itu semua terhadap kehidupan banyak warga Inggris,” kata Bailey.
”Inflasi memukul keras warga kurang mampu. Akan tetapi jika suku bunga tidak dinaikkan, kelangsungan inflasi tinggi akan lebih lama dengan konsekuensi lebih buruk kemudian hari. Untuk itu diperlukan kenaikan suku bunga dengan besaran yang lebih tinggi,” lanjut Bailey.
Inggris, sama seperti zona euro dan AS, sekian lama mengandalkan pertumbuhan dengan suku bunga murah bahkan negatif. Maka dari itu, kenaikan suku bunga akan memukul ekonomi. Ekonomi Inggris juga mengandalkan pasokan uang beredar dari BoE.
Tekanan resesi bertambah karena BoE akan mulai menjual obligasi milik pemerintah sebesar 10 miliar poundsterling (setara 12,1 miliar dollar AS) setiap kuartal mulai September 2022. BoE memegang obligasi 844 miliar poundsterling. Pengurangan kepemilikan obligasi akan menurunkan uang beredar dan selanjutnya menekan permintaan.
Maka dari itu, setelah tumbuh 3,5 persen pada 2022, ekonomi Inggris akan terkontraksi sebesar 1,5 persen pada 2023 dan masih akan terkontraksi lagi sebesar 0,25 persen pada 2024. Tingkat pengangguran di Inggris akan naik dari 3,75 persen pada 2022 menjadi 6,3 persen pada 2025.
Kontraksi ini mirip dengan yang terjadi pada 1990-an. Akan tetapi, kontraksi itu jauh lebih kecil akibat pukulan Covid-19, yang membuat ekonomi Inggris terkontraksi 19,4 persen. Kontraksi terbaru itu juga tidak lebih buruk dari efek krisis 2008-2009 saat ekonomi Inggris terkontraksi 6 persen. (AFP/AP/REUTERS)