Kunjungan Jokowi Dijadikan Momentum Penguatan Hubungan Indonesia-Jepang
Indonesia dan Jepang sepakat memperkuat kerja sama bilateral kedua negara. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jepang dalam lawatan tur Asia Timur dijadikan momentum untuk penguatan hubungan itu.
TOKYO, RABU — Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo, Jepang, Rabu (27/7/2022), sepakat mempererat kerja sama kedua negara di berbagai bidang. Kedua pemimpin juga bertekad bermitra dan membangun persahabatan demi kestabilan, perdamaian, dan kemakmuran dunia, termasuk kerja sama erat memastikan kesuksesan KTT G20 di Bali, November mendatang.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 60 menit, Presiden Jokowi dan PM Kishida lebih banyak membahas peningkatan hubungan kedua negara di bidang investasi, perdagangan, energi, perubahan iklim, dan keamanan maritim. Isu-isu kawasan dan global juga dibahas, termasuk pernyataan Kishida terhadap presidensi G20 Indonesia demi kesuksesan KTT G20 di Bali.
”Kami akan menjadikan kunjungan Presiden Joko Widodo hari ini sebagai momentum untuk mempererat hubungan dengan Indonesia mengingat kita akan memperingati 65 tahun hubungan diplomatik dan 50 tahun persahabatan dan kerja sama Jepang-ASEAN,” kata Kishida.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jepang merupakan bagian dari rangkaian lawatan ke Asia Timur untuk bertemu dengan para pemimpin di tiga negara raksasa ekonomi kawasan, yakni China, Jepang, dan Korea Selatan. Di Jepang, selain bertemu dengan PM Kishida serta Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako di Istana Kekaisaran Jepang, Jokowi juga bertemu dengan sejumlah CEO perusahaan Jepang.
Dalam pertemuan dengan Kishida, Jokowi berterima kasih atas semua proyek Jepang yang diselesaikan tepat waktu. Ia berharap Jepang bisa ikut serta dalam beberapa proyek strategis di beberapa wilayah di Indonesia, seperti pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni di Papua Barat, perluasan Pelabuhan Patimban, dan kemitraan pada kilang LNG Abadi di Blok Masela, Maluku.
Presiden juga berharap Jepang mendukung Indonesia untuk mengembangkan pengetahuan serta teknologi, terutama hilirisasi komoditas alam; pengembangan kendaraan listrik, sektor pangan, dan kesehatan; serta mendukung Indonesia mencapai target nol emisi melalui penerapan teknologi hidrogen dan amonia.
Sementara PM Kishida menyatakan komitmen Jepang untuk bekerja sama dalam beberapa proyek strategis di Indonesia, seperti proyek MRT di Jakarta dan Pelabuhan Patimban. Ia juga menyebutkan keinginan Jepang memberikan pinjaman sebesar 43,6 miliar yen (Rp 4,7 triliun) untuk proyek bidang mitigasi bencana dan PLTA Peusangan, Kabupaten Aceh Utara, Aceh.
Selain itu, Kishida menyatakan keinginannya memperkokoh diskusi dan investasi di bidang industri otomobil, pangan, kewirausahaan, serta kerja sama bidang lingkungan.
Dalam pernyataan bersama sesuai pertemuan bilateral, Presiden Jokowi juga menyampaikan kesepakatan tentang percepatan penyelesaian protokol perubahan Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Indonesia-Jepang (IJEPA). Perubahan IJEPA ditargetkan ditandatangani bersamaan dengan KTT G20 di Bali, November mendatang.
”Secara khusus saya meminta agar Jepang dapat memberikan dukungan penurunan tarif untuk beberapa produk, antara lain tuna, pisang, nanas, dan akses pasar untuk produk-produk mangga,” kata Presiden.
PM Kishida juga menyambut baik pencabutan pembatasan impor produk makanan dari Jepang yang diberlakukan sejak gempa dan tsunami di bagian timur ”Negeri Sakura” itu tahun 2011. Kebijakan itu dianggap sebagai penyemangat bagi masyarakat Jepang yang terkena bencana.
Investasi Jepang
Dalam pertemuan dengan para CEO Jepang, Jokowi mengatakan, Jepang merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia dengan karakter investasi yang berkualitas. ”Namun, saya juga berharap investor Jepang mempertimbangkan competitiveness-nya sehingga dapat bersaing dengan investor lain di Indonesia,” tambah Presiden.
Presiden pun mempromosikan Indonesia sebagai salah satu tempat investasi terbaik. Disampaikan, sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia, checks and balances dalam sistem pemerintahan Indonesia berjalan dengan baik. Politik domestik Indonesia juga disebutnya sudah sangat stabil.
Presiden menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga cukup baik pascapandemi. Pertumbuhan tahun 2021 mencapai 3,69 persen dan triwulan pertama 2022 ini mencapai 5,01 persen (yoy). Selain itu, inflasi masih terjaga di angka 4,35 persen. Defisit fiskal juga diperkirakan masih di bawah 4 persen tahun 2022 ini. Indikator lain adalah cadangan devisa sebesar 135 miliar dollar AS.
Presiden Jokowi mengharapkan investasi yang kelak masuk di antaranya bisa untuk membangun ekonomi hijau, termasuk di bidang transisi energi. Selain itu, peluang investasi juga besar di ibu kota baru yang mulai dibangun. Pembangunan infrastruktur, teknologi untuk membangun kota pintar, dan lainnya masih diperlukan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
”Kebijakan investasi juga sudah kita sederhanakan lewat omnibus law, Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga semua perizinan bisa ditangani secara terkoordinasi di kantor investasi,” lanjut Presiden.
Jika masih mengalami kendala dalam investasi, para CEO diminta untuk menghubungi Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. ”Para CEO silakan minta nomor HP-nya Menteri Investasi, ini penting. Jika ada masalah bisa langsung berhubungan dengan Menteri Investasi. Jika tidak bisa selesai di Menteri Investasi, silakan hubungi saya,” ujar Presiden.
Pada hari yang sama dengan pertemuan bersama para CEO Jepang itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merilis, Toyota Motor Corporation berencana menginvestasikan Rp 27,1 triliun dalam lima tahun ke depan untuk produksi mobil listrik. Mitsubishi Motors Corporation disebutkan akan berinvestasi sekitar Rp 10 triliun pada 2022-2025.
Isu kawasan dan global
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut mendampingi Presiden Jokowi menjelaskan, pertemuan kedua pemimpin juga membahas kerja sama pengamanan laut. Jepang untuk pertama kali juga memutuskan berpartisipasi pada latihan militer di Indonesia, Garuda Shield, bersama AS, Australia, dan lain-lain, mulai 1 Agustus.
Retno memaparkan, Presiden Jokowi dan PM Kishida membahas sejumlah isu kawasan dan dunia. Dalam pertemuan itu, keduanya membicarakan antara lain situasi di Ukraina, Myanmar, Semenanjung Korea, Laut China Selatan, dan nonproliferasi nuklir. Kishida menanyakan periha; kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia, akhir Juni lalu.
”Pesan yang disampaikan oleh Presiden intinya adalah, di tengah situasi dunia yang penuh rivalitas, Indonesia justru semakin giat bangun kerja sama dan persahabatan dengan negara dunia,” kata Retno. ”Indonesia akan terus merajut persahabatan demi stabilitas, perdamaian, dan juga kemakmuran dunia.”
Sementara PM Kishida menyampaikan bahwa Jepang terus mendukung presidensi G20 Indonesia demi kesuksesan KTT G20 di Bali. Ia juga menyatakan penolakan terhadap upaya untuk mengubah status quo secara sepihak, yang dilatarbelakangi kekuatan dan intimidasi ekonomi di Laut China Timur dan Laut China Selatan.
Mengenai situasi di Laut China Selatan, Presiden Jokowi menegaskan, penting bagi semua negara untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan perairan itu. ”Satu-satunya jalan agar stabilitas dan perdamaian terjaga adalah dengan menghormati hukum internasional, terutama UNCLOS 1982,” kata Presiden, seperti disampaikan Retno.
Nanto Sriyanto, pemerhati hubungan internasional pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa lawatan Presiden Jokowi ke Jepang memperlihatkan hubungan kedua negara berada di jalur yang tepat.
Isu keamanan dan keselamatan maritim di Selat Malaka yang menjadi perhatian Jepang, kata Nanto, telah lama dibicarakan antara berbagai pihak. Akan tetapi, berbeda dengan negara-negara lain yang ingin ikut serta dalam kegiatan patroli bersama di Selat Malaka antara tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura, Jepang lebih memilih sikap berhati-hati dan menghormati kedaulatan teritorial ketiga negara tersebut.
”Jepang lebih banyak membantu dalam konteks peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan infrastruktur keselamatan pelayaran,” ujar Nanto.
Dia menambahkan, kunjungan Presiden Jokowi ke Jepang bisa dibaca sebagai proses penguatan dan keberlanjutan hubungan bilateral kedua negara. Selain masalah keamanan maritim, penandatanganan protokol IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement) pada KTT G20, November nanti, akan menjadi salah satu bukti adanya penguatan dan keberlanjutan.
”Diharapkan dengan adanya penandatanganan protokol itu, lebih banyak pengusaha dan pebisnis Indonesia memanfaatkan keterbukaan hubungan ekonomi kedua negara secara optimal,” pungkasnya.