Presiden Jokowi Bahas Neraca Perdagangan dengan Jepang
Isu ekonomi, terutama investasi, menjadi topik utama dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo bertolak dari China menuju ke Jepang untuk melanjutkan rangkaian kunjungannya di Asia Timur. Di Jepang, fokus pertemuan dengan Perdana Menteri Fumio Kishida adalah soal kerja sama ekonomi.
Jokowi meninggalkan Beijing pada Rabu (27/7/2022). Sebelumnya, ia bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang. Setelah ke Jepang, Presiden akan ke Korea Selatan bertemu dengan Presiden Yoon Suk Yeol.
Pertemuan dengan Xi menghasilkan komitmen China untuk mengimpor lebih banyak produk pertanian dari Indonesia. Jokowi mengatakan bahwa neraca perdagangan kedua negara juga akan ditingkatkan hingga 100 miliar dollar AS.
Di Jepang, Presiden akan bertemu dengan PM Kishida setelah pada April 2022 ia mengunjungi Indonesia. Ia dan Jokowi membicarakan mengenai upaya percepatan perundingan damai antara Rusia dan Ukraina. Selain itu, Kishida juga menyatakan dukungan untuk keketuaan Indonesia di G20.
”Di Tokyo, Presiden Jokowi juga dijadwalkan berjumpa dengan Kaisar Naruhito,” kata Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno kepada surat kabar Japan Today.
Menurut Matsuno, pembahasan kali ini mengenai neraca perdagangan Indonesia-Jepang. Salah satu aspek terkait ialah pemastian wilayah Indo Pasifik yang aman, bebas, dan terbuka. Tanpa jaminan itu dari semua negara di dunia, perdagangan bebas tidak bisa dilakukan.
Sementara itu, surat kabar Nikkei menyebutkan, Jepang berminat berinvestasi di sektor pertambangan nikel. Logam ini merupakan bahan penting untuk pembuatan berbagai perangkat listrik, terutama baterai. Indonesia mengungkapkan ingin menjadi produsen baterai listrik terbesar di kawasan Asia Tenggara sehingga ini sektor yang sangat berpotensi untuk investasi.
Dalam keterangan di laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Airlangga Hartarto mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia-Jepang sebesar 32,5 miliar dollar AS. Indonesia memegang posisi surplus sebesar 3,2 miliar dollar AS.
Ia menjabarkan sejumlah target menggaet investasi dari Jepang. Bidang-bidang ini mencakup transisi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), otomotif, kawasan ekonomi khusus (KEK) bidang kesehatan di Sanur, Bali, dan sektor pertanian.
EBT berkaitan erat dengan industri mobil serta baterai listrik. Per tahun 2021, baru 11,7 persen listrik Indonesia dihasilkan dari EBT. Airlangga mengatakan, Indonesia menargetkan pada 2025 ada 23 persen listrik dari EBT. Jepang akan sangat membantu jika mau berinvestasi dalam hal peralihan sumber energi hingga pengembangan listrik ramah alam.
Untuk bidang otomotif, perusahaan Mitsubishi mengumumkan akan mengucurkan modal sebesar Rp 10 triliun untuk periode 2022-2025. Sebelumnya, hingga tahun 2021, Mitsubishi telah berinvestasi sebesar Rp 11,3 triliun. Dana ini akan dipakai untuk meningkatkan kapasitas produksi secara keseluruhan dan mengembangkan mobil serta baterai listrik.
Direktur Utama Mitsubishi Takao Kato menuturkan, Mitsubishi memproduksi 72.000 kendaraan pada 2022. Mereka ingin menaikkan produksi menjadi 98.000 unit per tahun 2024. ”Kami menargetkan produksi dan distribusi yang lebih banyak di dalam negeri serta peningkatan ekpsor dari Indonesia,” ujarnya.
Gubernur Bank Kerja Sama Internasional Jepang (JBIC) Nobumitsu Hayashi mengungkapkan permintaan untuk menanam modal di sektor pertanian. Ia mengatakan siap memastikan kestabilan rantai pasok pupuk guna mendukung produksi pertanian dan perkebunan. (REUTERS)