Pemerintah Ukraina Akan Gugat Bank Internasional yang Masih Berbisnis dengan Rusia
Pemerintah Ukraina memburu perusahaan-perusahaan asing yang, menurut mereka, masih berhubungan bisnis dengan Rusia di tengah-tengah sanksi ekonomi. Ukraina berencana menggugat mereka ke Mahkamah Internasional.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
UKRAINIAN PRESIDENTIAL PRESS OFFICE VIA AP
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy saat berbicara di Kiev, Ukraina, Minggu (6/3).
KYIV, KAMIS — Pemerintah Ukraina menuduh beberapa bank raksasa dari Amerika Serikat dan Eropa mendanai perusahaan-perusahaan Rusia. Akibatnya, sanksi ekonomi atas Rusia tidak efektif sehingga peperangan antara Ukraina dan Rusia sukar diselesaikan. Pemerintah Ukraina hendak menggugat mereka ke Mahmakah Internasional.
”Kementerian Hukum Ukraina sedang mengumpulkan bukti-bukti yang akan diserahkan ke Mahlamah Internasional. Bank-bank ini harus bertanggung jawab karena mendanai Kremlin,” kata penasihat ekonomi untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Oleg Ustenko, pada wawancara dengan CNBC, Rabu (27/72022).
Ia menyebutkan, bank-bank yang dimaksud ialah JP Morgan, Citi, HSBC, dan Credit Agricole. Mereka masih memberi modal kepada perusahaan-perusahaan asing yang terus menjalin hubungan kerja dengan Gazprom, Rosneft, Yamal, Novatek, dan perusahaan-perusahaan Rusia lainnya. Padahal, negara-negara Barat sedang ramai-ramai menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena menyerang Ukraina.
Ada pula kerja sama tidak langsung. Ini, misalnya, dilakukan oleh Citi dan Credit Agricole. Kedua bank ini memberi pinjaman kepada perusahaan-perusahaan perkapalan asing yang mengangkut gas dan minyak dari Rusia atas permintaan pihak ketiga.
Pemerintah Ukraina sudah bersurat resmi kepada bank-bank tersebut. Surat itu diterbitkan di surat kabar The Financial Times, Selasa (26/7). Isinya ialah meminta mereka segera menghentikan segala kerja sama langsung dan tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan Rusia.
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari bank-bank tersebut. ”Jika bank-bank itu tidak menuruti perkataan kami, selain akan kami persekusi, mereka juga dilarang masuk Ukraina begitu perang usai,” ujar Ustenko.
NIKOLAY DOYCHINOV
Foto yang diambil per 17 Maret 2022 ini menunjukkan tangki penyimpanan bahan bakar Lukoil di terminal Pelabuhan Rosenets dekat kota Burgas, Bulgaria, di pesisir Laut Hitam. Bulgaria menerima 77 persen gas alamnya dari Gazprom Rusia. Satu-satunya kilang minyaknya, terbesar di Balkan, dimiliki oleh Lukoil Rusia.
Pada Maret, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba juga mengecam sejumlah perusahaan minyak dan gas dari Barat. Shell dan BP telah memutuskan kerja sama dengan Rosneft dan Gazprom. Akan tetapi, ExxonMobil dan TotalEnergies tidak melakukan tindakan serupa. Mereka masih memiliki saham di berbagai perusahaan Rusia.
TotalEnergies mengeluarkan pernyataan pers pada April yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Mereka berjanji menghentikan pendanaan untuk proyek-proyek baru. Akan tetapi, mereka tetap menyelesaikan proyek yang sudah berjalan. Hal ini dianggap tidak sungguh-sungguh berniat menghentikan perang oleh Pemerintah Ukraina.
Di tengah-tengah sanksi, Rusia mencari berbagai alternatif pasar baru. Kantor berita TASS melaporkan, Pemerintah Montenegro membekukan semua aset pengusaha Rusia. Padahal, Rusia adalah salah satu penanam modal asing di negara Balkan itu. Menteri Dalam Negeri Montenegro Filip Adzic mengatakan, ada 44 aset properti yabg telah dibekukan.
Data Kremlin menyebutkan, investasi Rusia di Montenegro pada 2021 saja mencapai 129 juta euro dan 49,46 persen investasi di sektor properti di negara itu. Dalam 15 tahun terakhir, investasi langsung Rusia di Montenegro mencapai 1,5 miliar euro atau 100 juta euro per tahun. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan investasi Uni Eropa untuk semua negara Balkan periode 2021-2027 yang senilai 600 juta euro.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mushtin mengatakan, Rusia bertekad mengembangkan pasar di kawasan Asia Pasifik. Mereka akan mulai membangun sarana dan prasarana untuk meraih pangsa pasar yang jauh lebih besar daripada Eropa ini.
Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga mengadakan kunjungan kerja ke sejumlah negara Afrika. Dalam upaya isolasi yang dilakukan Barat, Rusia terus mencari pasar-pasar baru sekaligus memperkuat pasar-pasar lama yang tidak ikut-ikutan mengisolasi Rusia.