Hingga 68 persen penduduk global akan tinggal di kota dalam 28 tahun mendatang. Di Eropa, 75 persen penduduknya malah sudah tinggal di kota dan akan terus bertambah di masa mendatang.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
KOMPAS/KRIS MADA
Gereja St Andrews di Kota Tua Krakow, Polandia pada 12 Juli 2022. Gereja yang dibangun pada 1079 itu membuktikan Eropa sudah terbiasa dengan bangunan bertingkat selama ratusan tahun. Penduduk sedikit, wilayah luas, dan banyak bangunan bertingkat memungkinkan Krakow dan banyak kota lain di Eropa meningkatkan ketersediaan ruang terbuka
Beragam kajian merekomendasikan agar kota-kota menambah ruang terbuka hijau bagi penduduk. Pemerintah kota-kota di Eropa bisa melakukan itu, antara lain, karena jumlah penduduknya relatif sedikit atau tidak terlalu padat. Faktor lain adalah banyaknya bangunan bertingkat sehingga kebutuhan lahan untuk permukiman lebih terkendali.
Bangunan bertingkat sudah menjadi bagian dari kota-kota Eropa selama ratusan tahun. Amat mudah menemukan bangunan tiga lantai berusia di atas 200 tahun di kota-kota Eropa. Gedung berlantai lebih dari dua menjadi standar pembuatan aneka bangunan di sejumlah kota Eropa.
Di Polandia, misalnya, kebijakan bangunan bertingkat telah diterapkan selama ratusan tahun. Kala Polandia dikuasai Uni Soviet, aneka rumah susun dan bangunan lain dibangun bertingkat lebih dari empat. Luas bangunan bertambah, luas lahan yang dibutuhkan tetap sama.
Pembangunan gedung bertingkat bukan hal baru di Eropa. Di Krakow, kota terbesar kedua di Polandia, ada Gereja Santo Andrews yang dibangun pada 1079. Bangunan induknya terdiri atas tiga tingkat. Tidak hanya di Krakow, gereja itu menjadi bangunan tertua yang masih berfungsi di Polandia.
Di pusat kota tua Krakow juga ada Basilika Santa Maria. Setelah rusak sepanjang abad ke-13 dan pertengahan abad ke-14, gereja itu dibangun ulang pada 1395 dengan menara setinggi 80 meter. Kala dikunjungi pada pertengahan Juli 2022, di menara gereja itu tetap terdengar suara terompet setiap jam.
Menurut sejumlah penduduk dan berbagai sumber informasi pariwisata Krakow, terompet dibunyikan setiap jam. Tradisi ini sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun dan tidak pernah mengalami jeda. Sejumlah radio di Polandia menyiarkan suara terompet itu untuk menandai pergantian jam.
KOMPAS/KRIS MADA
Sala satu taman di Kota Tua Krakow, Polandia pada 12 Juli 2022. Penduduk sedikit, wilayah luas, dan banyak bangunan bertingkat memungkinkan Krakow dan banyak kota lain di Eropa meningkatkan ketersediaan ruang terbuka
Ada banyak bangunan lain bertingkat lebih dari satu di Krakow. Menurut Badan Lingkungan Hidup Eropa (EEA), lembaga yang mengurusi lingkungan di Uni Eropa, tersedia 22,7 meter persegi (m2) ruang terbuka hijau untuk setiap penduduk Krakow. Dari 326 kilometer persegi (km2) luas Krakow, 88,7 km2 atau 27,14 persen ditutupi oleh pohon. Kota itu dihuni tidak sampai 800.000 jiwa.
Dengan kata lain, Krakow punya ruang terbuka hijau (RTH) seluas 1.800 hektar dan wilayah yang ditutupi pohon mencapai 88.700 hektar. Memang, menurut EEA, tidak semua daerah yang ditutupi pohon merupakan RTH. Sebab, pohon juga ditanam di pinggir jalan.
Pohon-pohon
Warsawa, kota terbesar sekaligus ibu kota Polandia, punya RTH lebih luas dibandingkan Krakow. EEA mencatat, rata-rata ada 28,4 m2 RTH untuk setiap penduduk Warsawa. Dari total 517 km2 luas Warsawa, 205 km2 ditutupi pohon. Kota itu dihuni 1,8 juta jiwa sehingga menjadi kota berpenduduk terbanyak di Polandia.
Penduduk Warsawa dan Krakow jelas lebih sedikit dibandingkan dengan banyak kota di Indonesia. Selain itu, seperti terlihat pada dua gereja tua di Krakow, ada banyak bangunan bertingkat di sejumlah kota Polandia dan kota lain di Eropa.
Sebagai pembanding, Jawa Barat dengan luas 35.377 km2 dihuni 48 juta orang. Sementara luas Mazovia, provinsi yang membawahkan Warsawa, mencapai 35.579 km2 dan jumlah penduduknya hanya 5,4 juta jiwa.
Jika perbandingan kepadatan penduduk diperluas, ketimpangan antara Polandia dan Indonesia akan lebih jomplang. Seluruh Polandia hanya dihuni tidak sampai 38 juta jiwa dan total wilayahnya seluas 322.575 km2. Sebagai pembanding lagi, dengan luas 128.297 km2, seluruh Pulau Jawa dihuni 150 juta jiwa atau lebih dari separuh penduduk Indonesia.
KOMPAS/KRIS MADA
Basilika Santa Maria di pusat Kota Tua Krakow, Polandia pada 12 Juli 2022. Gereja itu membuktikan Eropa sudah terbiasa dengan bangunan bertingkat selama ratusan tahunPenduduk sedikit, wilayah luas, dan banyak bangunan bertingkat memungkinkan Krakow dan banyak kota lain di Eropa meningkatkan ketersediaan ruang terbuka
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan 9 m2 RTH untuk setiap penduduk suatu wilayah. Dengan demikian, Polandia butuh total 341,5 km2 RTH dan Indonesia perlu 2.430 km2 RTH. Adapun Jawa idealnya punya 1.350 km2 RTH.
EEA menemukan, 40 persen kota-kota Uni Eropa (UE) ditutupi infrastruktur hijau yang terdiri dari taman kota, taman pinggir jalan, hingga taman atap. Kota-kota di utara paling hijau dan kota-kota di selatan paling kurang pohon. Dalam 25 tahun terakhir, penghijauan di kota-kota UE naik sampai 38 persen.
Komisi Eropa menyebutkan, kota-kota UE juga perlu membuat taman yang ramah warga lanjut usia (lansia). Sebab, penduduk di kota-kota UE semakin menua dan rata-rata hanya 20 persen populasinya berusia di bawah 18 tahun.
Pembangunan kota yang ramah amat penting karena 68 persen penduduk global akan tinggal di kota dalam 28 tahun mendatang. Di Eropa, 75 persen penduduknya malah sudah tinggal di kota dan akan terus bertambah di masa depan.
Hal itu berarti beban lingkungan meningkat karena ada lebih banyak polusi dan karbon dilepaskan. Pakar kajian hutan kota pada University of British Columbia, Cecil Konijnendijk, menyebutkan bahwa penghijauan seluas-luasnya menjadi kebutuhan mutlak.
KOMPAS/KRIS MADA
Salah satu sudut Krakow, Polandia pada 13 Juli 2022. Suhu di bawah 24 derajat celsius dan trotoar lebar ikut mendukung kebiasaan warga Krakow dan banyak kota lain di Eropa berjalan kaki. Sejumlah penelitian menemukan, cuaca, kemudahan tranportasi publik, dan jarak tempat tinggal dengan aneka bangunan penyedia berbagai kebutuhan berkontribusi pada kebiasaan berjalan kaki.
Selain dengan taman kota, penghijauan bisa dilakukan dengan taman atap dan taman gantung. Strategi itu akan menambah luas RTH di daerah padat bangunan beton. ”RTH di kota memitigasi efek polusi dan mengurangi pemanasan. Di kawasan padat bangunan cenderung lebih panas dibandingkan kawasan banyak pohon,” ujarnya, sebagaimana disiarkan laman Komisi Eropa.
Selain itu, orang-orang perlu rutin berinteraksi dengan lingkungan yang hijau. ”Sempatkan sebanyak mungkin memandang tanaman, entah saat istirahat atau waktu berangkat dan pulang kerja. Produktivitas dan semangat bisa meningkat,” tutur Konijnendijk.
RTH di kota memitigasi efek polusi dan mengurangi pemanasan. Di kawasan padat bangunan cenderung lebih panas dibandingkan kawasan banyak pohon.
Bagi anak-anak dan orang lansia, RTH lebih penting lagi. Anak-anak dengan akses RTH cenderung lebih langsing dan bugar dibandingkan anak-anak yang kekurangan akses pada RTH. Hal itu tidak lepas dari kebutuhan aktivitas fisik.
”Sudah banyak kajian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik mengurangi berbagai risiko kesehatan. Akses pada RTH berpeluang meningkatkan aktivitas fisik,” kata Konijnendijk.